Kamis, 13 Agustus 2020

Makalah Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Islam

PENGEMBANGAN PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ISLAM, ORIENTASI PEMBELAJARAN (SUBJECT ORIENTED, TEACHER CENTRED, LEARNER CENTRED, ACTIVE LEARNING), MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN, APLIKASI NO LIMIT TO STUDY

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan intinya adalah perjuangan sadar dan terencana untuk merealisasikan situasi mencar ilmu dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif berbagi kesempatandirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budbahasa mulia serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, penduduk , bangsa dan Negara. Begitu juga dalam pengembangan pendidikan Islam, pendidikan menjadi upaya terjadwal dan berkelanjutan guna menyebarkan seluruh kesempatananak latih (intelektual, emosional, keterampilan, budpekerti dan spiritual) agar bisa mengemban amanat sebagai khalifah di tampang bumi, penerus dan pengembang fatwa serta nilai-nilai Islam.

Penyelenggaraan tata cara pendidikan Islam di Indonesia bermaksud untuk mengarahkan akseptor ajar beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlakul karimah, bertanggung jawab terhadap pelestarian dan berkembang kembangnya pedoman serta nilai-nilai Islam. Memiliki tanggung jawab atas kelestarian tanah air, menyesuaikan diri dan mengantisipasi aneka macam pergantian dengan penguasaan ilmu wawasan dan teknologi yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan, serta memiliki kesepakatan untuk terus mencar ilmu sampai akhir hayat. Setiap umat diwajibkan mencari ilmu wawasan untuk diketahui secara mendalam, dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia.

Hingga dikala ini upaya pengembangan Pendidikan Islam di tanah air masih menemui keluhan serius. Pertumbuhan secara kuantitatif telah berkembangsecara signifikan, sedangkan kemajuan kualitatif nyaris terabaikan. Sementara jikalau kita lihat secara jujur, model pendidikan barat yang terus berkembang secara pesat justru berangkat dari titik mutu. Tentu realitas ini menjadi catatan berguna guna dijadikan selaku pijakan dalam membenahi tata cara pendidikan Islam di Indonesia ketika ini.

Kita menyadari bahwa tidak sedikit lembaga pendidikan Islam memprihatinkan sebab rendahnya kesanggupan manajerial, metodologi dan proses pembelajarannya, serta fasilitas dan prasarananya yang terbatas. Sehingga belum memungkinkan terjadinya proses pembudayaan kemampuan, nilai, perilaku dan perilaku sesuai dengan permintaan zaman dan bepijak pada nilai-nilai Islam. Salah satu faktor penyebab yang secara umum dikuasai yakni kurangnya kemampuan manajerial para pengurus dan pelaksana serta ketersediaan dana dalam melaksanakan seluruh penyusunan rencana dan proses pelaksanaan serta pengembangan pendidikan Islam.

Upaya pembenahan tata cara pendidikan Islam perlu difokuskan pada proses manajerial yang tepola dan demokratis, desain dan proses yang menitikberatkan terhadap materi dan sistem sesuai persyaratan kualitas dan keperluan penduduk , memperhatikan faktor pembelajaran yang dikembangkan dalam iklim yang demokratis, menyadari dan mengakui keberadaan pluralitas dan multi budaya. Peserta didik berada pada posisi sentral, dan menjadi subyek pencari wawasan dan pembentuk dirinya. Guru berfungsi selaku fasilitator dan pendidik yang memiliki otoritas profesional dan bertanggung jawab atas perkembangan kepribadian anak ajar.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 yang menegaskan bahwa setiap lembaga pendidikan termasuk forum pendidikan Islam formal harus melaksanakan penjaminan mutu. Hal ini menggambarkan suatu cita-cita pemerintah untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia, dengan menetapkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, ialah: standar isi, kriteria proses, kriteria kompetensi lulusan, patokan pendidik dan tenaga kependidikan, persyaratan fasilitas dan prasarana, standar pengelolaan, persyaratan pembiayaan, dan tolok ukur evaluasi pendidikan.

Lembaga pendidikan Islam sebagai bagian dari metode pendidikan nasional perlu memacu diri untuk terus berupaya memajukan kualitas pendidikan dan layanan kepada masyarakat. Di era globalisasi saat ini tidak ada opsi lain kecuali melakukan kompetisi dengan memaksimalkan sumber daya yang ada pada pendidikan Islam menuju pencapaian mutu secara optimal. Pendidikan Islam perlu terus menanggapi pergantian dan perkembangan sosial, melaksanakan inovasi dan pemberdayaan, membentuk jaringan secara berpengaruh, dengan tetap berpijak pada nilai-nilai Islam.

Dalam makalah ini akan membahas perihal : Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Islam, Subject Oriented (Orientasi Subjek), Teacher Centred, Learner Centred, Active Learning, Model Dan Strategi Pembelajaran, Aplikasi No Limit To Study.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Islam

Kegiatan proses pembelajaran pendidikan Islam, ialah (1) dimensi keimanan peserta latih terhadap ajaran agama Islam. (2) dimensi pengertian atau pikiran sehat serta keilmuan penerima latih terhadap aliran agama Islam. (3) dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dicicipi penerima ajar dalam melakukan pemikiran Islam. (4) dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana pemikiran Islam yang sudah diimani, dimengerti dan dihayati atau diinternalisasi oleh penerima ajar itu bisa menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati anutan agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, selaku insan yang beriman dan bertaqwa terhadap Allah serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

Melalui pendidikan Islam yang diselenggarakan di sekolah dengan baik, dibutuhkan para siswa akan mampu menyingkir dari sifat-sifat tercela tersebut. Peran pendidikan agama Islam dibutuhkan mampu mengatasi pengaruh negatif tersebut dengan memakai banyak sekali versi dan taktik yang dapat menjawab tantangan tersebut. Dalam mengkaji pendidikan agama Islam yang mampu memajukan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta berguru tidak mampu dilepaskan dengan bagian-komponen seperti: guru, siswa, kurikulum, lingkungan, serta model pembelajaran yang diseleksi oleh guru. Aspek-aspek tersebut akan sungguh memilih hasil berguru yang diharapkan baik yang berupa efek pengajaran maupun efek penggiringnya. Aspek-aspek tersebut dapat dipetakan dalam bentuk skema berikut ini :

Bagan 1. Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran bidang studi PAI untuk meningkatkan kecerdesan akseptor didik

Upaya untuk memaksimalkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran tersebut, salah satu cara yang dilakukan pemerintah yakni contohnya dengan melaksanalan pembaharuan kurikulukum, yang diketahui dengan kurikulum berbasis kompetensi. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas tahun 2002 mengungkapkan bahwa ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi ialah: (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara perorangan maupun klasikal; (2) berorientasi pada hasil berguru (learning outcomes) dan keberagaman; (3) Penyampaian dalam pembelajaran memakai pendekatan dan metode yang bermacam-macam; (4) Sumber berguru bukan cuma guru, namun apa saja yang memenuhi bagian edukatif; (5) Penilaian yang menekankan pada proses dan hasil berguru dalam upaya penguasaan atau pencapaian sebuah kompetensi. (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (Pengembangan Kompetensi Lintas Kurikulum.[1]

Kebijakan tersebut memperlihatkan peluang dan sekaligus tantangan bagi guru-guru PAI untuk lebih memutakhirkan pembelajarannya sesuai dengan permintaan perkembangan. Pemikiran untuk mengembangkan dan menyegarkan model-versi pembelajaran PAI yang tepat merupakan hal yang sangat urgen.

Proses pembelajaran pendidkan merujuk pada suasana intraktif antara pendidik dengan akseptor ajar beserta lingkungan pendidikan yang menyertainya. Dengan begitu, proses yang berlangsung di dalamnya seharusnya diarahkan untuk menimbulkan kemajuan kepribadian insan yang sepadan dalam pelbagai aspek, dan bisa mengantarkan manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah baik secara perorangan maupun kolektif.

Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 ihwal pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan mampu menenteng pergantian pada sisi managerial dan proses pendidikan Islam.

Tema mempesona lain dalam PP 55 tahun 2007 ini ialah kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat 2 adalah : pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.

Peraturan Menteri Agama No 16 Tahun 2010 Bab IV perihal Proses Pembelajaran pasal 8, yaitu :

1. Proses pendidikan agama dilaksanakan dengan mengedepankan keteladanan dan pembiasaan etika mulia.serta pengamlan fatwa agama.
2. Proses pendidikan agama dikembangkan dengan mempergunakan banyak sekali sumber dan media belajar yang mampu mendorong pencapaian tujuan agama.
3. Proses pembelajaran agama dilaksanakan melalui acara intrakurikuler dan ekstrakulikuler.


Bagian Kesatu

Proses Pembelajaran Intrakurikuler Pasal 8, ialah :

1. Proses Pembelajaran Intrakurikuler pendididkan agama mencakup penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan evaluasi dan pengawasan untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1disusun dengan mengamati prinsip-prinsip RPP dalam kriteria proses pendidikan dasar dan menengah.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intrakurikuler pendidikan agama mencakup mata pelajaran, tolok ukur kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, bahan bimbing, alokasi waktu, tata cara pembelajaran, acara mencar ilmu, evaluasi hasil belajar dan sumber belajar.
4. Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama terdiri dari aktivitas pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
5. Penilaian pembelajaran pendidikan agama dikerjakan secara berkesinambungan untuk mengukur tingkat penguasaan dan pencapaian kompetensi peserta latih.
6. Penilaian sebagaiamana yang dimaksud pada ayat 5dilakukan melalui observasi, penilaian hasil karya/peran, praktik potofolio, penilaian diri, ulangan harian dan ulangan umum.
7. Pengawasan proses pemebelajaran meliputi pemantauan, supervise, penilaian, pelaoran dan tindak lanjut perbaikan pembelajaran.

Bagian Kedua

Proses Pembelajaran Ekstrakulikuler Pasal 10, adalah :

1. Proses Pembelajaran Ekstrakulikuler Pendidiakan agama merupakan pendalaman, penguatan, adaptasi serta perluasan dari pengembangan dari aktivitas intrakulikuler yang dilaksakan falam bentuk tatap muka atau non tatap wajah.
2. Pendalaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1merupakan pengayaan materi pendidikan agama.
3. Penguatan sebagaiamna yang dimaksud pada ayat 1merupakan pemantapan keimanan dan ketakwaan.
4. Pembiasaan sebagaiaman yang dimaksud pada ayat 1 ialah pengamalan dan pembudayaan anutan agama serta perilaku etika mulia dalam kehidupan sehari-hari.
5. Perluasan dan pengembangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1merupakan penggalian potensi, minat, bakat, kemampuan , dan kesanggupan penerima asuh dibidang pendidikan agama.

Pasal 11

1. Sekolah mampu mengembangkan dan memperbesar acara ekstrakulikuler pendidikan agama sebagaiaman yang dimaksud pasal 11sesuai dengan kemampuan masing-masing.
2. Pengembangan aktivitas ekstrakulikuler pendidikan agama harus selaras dengan tjuan pendidikan nasional dan memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa.
3. Ketentuan lebih lanjuttentan pembelajaran ekstrakulikuler pendidikan agama pada sekolah ditetapkan oleh Direktir Jenderal atau pejabat ayng ditunjuk oleh menteri.


B. Subject Oriented (Orientasi Subjek)

Subjek pendidikan ialah orang yang berkenaan langsung dengan proses pendidikan dalam hal ini pendidik dan peserta asuh. Peserta ajar ialah pihak yang ialah subjek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan atau tindakan pendidik itu diadakan atau dikerjakan hanyalah utk membawa anak asuh kepada tujuan pendidikan Islam yg dicita-citakan. Dalam PPRI No. 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa yg dimaksud dgn akseptor bimbing yakni anggota masyarakat yang berupaya menyumbangkan potensi diri lewat proses pembelajaran yg tersedia pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PPRI 2005: 12)

Pendidik atau guru secara implisit ia telah merelakan diri dan memikul dan mendapatkan sebagai tanggung jawab pendidikan yg terpikul dipundak pada oranag tua. (Dzarajat 2000: 39)
Maka dgn demikian subjek pendidikan Islam yaitu semua manusia yg berproses dalam dunia pendidikan baik formal informal maupunn nonformal yg sama-sama mempunyai tujuan demi pengembangan kepribadiannya. Sehingga menjadi insan yg memiliki kesadaran penuh kepada sang pencipta.

Aspek siswa; peserta asuh lebih ditempatkan sebagai subjek, berperan aktif menggali kesempatanruhaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya selaku muslim.


C. Teacher Centred

Tenaga pendidik lebih berperan selaku fasilitator (guru tidak mayoritas) dan memanfaatkan banyak sumber belajar serta mengadakan koordinasi yang terpadu dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan pelajaran teacher centred yaitu membuat sasaran behavioral (tingkah laku), menganalisis tugas dan menyusun taksonomi (klasifikasi) instruksional. 

Menciptakan target behavioral. Sasaran behavioral (behavioral objective) yaitu pernyataan wacana pendidikan yang diharapkan oleh guru Akan terjadi dalam kinerja murid. Menurut Robert Mager (1962) target behavioral harus mengandung tiga bagian, yakni :

1. Perilaku murid. Fokus terhadap apa yang mau dipelajari atau dilaksanakan murid.
2. Kondisi di mana perilaku terjadi. Menyatakan bagaimana sikap akan dievaluasi atau dites.
3. Kriteria kinerja memilih level kinerja yang dapat diterima.


Menganalis peran.

Alat lain dalam perencanaan teacher centred adalah analisis tugas yang difokuskan pada pemecahan sebuah peran kompleks yang dipelajari murid menjadi komponen-komponen. Analisis ini dapat dilaksanakan dengan tiga langkah dasar, yaitu :

a. Menentukan kemampuan atau rancangan yang dibutuhkan murid untuk mempelajari peran.
b. Mendaftar materi yang diharapkan untuk melakukan peran.
c. Mendaftar peran yang harus dilaksanakan .

Menyusun Taksonomi Instruksional

Taksonomi instruksional membantu pendidikan teacher centred. Taksonomi yakni klasifikasi. Taksonomi ini mengklasifikasikan target pendidikan menjadi tiga domain adalah : kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]

Strategi pembelajaran :

a. Mengorientasikan :Susuran kerangka pelajaran dan orientasikan murid ke materi.
b. Advance Organizer : aktivitas teknik pengajaran dengan menciptakan kerangka pembelajaran dan mengorientasikan murid ke materi.
c. Comprative Advance : memperkenalkan materi baru dengan mengkaitkannya dengan apa yang telah dimengerti murid.


D. Learner Centred

Instruksional dan perencanaan learner centred yaitu pada siswa, bukan guru. Dalam sebuah studi pandangan kepada lingkungan pembelajaran yag nyata dan relasi interpersonal dengan guru ialah faktor yang penting yang memperkuat motivasi dan prestasi murid.

Prinsip ini menekankan pembelajaran dan pembelajar yang aktif dan reflektif. Menurut golongan ini , pendidikan akan lebih baik apabila focus terutama adalah pada orang yang mencar ilmu.

Strategi Instruksioanl Learner Centred, yakni :

a. Pembelajaran berbasis duduk perkara, adalah memilih pada pemecahan duduk perkara Kehidupan nyata, yakni dilema yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pertanyaan esensial, adalah pertanyaan yang mreflrksikan materi dari kurikulum hal terpenting dieksplorasi dan dipelajari oleh murid.


E. Active Learning

Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya sudah biasa berbuat segala hal dengan memakai segala daya. “Learning” berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti pembelajaran. Pembelajaran yang aktif memiliki arti pembelajaran yang membutuhkan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan budpekerti dan spiritual (htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sistem pembelajaran berbasis aktive learnig ialah cara yang diguanakan dalam pembelajaran dengan menjadi siswa sebagai pusat pembelajaran dan pendidik menajadi fasilitator dan bahkan menjadi partner mencar ilmu bagi perserta dididk.

Dalam versi pembelajaran aktif, pengajar sungguh senang jika penerima latih berani mengungkapkan gagasan dan persepsi mereka, berani mendebat apa yang dijelaskan pengajar alasannya mereka melihat dari segi yang lain. Untuk itu, pengajar selalu memperlihatkan peluang bagi akseptor ajar untuk mengungkapkan gagasa-gagasan alternatif mereka. Mungkin saja, pengajar akan sangat bahagia dan menghargai penerima ajar yang dapat menjalankan sebuah dilema dengan cara-cara yang berlawanan dengan cara yang gres saja diterangkan pengajar. Kebebasan berpkir dan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada situasi kelas, artinya suasana kelas akan sangat hidup, menyenangkan, tidak frustasi, dan menyemangati akseptor bimbing untuk senang berguru.


F. Model Dan Strategi Pembelajaran

Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu planning mengajar yang memper-hatikan teladan pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pertimbangan Briggs (1978:23) yang menerangkan model ialah "seperangkat mekanisme dan berurutan untuk mewujudkan sebuah proses" dengan demikian versi pembelajaran adalah seperangkat mekanisme yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, diketahui dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga memberikan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi mencar ilmu bagi si penerima belajar.

Kata sistem berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata sistem berasal dari dari dua suku perkataan, adalah meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara.[3] Dalam Bahasa Arab tata cara diketahui dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang mesti dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.[4] Sedangkan dalam bahasa Inggris tata cara disebut method yang bermakna cara dalam bahasa Indonesia.[5]

Sedangkan berdasarkan terminologi (ungkapan) para hebat memperlihatkan definisi yang beragam tentang tata cara, terlebih jikalau metode itu sudah disandingkan dengan kata pendidikan atau pengajaran diantaranya :
  • Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode yakni cara yang di dalam fungsinya ialah alat untuk mencapai tujuan[6]
  • Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa sistem yaitu suatu pengetahuan perihal cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau pelatih[7]
  • Ramayulis mendefinisikan bahwa tata cara mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan kekerabatan dengan peserta bimbing pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian sistem mengajar merupaka alat untuk membuat proses pembelajaran.[8]
  • Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala aktivitas yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri pertumbuhan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan membantu murid-muridnya untuk meraih proses belajar yang diharapkan dan pergeseran yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.[9]

Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tentang pemahaman sistem di atas, beberapa hal yang harus ada dalam sistem yaitu :
  • Adanya tujuan yang hendak diraih
  • Adanya aktivitas untuk mencapai tujuan
  • Aktivitas itu terjadi saat proses pembelaran berjalan
  • Adanya pergeseran tingkah laris sesudah aktivitas itu dilaksanakan.
Ada ungkapan lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang mesti diajarkan[10] dapat juga diartikan selaku pemikiran mengajar yang bersifat realistis/konseptual. Sedangkan teknik/seni manajemen ialah siasat atau cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menghidangkan bahan pelajaran terhadap penerima bimbing di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dimengerti dan digunakan dengan baik.

Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut urusan perorangan atau social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam memakai metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar tata cara pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya yaitu dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.[11]

Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanannya berbagai sistem yang dipakai oleh pendidik hendaknya diadaptasi dengan keperluan yang timbul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.

Dasar Biologis, Perkembangan biologis insan memiliki imbas dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya kian berkembangpula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus mengamati perkembangan biologis peserta didik.

Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis penerima ajar akan memperlihatkan imbas yang sangat besar kepada penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilakukan, dalam kondisi yang labil sumbangan ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berlangsung tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif kalau didasarkan pada kemajuan dan keadaan psikologis penerima didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan peluangpsikologis yang tumbuh pada akseptor latih. Sebab dalam konsep Islam logika termasuk dalam tataran rohani.

Dasar sosiologis. Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta asuh dengan peserta asuh dan ada interaksi antara pendidik dengan akseptor bimbing, atas dasar hal ini maka pengguna sistem dalam pendidikan Islam mesti mengamati landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang dipakai tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis akseptor bimbing, kalau hal ini terjadi bukan tidak mungkin tujuan pendidikan akan sukar untuk dicapai.

Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan mesti diamati oleh para pengguna sistem pendidikan Islam semoga dalam meraih tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, keadaan psikologis, dan kondisi sosiologis penerima didik.

Satu proses yang penting dalam pembelajaran yakni pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melaksanakan tindakan tertentu maupun latihan motorik ialah melaksanakan tindakan secara positif merupakan alat-alat bantu kenangan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang berguru untuk membayangkan insiden-kejadian yang telah tidak ada untuk selanjutnya bayangan-bayangan ini instruksi visual membuat lebih mudah pengulangan. Metode pengulangan dijalankan Rasulullah saw. dikala menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para teman.

Menurut Ramayulis pendekatan persepsi falsafi terhadap subject matter yang mesti diajarkan dan selanjutnya melahirkan sistem mengajar.[12] Menurutnya setidaknya ada enam pendekatan yang mampu digunakan pendidikan Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu :

Pendekatan pengalaman. Yaitu derma pengalaman keagamaan terhadap peserta ajar dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini penerima didik diberi potensi untuk menerima pengalaman keagamaan, baik secara individual maupun kelompok. Ada pepatah yang menyampaikan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik.

Pendekatan adaptasi. Pembiasaan yaitu suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan apalagi dulu dan berlaku begitu saja yang kadang abad tanpa dipikirkan. Pendekatan penyesuaian dalam pendidikan memiliki arti memberikan peluang terhadap penerima latih sudah biasa mengamalkan ajarannya.

Pendekatan emosional. Pendekatan emosional yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi akseptor ajar dalam meyakini pemikiran Islam serta mampu merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Pendekatan Rasional, yakni suatu pendekatan mempergunakan rasio dalam mengerti dan mendapatkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan kekuatan akalnya insan mampu membedakan mana yang bagus dan mana yang buruk, bahkan dengan nalar yang dimilikinya juga insan juga dapat membenarkan dan pertanda adanya Allah.

Pendekatan fungsional, adalah suatu pendekatan dalam rangka usaha memberikan materi agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada penerima didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di sekolah bukanlah cuma sekedar melatih otak tetapi dibutuhkan memiliki kegunaan bagi kehidupan anak, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan social.

Pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan yakni memberikan keteladanan baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang erat antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan yang lain yang mencerminkan adat terpuji, maupun yang tidak langsungmelalui hidangan gambaran berupa dongeng-kisah ketauladanan.


G. Aplikasi No Limit To Study

Dalam GBHN dinyatakan bahwa ”pendidikan berjalan seumur hidup dan dijalankan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan penduduk . Karena itu, pendidikan yakni tanggung jawab bareng antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah ”. )

Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep islam, hadis Nabi Muhammad SAW, yang menganjurkan berguru dari buaian sampai ke liang kubur.

Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas, bahwa pendidikan adalah suatu proses yang berkelangsungan (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia.

Asas pendidikan seumur hidup itu akan mengganti persepsi wacana status dan fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan sekolah yaitu mengajar anak didik bagaimana caranya berguru, peranan guru terutama adalah sebagai motivator dan penunjuk jalan anak bimbing dalam hal mencar ilmu, sekolah selaku aktivitas berguru (learning centre) bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga dalam rangka persepsi tentang pendidikan seumur hidup, maka semua orang secara memiliki potensi ialah anak asuh.)

Konsep Belajar Seumur Hidup perumpamaan belajar ini ialah acara yang dikelola meskipun tanpa organisasi sekolah.

Konsep Pelajar Seumur Hidup untuk menanggulangi problema, perlu adanya sistem pendidikan yang bermaksud membantu kemajuan orang-orang untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka seumur hidup.

Kurikulum Yang Membantu Pendidikan Seumur Hidup Kurikulum mesti didesain atas dasar asa pendidikan seumur hidup. Kurikulum yang demikian ialah kurikulum yang simpel untuk mencapai tujuan pendidikan.

Arah Pendidikan Seumur Hidup Pada lazimnya pendidikan seumur hidup diarahkan pada orang-orang dewasa dan pada belum dewasa dalam rangka penambahan wawasan dan ktrampilan mereka yang sangat diperlukan dalam hidup. [13]

Prinsip mencar ilmu seumur hidup. Yaitu adanya kesadaran dan kemauan setiap manusia untuk selalu membuka diri, membuatkan kemampuan dan kepribadiannya melalui kegiatan belajar mengajar. Belajar tidak harus hanya terikat dalam konteks sekolah atau yang formal saja, melainkan suatu proses berguru sepanjang hayat dimana pun berada (Nurgiyanto, 1988: 157-158). Prinsip mencar ilmu seumur hidup mengandung makna bahwa sekolah bagi anak bukanlah satu-satunya abad untuk berguru. Namun, di luar itu siswa dapat senantiasa mencar ilmu secara terus menerus sepanjang hayat. Dengan prinsip ini diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup yang lebih baik dalam menghadapi pergantian dan kemajuan zamannya.
Konsep dan Dasar Pendidikan Seumur Hidup

Konsep pendidikan seumur hidup, bahwasanya sudah semenjak usang dipikirkan oleh para ahli pendidikan dari zaman kezaman. Apalagi bagi umat islam, jauh sebelum orang-orang barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup, sebagai mana dinyatakan oleh hadits Nabi SAW yang berbunyi

اطلب العلم من المهد الى اللحد
Artinya: tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia.

Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan ialah sebuah proses kontinue, yang bemula semenjak seseorang dilahirkan sampai meninggal dunia. Proses pendidikan ini meliputi bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.

Untuk Indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup gres mulai dimasyarakat lewat kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN ) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain :
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang )
Pendidikan berjalan seumur hidup dan dijalankan didalam keluarga (rumah tangga ), sekolah dan penduduk . Karena itu pendidikan yaitu tanggung jawab bareng antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. (BAB IV GBHN bagian pendidikan ).

Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003, penegasan ihwal pendidikan seumur hidup, dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Makara mampu pula dikatakan bahwa pendidikan mampu diperoleh dengan 2 jalur, yakni jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan diluar sekolah. Jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan jenis pendidikan ini meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.

Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga penduduk yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi selaku pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembalikan potensi penerima bimbing dengan aksentuasi pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta mengembangkan perilaku keprobadian hidup. Pendidikan nonformal mencakup pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pembinaan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan penerima latih.

Pendidikan informal yaitu kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan berupa acara belajar secara mampu berdiri diatas kaki sendiri. pendidikan keluarga tergolong jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan keluarga menawarkan akidah agama, nilai budaya yang meliputi nilai watak dan aturan-hukum pergaulan serta persepsi, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarganya yang bersangkutan. peserta didik berkesempatan untuk membuatkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap ketika dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan talenta, minat, dan kesanggupan masing-masing.

“setiap warga Negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi penerima bimbing melalui pendidikan sekolah ataupun luar sekolah dengan demikian, setiap warga Negara diperlukan mampu belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupanya dalam membuatkan dirinya sebagai insan Indonesia “.

Dasar dari pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas akidah, bahwa proses pendidikan berjalan selama manusia hidup, baik dalam maupun diluar sekolah.

2. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup .

Implikasi disini diartikan selaku akibat lansung atau konsekuensi dari sebuah keputusan. Dengan demikian maksudnya adalah sesuatu yang ialah tindak lanjut atau follow up dari sebuah kebijakan atau keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.

Penerapan azas pendidikan seumur hidup pada isi acara pendidikan dan target pendidikan di masyarakat mengandung kemungkinan yang luas. Implikasi pendidika seumur hidup pada program pendidikan mampu dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi yaitu:

1. Pendidikan baca tulis fungsional

Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup dikarenakan relefansinya yang ada pada Negara-negara berkembang dengan sebab masih banyaknya masyarakatyang buta huruf, mereka lebih bahagia menonton TV, mendengarkan Radio, Mengakses internet dari pada membaca. Meskipun cukup sulit untuk pertanda peranan melek karakter fungsional kepada pembangunan sosial ekonomi masyarakat, namun dampak IPTEK terhadap kehidupan penduduk misalnya petani, justru disebabkan oleh sebab wawasan-pengetahuan gres pada mereka. Pengetahuan gres ini mampu diperoleh lewat bahan bacaan khususnya.

Oleh karena itu, realisasi baca tulis fungsional, minimal menampung dua hal, yakni:
Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak asuh.
Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk membuatkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.

2. Pendidikan vokasional.

Pendidikan vokasional adalah sebagai program pendidikan diluar sekolah bagi anak diluar batas usia sekolah, ataupun selaku pendidikan formal dan non formal, sebab itu program pendidikan yang bersifat remedial agar para lulusan sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting. Namun yang lebih penting adalah bahwa pendidikan vokasional ini tidak boleh dipandang sekali jadi lantas akhir.dengan terus berkembang dan majunya ilmu wawasan dan teknologi serta semakin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan vokasiaonal itu tetap dilaksanakn secara kontinue.

3. Pendidikan professional.

Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup,dalam tips-kiat profesi sudah tercipta Built in Mechanism yang memungkinkan kalangan profesional terus mengikuti aneka macam pertumbuhan dan pergantian menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan perilaku profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan buruh, berlaku pula bagi professional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.

4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan.

Diakui bahwa diera globalisasi dan gosip yang ditandai dengan pesatnya kemajuan IPTEK, sudah mempengaruhi banyak sekali dimensi kehidupan masyarakat, dengan cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya berdasarkan pendidikan yang berjalan secara kontinue (lifelong education).

Pendidikan bagi anggota penduduk dari aneka macam kelompok usia biar mereka bisa mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga ialah konsekuensi penting dari azas pendidikan seumur hidup.

5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik

Disamping tuntutan penguasaan ilmu wawasan dan teknologi (IPTEK), dalam kondisi sekarang dimana teladan pikir penduduk . Yang semakin maju dan kritis, baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di Negara yang demokratis, diharapkan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga Negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinue dalam koteks ini ialah konsekuensinya. [14]


BAB III
PENUTUP

Proses pembelajaran pendidkan merujuk pada situasi intraktif antara pendidik dengan penerima didik beserta lingkungan pendidikan yang menyertainya. Dengan begitu, proses yang berjalan di dalamnya sebaiknya diarahkan untuk mengakibatkan pertumbuhan kepribadian manusia yang sepadan dalam pelbagai aspek, dan mampu mengantarkan insan untuk menyerahkan diri kepada Allah baik secara perorangan maupun kolektif.

Aspek siswa; peserta bimbing lebih diposisikan selaku subjek, berperan aktif menggali kesempatanruhaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya selaku muslim. Perencanaan pelajaran teacher centred yakni menciptakan sasaran behavioral (tingkah laris), menganalisis tugas dan menyusun taksonomi (penjabaran) instruksional. 

Instruksional dan penyusunan rencana learner centred ialah pada siswa, bukan guru. Dalam sebuah studi persepsi terhadap lingkungan pembelajaran yag aktual dan korelasi interpersonal dengan guru merupakan faktor yang penting yang memperkuat motivasi dan prestasi murid.

Active Learning Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya sudah biasa berbuat segala hal dengan menggunakan segala daya. “Learning” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pembelajaran. Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan budbahasa dan spiritual (htttp://id.wordpress.com/tag/postingan-pendidikan).

Model pembelajaran ialah seperangkat mekanisme yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan ialah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi hingga meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan rancangan islam, hadis Nabi Muhammad SAW, yang mengusulkan berguru dari buaian sampai ke liang kubur.

Daftar Pustaka dan Footnote
  • Abd. Al Aziz, Shalih, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, dalam Ramayulis,
  • Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008,
  • Ahmadi, Abu dan Joko Triprasetyo, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka setia, 2005
  • Al Syaibani, Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979
  • Echol, Jhon M dan Shadily, Hasan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995
  • Ramayulis, , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008,
  • ________,, Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008
  • Ramayulis dan Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2009
  • Santrock, John , Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Putra Grafika, 2010),
  • Surakhmad, Winarno, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung :Tarsito, 1998
__________________________
[1] [Online] Tersedia: http://www.puskur.or.id/ kurikulum.shtml 2002).
[2] John Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Putra Grafika, 2010), hal. 467

[3]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta : Kalam mulia, 2009, halaman 209.

[4]Shalih Abd. Al Aziz, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, hal. 196 dalam Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008, hal. 2-3.

[5]John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 379.

[6] Surakhmad, Pengantar interaksi Belajar Mengajar, Bandung : Tarsito, 1998, hal. 96
[7]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia, 2005, hal. 52
[8]Ramayulis, Metodologi hal. 3
[9]Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, hal.553
[10]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal 209
[11] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 216
[12]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 210
[13] http://zulfikarnasution.wordpress.com/2010/02/27/pendidikan-seumur-hidup-dalam-pendidikan-islam/
[14]http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/14/rancangan-dan-dasar-pendidikan-seumur-hidup/

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)