Kamis, 17 September 2020

Makalah Pembelajaran Ctl (Contextual Teaching Learning)

1. Pengertian Pembelajaran CTL

Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) ialah salah satu versi pembelajaran berbasis kompetensi yang mampu digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan impelementasi Kurikulum 1994.[1] CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa atau kawasan kawasan pembelajaran. Aplikasi pendekatan CTL mengupayakan semoga siswa dapat berguru dengan baik manakala apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah dikenali dengan aktivitas atau peristiwa yang terjadi disekililingnya.

Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) adalah desain pembelajaran yang menolong guru dalam mengaitkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia konkret yang dialami siswa serta mendorong membuat korelasi antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Latar Belakang Pembelajaran CTL

Pembelajaran kontekstual menekankan pada multiaspek lingkungan, yang mampu dimanfaatkan selaku sumber berguru, sehingga bisa mendorong pendidik untuk merancang lingkungan pembelajaran. Hal ini dapat diperoleh dengan cara menggabungkan sebanyak mungkin pengalaman berguru, mirip lingkungan sosial, budaya, fisik dan psikologis dalam rangka meraih tujuan pembelajaran.

Adapun duduk perkara yang melatarbelakangi konsep pembelajaran CTL yakni bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara mempergunakan wawasan yang dimilikinya, padahal proses berguru mengajar mampu benar-benar berjalan jika siswa mampu memproses berita dan pengetahuan sedemikian rupa sehingga wawasan tersebut dapat berarti.[2]

Agar pencampaiannya lebih efektif perlu diamati beberapa prinsip rancangan dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning). Prinsip itu antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan dan umpan balik.[3]

Dalam hal ini penulis akan mencoba melaksanakan elaborasi tentang pendekatan pembelajaran CTL pada mata pelajaran Fiqh. Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mata pelajaran Fiqh didasarkan atas beberapa ciri/ karakteristik Pendidikan Agama Islam.[4]

Pendekatan pembelajaran CTL mempunyai enam (6) unsur. Pertama. Berdasarkan falsafah konstruktivisme, yaitu suatu anutan filsafat berisi wacana pengetahauan dibangun oleh insan sedikit demi sedikit yang akhirnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.

Pertama, pendidikan ibadah shalat merupakan bagian mata pelajaran fiqih ibadah yang dikembangkan dari aliran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itu pendidikan ibadah shalat ialah bab yang tidak terpisahkan dari pemikiran Islam.

Kedua, dari segi muatan pendidikannya, pendidikan ibadah shalat ialah mata pelajaran pokok yang menjadi satu bagian yang tidak mampu dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang mempunyai tujuan pembentukan tabiat kepribadian penerima asuh yang bagus. Oleh alasannya adalah itu semua mata pelajaran yang mempunyai tujuan berkaitan dengan Fiqh mesti seiring dan sejalan dalam pendekatan pembelajarannya.

Ketiga, tujuan diberikannya mata pelajaran pendidikan ibadah shalat adalah terbentuknya penerima didik yang beriman dan bertakwa terhadap Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), mempunyai pengetahuan yang cukup wacana Islam khususnya sumber-sumber fatwa dan sendi-sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari banyak sekali bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa mesti terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.

Keempat, mata pelajaran pendidikan ibadah shalat tidak hanya mengajarkan kepada akseptor ajar supaya menguasai ilmu keislaman namun juga mesti memiliki kemampuan untuk mengamalkan fatwa Islam dalam keseharian.

Kelima, prinsip dasar pendidikan ibadah shalat didasarkan pada tiga kerangka dasar ialah dogma (klasifikasi dari desain iktikad), syariah (penjabaran dari konsep Islam), akhlaq (penjabaran dari desain ihsan).

Keenam, dilihat dari aspek tujuan, pendidikan ibadah shalat bersifat integratif, adalah menyangkut peluangintelektual (kognitif), potensi watak kepribadian (afektif) dan potensi kemampuan mekanik (psikomotorik). Oleh alasannya itu pembelajaran PAI mesti bisa mengembangkan semua potensi secara pararel tanpa menafikan kesempatanlain yang dimiliki oleh siswa.

Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran Fiqh ibadah sangat kompleks, komprehensif dan membutuhkan pengatahuan lintas sektor. Oleh alasannya itu contoh pendekatan dan seni manajemen pembelajaran mesti dijalankan secara dinamis dan kreatif biar cita-cita atau tujuan PAI dengan segera dapat dicapai.

Atas dasar pendapatdi atas maka menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran mata pelajaran pendidikan ibadah shalat menjadi suatu keniscayaan. Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses tutorial dan training mutu personel siswa baik faktor kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian, bagaimanapun jenis kurikulum yang digunakan, dalam aktivitas belajar mengajar (kurikulum proyek, terpusat, terpadu dan terikat) yang penting ialah dalam pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut disempurnakan atau dilengkapi dengan aneka macam aktifitas walaupun cuma berperan sebagap aksesori. Dalam pengertian, ativitas di luar proses mencar ilmu mengajar formal mesti ditetapkan juga secara tertulis, khususnya jikalau proses berguru mengajar atau kurikulum mengharapkan itu.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan CTL, seorang guru mesti mampu menciptkan kondisi yang aman. Kendati demikian kualitas pembelajaran sangat diputuskan oleh kegiatan dan kratifitas guru, disamping kompetensi-kompetensi profesionalnya.[5]

3. Prinsip Dasar Pembelajaran CTL
Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan desain teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya ialah acara memberikan pesan terhadap siswa oleh nara sumber dengan menggunakan bahan alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian tersebut lebih efektif, oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran. Prinsip tersebut antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan, dan umpan balik.

a. Kesiapan dan motivasi
Prinsip ini menyatakan bahwa bila dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap dan memiliki motivasi tinggi, kesudahannya akan lebih baik. Siap disini bermakna siap wawasan prasyarat, siap mental, dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa perlu diadakan tes prasyarat.

Sedangkan motivasi merupaan dorongan untuk melaksanakan atau tidak melakukan sesuatu, tergolong melakukan aktivitas berguru. Dorongan bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Motivasi mampu ditingkatkan dengan memperlihatkan ganjaran dan eksekusi (reward and punishment).

b. Penggunaan alat pemusat perhatian
Terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting bagi kesuksesan proses berguru mengajar. Semakin memperhatikan akan semakin sukses, tetapi sebaliknya, semakin tidak mengamati akan gagal. Meskipun penting, perhatian memiliki sifat sukar dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu perlu digunakan banyak sekali alat dan teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali perhatian yang paling utama ialah media mirip gambar, gambaran, skema warna-warni, audio, video, penegas visual atau penegas lisan.

Teknik yang mampu dipakai untuk menertibkan perhatian misalnya gerakan, pergantian, sesuatu yang ajaib, mengagetkan, menegangkan, lucu atau humor.

c. Memancing tampilan siswa
Memancing tampilan untuk membantu siswa dalam menguasai materi atau meraih tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatan siswa berupa latihan atau praktikum. Siswa diharapkan mampu berlatih menerapkan konsep da prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berlawanan, bukan sekedar menghafal. Misalnya sehabis mempelajari desain budpekerti, siswa mereka diberi tugas berlatih tentang sistem budpekerti kepada orang renta.

d. Perulangan
Perulangan dilaksanakan dengan cara dan media yang sama maupun berlawanan. Perulangan mampu pula dilakukan dengan memperlihatkan tinjauan selintas permulaan pada ketika memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada simpulan pembelajaran.

e. Umpan balik
Jika dalam penyampaian pesan siswa dibeli umpan balik, hasil mencar ilmu akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan (corrective feedback) dan bila betul diberi diberi konfirmasi dan penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menjadi mentap jikalau betul lalu dibetulkan. Sebaliknya, siswa akan tahu letak kesalahannya bila diberi tahu kesalahannya dan dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam bentuk kunci tanggapan yang benar.


Footnote
-----------------
[1] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 37.
[2] Abdul Gafur, Mencoba Pembelajaran Kontekstual, Buletin Pusat Perbukuan, Gerakan Masyarakat Mengembangkan Budaya Baca, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Standard Perbukuan Dasar, Vol. 09, 2003), hlm. 37.
[3] Ibid., hlm. 38.
[4] Abdul Majid, S.Ag., Dian Andayani, S.Pd., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 78-79.
[5] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Op. Cit., hlm. 165.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon