PEMBAHASAN
A. Hakikat dan Potensi Manusia perspektif Filsafat Pendidikan Islam
What is a man? Demikian sebuah pertanyaan yang dikemukakan oleh Jujun S. Suryasumantri ketika mulai membahas bidang telaah filsafat.[1] Pertanyaan ini mengandung indikasi bahwa pada tahap awal, filsafat senantiasa mempersoalkan “siapakah manusia itu”.? Jika pada tahap awal Filsafat mempersoalkan persoalan manusia, demikian pula halnya dengan pendidikan Islam. Ia tidak akan memiliki paradigma yang sempurna tanpa memilih perilaku konseptual filosofisnya ihwal hakikat manusia. Sebab bagaimanapun insan yakni ialah bagian dari alam raya ini. Perlunya memilih perilaku dan jawaban perihal manusia dalam Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya, didasarkan atas perkiraan bahwa manusia ialah subjek sekaligus objek pendidikan Islam.
Untuk menjawab permasalahan di atas, apalagi dahulu mesti dikemkakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan Islam. Dalam hal ini Al-Syaibany menyebutkan beberapa prinsip, antara lain yakni:
- Manusia yakni makhluk yang paling mulia di alam ini. Allah sudah membekalinya dengan berbagai keutamaan yang mengakibatkan dia memenangkan makhluk lain.[2]
- Kemuliaan insan atas makhluk lain yaitu sebab manusia diangkat menjadi khalifah yang bertugas untuk memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.[3]
- Manusia yakni makhkuk berfikir dengan menggunakan bahasa sebagai media. Hal ini sering diungkapkan bahwa: insan yaitu hewan yang dapat mengatakan.
- Manusia yaitu makhluk tiga dimensi, ibarat sisi tiga sama kaki, yakni: jasad, nalar, dan rûh.[4]
Dengan berpegang terhadap beberapa prinsip mirip di atas, kiranya Filsafat Pendidikan Islam akan mudah untuk menentukan desain wacana hakikat manusia dari banyak sekali aspeknya, mirip proses penciptaannya, tujuan hidupnya, kedudukannya, tugas-tugasnya, dan lain sebagainya.
B. Hakikat dan Kedudukan Alam dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam
Setelah pembahasan menyangkut dengan hakikat manusia dalam persepsi Filsafat Pendidikan Islam, satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah pembahasan tentang hakikat dan kedudukan alam dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam.
Menurut Al-Jurjani, sebagaimana dikutip Toto Suharto menyatakan bahwa term alam yaitu segala hal yang menjadi tanda bagi suatu masalah sehingga dapat diketahui. Sedangkan secara terminolgi berarti segala sesuatu yang ada (maujud) selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali baik nama maupun sifat-sifat-Nya.[5] Segala sesuatu selain Allah itulah alam dalam pengertian yang sederhana.
Dari pengertian tersebut, secara sepintas mampu dipahamai bahwa alam dengan segala isinya diciptakan oleh Allah semoga melalui semua itu dapat mengenal-Nya. Di samping itu, alam dengan segala kesempatanyang terkandung di dalamnya mampu dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia secara bersama.
Dalam kaitannya dengan alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa prinsip Filsafat Pendidikan Islam ihwal alam, antara lain ialah:
a. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah laris, baik individu maupun penduduk cuma akan sukses bila terjadi interaksi antara akseptor didik dengan lingkungan alam sekitarnya daerah mereka hidup. Seluruh makhluk, baik benda ataupun alam sekitar, dipandang sebagai bagian alam semesta. Oleh alasannya itu, proses pendidikan insan dan peningkatan kualitas akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial (sesama manusia) semata, namun juga dalam lingkungan alam yang bersifat material.
b. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta atau universe, baik yang bahan maupun bukan, mempunyai hukumnya sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan dipelajari dalam pendidikan Islam biar penerima ajar mampu mengetahui aturan-hukum yang menertibkan alam semesta ini sehinga mempunyai keteraturan dan keselarasan dalam kehidupan.
c. Filsafat Pendidikan Islam yakin bahwa alam semesta yang terbagi dalam dua klasifikasi (alam bahan dan alam ruh), mesti dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak mampu dipisahkan. Oleh alasannya adalah itu pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal ini secara sepadan, sebab kehidupan manusia yang tepat tidak akan terwujud cuma dengan memperhatikan salah satunya.
d. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang berlangsung dengan teratur ini, harus dipahami sebagai keajaiban dan keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari perilaku ini diperlukan akan menambah iktikad atau iman bahwa insan tidak berdaya dihadapan Allah yang sudah menciptakan dan mengontrol alam ini sedemikian serasi dan teraturnya.
e. Filsafat Pendidikan Islam yakin bahwa alam semesta ini bukanlah musuh bagi insan, dan bukan penghalang bagi kemajuan peradaban manusia, melainkan alam ialah sobat dan alat bagi pertumbuhan manusia. Oleh alasannya itu, pendidikan Islam harus selalu diarahkan supaya mampu menanamkan pemahaman terhadap akseptor latih tentang bagaimana mengelola alam dan memanfaatkannya secara bijaksana demi kepentingan umat manusia.
f. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta dan seisinya ini bersifat baru (tidak awet). Prinsip ini dapat dijadikan selaku pegangan pendidikan Islam bahwa hanya Allahlah yang bersifat abadi dan baka.
PENUTUP
Dengan berpegang dari beberapa prinsip tersebut di atas, Filsafat Pendidikan Islam akan dapat memilih arah ajaran dan implementasi pendidikan Islam di antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, selaku suatu disiplin ilmu maka Filsafat Pendidikan Islam mampu pula memilih sikapnya dari problem-masalah seputar alam. Sikap ini pada hasilnya akan melahirkan banyak sekali prinsip yang mampu dijadikan selaku landasan filosofis dalam menentukan tujuan, tata cara, kurikulum, dan aneka macam bagian lainnya dalam pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
- Jujun S. Suryasumantri, Filsfata Islam; Sebuah Pengantar Populer, Cet. X; (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
- Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam: A Framework for An Philosophy of Education, terj. oleh Haidar Bagir, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992
___________________________
[1] Jujun S. Suryasumantri, Filsfata Islam; Sebuah Pengantar Populer, Cet. X; (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 27
[2] Lihat antara lain, QS. Al-Isrâ’ (17): 70 dan QS. Al-Tîn (95): 4
[3] Lihat antara lain, QS. Al-Baqarah (2): 30 dan QS. Al-Nûr (24): 55
[4] Jasad ialah raga manusia yang harus diusahakan semoga selalu berada dalam kondisi sehat. Akal yaitu peluangyang dimiliki oleh manusia yang memungkinkan baginya untuk membuatkan budaya dalam arti luas. Sedangkan Rûh merupakan subtansi yang langsung diberikan Allah yang memungkinkan manusia mampu behubungan dengan-Nya dan menggandakan sifat-sifat-Nya.
[5] Lihat, Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, 97
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon