Jumat, 31 Juli 2020

Makalah Teori Belajar Kognitif Berdasarkan Brunner

Makalah Teori Belajar Kognitif Brunner
Oleh: Raudah Zaini, M.Pd.I

TEORI BELAJAR KOGNITIF BRUNNER
Abstrak : Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia mencar ilmu, sehingga membantu kita semua mengerti proses inhern yang kompleks dari berguru. Selain itu teori belajar dapat juga disebut selaku teori yang mempelajari kemajuan intelektual (mental) siswa. Salah satu teladan teori mencar ilmu yaitu teori mencar ilmu kognitif menurut Brunner.

A. PENDAHULUAN
Belajar ialah suatu proses aktif yang memungkinkan insan untuk memperoleh hal-hal baru di luar info yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, maka pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu supaya wawasan itu mampu diinternalisasi dalam anggapan (struktur kognitif) orang tersebut.

Teori kognitif menunjukan bahwa pembelajaran ialah perubahan dalam wawasan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini berniat penambahan pengetahuan ke dalam kenangan jangka panjang atau pergantian pada sketsa atau struktur pengetahuan. Pengkajian terhadap teori belajar kognitif memerlukan penggambaran perihal perhatian, memori, pembuatan berita yang bermakna. Pandangan kognitif yang lama lebih mengutamakan perolehan pengetahuan. Sedangkan pandangan kognitif yang gres lebih mengutamakan pelatihan atau pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Brunner beropini bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang cocok dengan tingkat perkembangan anak, serta untuk berbagi acara pengajaran yang lebih efektif yaitu dengan mengkoordinasikan model penghidangan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Sehingga guru harus menunjukkan peluang terhadap siswanya untuk memperoleh arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-rancangan di dalam bahasa yang mudah diketahui oleh anak didik itu sendiri.

Sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya, Brunner juga memandang bahwa mencar ilmu selaku pencarian wawasan secara aktif oleh manusia. Oleh alasannya adalah itu mencar ilmu akan menciptakan pengetahuan penerima bimbing menjadi lebih baik. Dalam hal ini Brunner tidak menyebarkan teori berguru secara sistematis, namun yang paling penting yaitu bagaimana orang memilih, mempertahakan, dan mentransformasikan berita secara aktif.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi Brunner
Memiliki nama lengkap Jerome Seymour Brunner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober 1915. Pada usia dua tahun, Brunner menderita penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal dikala Brunner berusia 12 tahun, hal ini menyebabkan beliau mesti berpindah kawasan tinggal ialah ke rumah saudaranya dan sering berpindah-pindah sekolah. Meskipun demikian prestasinya cukup baik, di Duke University Durham, New York Brunner menemukan gelar B.A pada tahun 1937 dan mendapatkan Ph.D. dari Harvard University pada tahun 1941, lalu beliau menjabat sebagai profesor psikologi. Di samping itu, pada tahun 1961 Brunner dilantik selaku administrator Pusat Studi Kognitif. Pada tahun 1972 Brunner meninggalkan Harvard untuk mengajar selama beberapa tahun di Oxford University. Dia kembali ke Harvard pada tahun 1979.

Brunner yakni spesialis psikologi perkembangan dan hebat psikologi berguru kognitif. Nama Jerome Brunner menjadi populer semenjak tahun 1960, ketika terbit bukunya yang berjudul The Process of Education. Brunner menaruh perhatian besar dalam proses pertumbuhan kognitif anak, dalam hal ini beliau menerima inspirasi dari J. Piaget yang membuatkan suatu sistematika fase perkembangan kognitif anak.

Dalam mempelajari manusia, Brunner menilai insan sebagai pemproses, pemikir dan pencipta gosip. Sehingga memusatkan perhatiannya pada duduk perkara apa yang dilaksanakan insan dengan info yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sehabis mendapatkan gosip untuk meraih pemahaman. Belajar tidak cuma memperoleh wawasan tetapi latihan kesanggupan intelektual, merangsang rasa ingin tahu siswa dan memotivasi siswa.

Lebih dari 45 tahun Brunner menggeluti psikologi kognitif. Pendekatan kognitif Brunner mengakibatkan reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan Inggris. Selain itu, ia juga tergolong dewan penasehat Presiden bidang sains pada periode Presiden Jhon F. Kennedy dan Jhonson serta banyak mendapatkan penghargaan, di antaranya medali emas CIBA untuk riset dari Asosiasi Psikologi Amerika. Brunner yaitu seorang penulis produktif, di antara karya tulisnya yaitu selaku berikut:

1. The Process of Education, (Harvard University Press, 1960).
2. Toward a Theory of Intruction, (Harvard University Press, 1966).
3. Act of Meaning, (Harvard University Press, 1991).
4. The Culture of Education, (Harvard University Press, 1996).
5. Beyond the Information Given: Studies in the Psychology of Knowing, (Norton, 1973).
6. Child’s Talk Learning to Use Language, (Norton, 1983).
7. Actuals Minds Possible Worlds, (Harvard University Press, 1986).


2. Teori Belajar Kognitif Menurut Brunner
Psikologi pembelajaran kognitif menekankan bahwa perilaku manusia tidak diputuskan oleh stimulus yang berada di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya. Faktor-faktor internal itu berupa kesanggupan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu menunjukkan respon kepada stimulus. Berdasarkan pada pandangan teori psikologi kognitif menatap mencar ilmu selaku proses pemfungsian komponen-unsur kognisi utamanya fikiran untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, kegiatan berguru insan diputuskan pada proses internal dalam berpikir ialah pembuatan isu.

Teori berguru kognitif lebih mementingkan proses berguru dari pada hasil. Para penganut ajaran kognitif menyampaikan bahwa mencar ilmu tidak sekedar melibatkan kekerabatan antara stimulus dan respon. Model mencar ilmu kognitif ialah suatu bentuk teori berguru yang sering disebut sebagai model perseptual, artinya tingkah laris seseorang ditentukan persepsi serta pengertian tentang situasi yang berafiliasi dengan tujuan belajarnya. Belajar ialah pergeseran pandangan dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat selaku tingkah laris yang nampak.

Belajar ialah acara yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengetahuan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam anggapan seseorang menurut pengertian dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Teori belajar kognitif ialah teori mencar ilmu yang mengarahkan kepada kesanggupan berpikir. Menurut Brunner, dalam proses mencar ilmu dapat dibedakan tiga fase, yaitu selaku berikut:

1. Informasi, merupakan tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, di mana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah berita, ada yang menambah wawasan yang telah dimiliki, ada yang memperluas dan memperdalamnya, serta ada pula kemungkinan isu yang berlawanan dengan apa yang sudah dimengerti sebelumnya.
2. Transformasi, dalam hal ini info harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih absurd atau konseptual biar dapat dipakai untuk hal-hal yang lebih luas. Untuk itu sungguh diharapkan santunan dari guru.
3. Evaluasi, untuk mengenali benar atau tidaknya hasil dari transformasi pada tahap kedua, sehingga transformasi itu mampu dimanfaatkan untuk mengerti tanda-tanda-tanda-tanda lain.

Brunner tidak mengemukakan sebuah teori lingkaran perihal berguru sebagaimana dilaksanakan oleh Robert M. Gagne, tetapi refleksinya berkisar pada manusia selaku pengolah aktif kepada isu (masukan) yang diterimanya untuk memperoleh pengertian. Tinjauan Brunner bersumber pada dua keyakinan dasar, adalah:

Pertama,
perolehan pengetahuan ialah suatu proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan terjadi pada diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang menciptakan sendiri sebuah kerangka kognitif, lalu mendatangkan kenyataan yang dihadapi, atau dengan kata lain seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan gosip yang masuk dengan info yang telah dimilikinya.

Brunner mengatakan bahwa manusia mampu mengenal/mengenali sesuatu melalui tiga tahap, yaitu:
1. Tahap enaktif (0-2 tahun), ialah sesuatu pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan memakai benda-benda yang konkrit atau menggunakan suasana yang aktual.
2. Tahap ikonik (2-4 tahun), adalah di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram, yang menggambarkan acara atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif.
3. Tahap simbolik (4-7 tahun), ialah dalam hal ini seseorang sudah mampu memiliki ide atau pemikiran yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.

Perkembangan kognitif berlangsung lewat urutan fase metode enaktif, metode ikonik, dan tata cara simbolik. Cara anak menghadapi realitas di luar diri sendiri pada setiap fase berbeda-beda. Setiap fase dalam proses kemajuan kognitif itu terikat pada rentangan umur tertentu.

Dalam teori mencar ilmu kognitifnya, Brunner mengusulkan cara berguru yang disebutnya discovery learning (belajar dengan mendapatkan sendiri). Dalam cara belajar ini diterangkan bahwa proses berguru akan berlangsung dengan baik dan inovatif bila guru memberi peluang kepada siswa untuk menemukan sebuah aturan (termasuk desain, teori, defenisi, dan sebagainya) melalui acuan-teladan yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk mengenali kebenaran lazim (dari yang khusus ke yang biasa). Misalnya, untuk pertama kali mengetahui rancangan “kedisiplinan”, siswa tidak mesti menghafal defenisi kata tersebut, namun mempelajari acuan-teladan nyata tentang sikap yang memperlihatkan kedisiplinan dan yang tidak. Kemudian dari teladan-teladan itu siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kedisiplinan.

3. Konsep Belajar Penemuan berdasarkan Brunner
Brunner beranggapan bahwa cara belajar dengan mendapatkan sendiri ini sesuai dengan hakikat manusia sebagai seseorang yang mencari-cari secara aktif dan menciptakan wawasan serta pengertian yang sangat mempunyai arti. Prinsip pembelajaran dalam desain ini harus memperhatikan pergantian kondisi internal akseptor asuh yang terjadi selama pengalaman mencar ilmu diberikan di kelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran mesti bersifat penemuan yang memungkinkan akseptor didik mampu menemukan berita dan keterampilan gres dari pelajaran sebelumnya.

Perkembangan kognitif menurut Brunner ditandai oleh beberapa, adalah:
1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya perkembangan dalam menyikapi sebuah rangsangan.
2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada pertumbuhan sistem penyimpanan informasi secara kongkret.
3. Interaksi secara metode antara pembimbing, guru atau orang renta dengan anak diharapkan bagi perkembangan kognitifnya.
4. Bahasa yaitu kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami rancangan-konsep yang ada diperlukan bahasa.
5. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang sempurna, dapat menunjukkan prioritas yang berurutan dalam banyak sekali suasana.

Konsep berguru inovasi menurut Brunner ini seorang anak asuh tidak cuma dituntut untuk dapat menerima pengetahuan saja, namun juga dapat mengolah dan bahkan memeriksa serta menyebarkan wawasan tersebut. Jadi secara biasa terdapat dua ciri desain belajar inovasi Brunner ini, ialah:

1) Tentang discovery itu sendiri merupakan ciri umum dari teori kognitif Brunner, di mana teori ini mengarahkan biar peserta ajar mandiri dalam memperoleh, mengolah, memilah dan berbagi.
2) Konsep kurikulum spiral, di mana dalam teorinya dituntut pengulangan-pengulangan terhadap wawasan yang serupa, namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. Prosedur pembahasan rancangan ini di mulai dengan cara sederhana, dari aktual ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari penyelidikan ke penguasaan, dalam suatu rentang waktu yang cukup lama dalam selang waktu yang terpisah mulai dari tahap yang terendah sampai paling tinggi.

Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi dalam pelaksanaan discovery learning:
a. Guru mesti terampil menentukan masalah yang berkaitan untuk diajukan terhadap kelas (problem yang bersumber dari materi pelajaran yang menantang siswa/problematik).
b. Guru mesti terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan penciptaan situasi berguru yang menyenangkan.
c. Adanya akomodasi dan sumber belajar yang lengkap.
d. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya dan berdiskusi.
e. Partisipasi setiap siswa dalam setiap aktivitas belajar.
f. Guru tidak banyak campur tangan dan intervensi kepada aktivitas siswa.

Selain itu ada lima tahapan yang ditempuh dalam pelaksanaan discovery learning ini, ialah:
a) Merumuskan problem untuk dipecahkan siswa.
b) Menetapkan tanggapan sementara atau hipotesis.
c) Siswa mencari berita, data fakta yang diperlukan untuk menjawab masalah atau hipotesis.
d) Menarik kesimpulan tanggapan atau generalisasi.
e) Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi gres.

Brunner mengakui bahwa cara belajar memperoleh sendiri yang dijalankan secara murni akan memerlukan waktu yang lama, maka diusulkanya agar dalam pelaksanaan di lapangan di batasi pada struktur dari bidang studi. Namun perlu dimengerti bahwa pembatasan ini tidak mutlak, sebab inti dari cara berguru ini ialah keterlibatan siswa secara aktif dalam belajarnya.

4. Kelebihan dan Kekurangan Belajar Penemuan menurut Brunner
Penggunaan desain discovery learning cocok untuk bahan pelajaran yang bersifat kognitif, dan memajukan aktivitas berguru, maka kelebihannya antara lain sebagai berikut:
1. Membantu siswa berbagi bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan keterampilan dalam proses kognitif siswa.
2. Berdaya guna untuk mengembangkan kesanggupan siswa menalar dengan baik.
3. Memberikan semangat mencar ilmu bagi siswa, di mana dengan mencar ilmu mencari dan mendapatkan wawasan sendiri, rasa ingin tahu muncul sehingga akan membentuk berguru yang tulus dan aktif.
4. Menumbuhkan rasa iktikad diri siswa alasannya adalah bisa memperoleh, mengolah, menyeleksi dan mengembangkan pengetahuan sendiri, serta pengetahuan yang diperoleh akan bertahan usang dalam diri siswa.
5. Konsep ini berpusat pada penerima ajar, dan guru hanya sebatas menolong.

Di sisi lain discovery learning ini juga mempunyai kekurangan. Adapun kekurangannya antara lain antara lain selaku berikut:
1. Menuntut siswa untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental. Siswa harus berani dan berminat mengetahui keadaan di sekitarnya. Jika tidak mempunyai keberanian dan impian pasti proses belajar akan gagal.
2. Kurang sukses apabila dilaksanakan di dalam kelas yang besar.
3. Dalam hal ini terlalu mementingkan proses pemahaman saja, kurang memperhatikan pertumbuhan/pembentukan perilaku dan kemampuan bagi peserta didik.
4. Belum pasti semua siswa andal untuk menerapkannya.

Dari beberapa klarifikasi perihal keunggulan dan kekurangan konsep mencar ilmu inovasi berdasarkan Bruner, tentu kita harus mampu mempergunakan rancangan belajar ini sesuai dengan kondisi dan tempatnya, sehingga nantinya dapat mengoptimalkan penggunaaan desain ini dan tidak terjadinya kegagalan pembelajaran alasannya adalah salah dalam penggunaannya.

5. Implikasi Konsep Belajar Penemuan menurut Brunner dalam Kegiatan Pembelajaran
Implikasi konsep mencar ilmu discovery learning dalam pembelajaran yaitu:
a. Simulation, yakni guru mulai bertanya dengan mengajukan dilema, atau memerintahkan anak asuh untuk membaca atau mendengarkan uraian yang menampung tentang permasalah.
b. Problem statement, adalah anak bimbing diberi peluang mengidentifikasi berbagai masalah. Sebagaian besar memilihnya yang dipandang paling mempesona dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu berikutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis.
c. Data collection, ialah untuk menjawab pertanyaan atau mengambarkan benar atau tidaknya hipotesis itu, siswa diberikan peluang untuk mengumpulkan aneka macam info yang berhubungan , seperti: membaca literatur, mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data processing, yaitu semua hasil bacaan, wawanvara, pengamatan dan sebagainya, semua diolah, dilacak, diklasifikasikan, bahkan jika perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat dogma tertentu.
e. Verification, yaitu berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang sudah dirumuskan terdahulu dicek, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization, yakni menurut verifikasi tersebut, siswa belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.


6. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran
Menurut Brunner untuk mengajar sesuatu tidak perlu menunggu anak mencapai tahap kemajuan tertentu, yang penting materi pelajaran ditata dengan baik maka mampu diberikan kepada anak ajar. Dengan kata lain pertumbuhan kognitif seseorang mampu ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangan.
Adapun aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah:
1. Guru harus mengetahui bahwa siswa bukan sebagai seorang akil balig cukup akal yang mudah dalam proses berpikirnya.
2. Perlunya keaktifan siswa.
3. Guru hendaknya dalam menyusun bahan memakai logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
4. Guru harus mengamati perbedaan perorangan siswa untuk mencapai keberhasilan.

C. PENUTUP
1. Simpulan
Teori berguru kognitif ialah teori berguru yang mengarahkan kepada kemampuan berpikir. Teori belajar kognitif merupakan teori berguru yang setingkat lebih tinggi dari teori berguru stimulus-tanggapanatau yang disebut behaviorisme. Menurut Brunner, dalam proses belajar mampu dibedakan tiga fase, yaitu selaku berikut:
1. Informasi, ialah tahap awal untuk menemukan pengetahuan atau pengalaman baru, di mana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah wawasan yang telah dimiliki, ada yang memperluas dan memperdalamnya, serta ada pula kemungkinan gosip yang bertentangan dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya.
2. Transformasi, dalam hal ini berita harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat dipakai untuk hal-hal yang lebih luas. Untuk itu sungguh diperlukan pemberian dari guru.
3. Evaluasi, untuk mengetahui benar atau tidaknya hasil dari transformasi pada tahap kedua, sehingga transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk mengerti gejala-gejala lain.

Teori berguru kognitif lebih mementingkan proses mencar ilmu dari pada hasil. Para penganut anutan kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan relasi antara stimulus dan respon. Tinjauan Brunner bersumber pada dua kepercayaan dasar, yaitu: Pertama, perolehan wawasan merupakan sebuah proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, pergeseran terjadi pada diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan berita yang telah dimilikinya.

Dalam teori mencar ilmu kognitifnya, Brunner menganjurkan cara berguru yang disebutnya discovery learning (berguru dengan mendapatkan sendiri). Dalam cara berguru ini diterangkan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan inovatif kalau guru memberi peluang kepada siswa untuk mendapatkan suatu hukum (tergolong desain, teori, defenisi, dan sebagainya) lewat teladan-pola yang menggambarkan (mewakili) hukum yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk mengenali kebenaran lazim (dari yang khusus ke yang umum).

Tujuan berguru sepenuhnya yaitu menemukan pengetahuan dengan sebuah cara yang mampu melatik kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan menemukan pengetahuan lewat mencar ilmu penemuan.

2. Implikasi
Adapun implikasinya antara lain:
1. Kepala sekolah memperlihatkan sarana dan akomodasi yang mendukung dalam pengaplikasikan teori belajar kognitif dalam acara pembelajaran.
2. Bagi guru, rumusan teori berguru kognitif bukan sekedar pengetahuan biasa. Sehingga guru harus bisa membimbing atau mengarahkan siswa dalam mencar ilmu untuk kenaikan mutu berguru siswa.


DAFTAR PUSTAKA
  • W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2005)
  • Dita Arini, “Jerome Brunner,” Blog Dita Arini. er.com/search?q=Jerome-Brunner (01 November 2011).
  • Ytarwiyana, “Biografi dan Teori Brunner,” Blog Ytarwiyana.er.com/search?q=Jerome-Brunner (10 November 2011).
  • Jumianto, “Teori Belajar Jerome S. Bruner,” Blog Jumianto. er.com/search?q=Jerome-Brunner (10 November 2011).
  • S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
  • Erman Suherman dan Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar Matematika (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III, 1993)
  • Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
  • Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
  • Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
  • Ahmad Sabari, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching (Ciputat: Quantum Teaching, 2005)
  • Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
  • Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta 2002).

-----------------------
Footnote
-----------------------
[1]W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2005), h. 625.
[2]Dita Arini, “Jerome Brunner,” Blog Dita Arini. er.com/search?q=Jerome-Brunner (01 November 2011).
[3]Ytarwiyana, “Biografi dan Teori Brunner,” Blog Ytarwiyana.er.com/search?q=Jerome-Brunner (10 November 2011).
[4]W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2005). h. 629.
[5]Jumianto, “Teori Belajar Jerome S. Bruner,” Blog Jumianto. er.com/search?q=Jerome-Brunner (10 November 2011).
[6]S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 9-10.
[7]W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2005). h. 403.
[8]Erman Suherman dan Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar Matematika (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III, 1993), h. 171.
[9]Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 33.
[10]Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 91.
[11]Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 40-41.
[12]Ahmad Sabari, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 12-13.
[13]Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 21.
[14]Ibid.
[15]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta 2002), h. 22-23.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)