Kamis, 03 September 2020

Makalah Tata Cara Observasi Eksperimen

Makalah Metode Penelitian Eksperimen
Oleh : Nurprapti Wahyu Widyastuti


A. Pengertian Eksperimen

Metode eksperimen ditujukan untuk meneliti korelasi alasannya balasan dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel pada satu (atau lebih) golongan eksperimental, dan membandingkan kesannya dengan kalangan kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi bermakna mengubah secara sistematis sifat-sifat (nilai-nilai) variabel bebas. Setelah dimanipulasikan, variabel bebas itu umumnya disebut garapan (treatment).

Untuk meneliti imbas adegan kekerasan dalam televisi pada sifat bergairah anak, kita mampu memberikan dua macam program televisi. Kepada satu kalangan dipertunjukkan program yang sarat adegan kekerasan, seperti membunuh, menghantam, menghancurkan dan sebagainya. Kepada kelompok lain kita suguhkan program ringan, seperti rekreasi, atau komedi. Kelompok pertama disebut kalangan eksperimental, yang kedua kalangan kontrol. Adegan kekerasan kita sebut garapan, alasannya golongan eksperimen kita garap dengan variabel yang kita manipulasikan. Katakanlah, agresi anak diukur dengan mengamati tingkah laris mereka sesudah menonton program televisi tersebut dalam masa tertentu. Terbukti, contohnya, bahwa anak yang terbuka (exposed) pada adegan kekerasan lebih berangasan dari kelompok anak lainnya.

Penelitian eksperimen dalam kenyataannya tidak sesederhana itu. Peneliti harus memperlihatkan, apakah tidak ada variabel luar yang berpartisipasi menjadikan efek. Misalnya, secara kebetulan pada golongan eksperimen terdapat lebih banyak anak yang mengalami putus asa dalam keluarganya. Frustasi mungkin yang menjadi alasannya, dan bukan adegan kekerasan.

Karena itu, sedapat mungkin peneliti mengusahakan agar perbedaan hasil pengamatan itu tidak disebabkan oleh hal-hal lain kecuali variabel bebas yang diteliti. Upaya ini disebut control.


B. Tujuan Penelitian Eksperimen

Tujuan dari penelitian eksperimental ialah untuk menilik ada-tidaknya kekerabatan sebab akibat serta berapa besar hubungan alasannya adalah akibat tersebut dengan cara menawarkan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kalangan eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Penelitian eksperimental dapat mengubah teori-teori yang sudah usang. Percobaan-percobaan dikerjakan untuk menguji hipotesa serta untuk menemukan hubungan-korelasi kausal yang gres. Tetapi, walaupun hipotesa telah diuji dengan tata cara percobaan, tetapi penerimaan itu atau penolakan hipotesa bukanlah merupakan penemuan sebuah kebenaran yang mutlak. Eksperimentasi atau percobaan bukanlah merupakan titik simpulan atau tujuan yang dikehendaki dalam penelitian. Eksperimen cuma merupakan suatu cara untuk meraih tujuan. Karena itu, maka kerap kali ada kritik-kritik kepada metode eksperimen karena interpretasi yang salah dari hasil percobaan, atau alasannya salahnya perkiraan yang dipakai ataupun sebab desain eksperimen yang kurang sempurna.

  • Pengertian Kontrol

Secara singkat, eksperimen ditandai tiga hal: (1) manipulasi – mengubah secara sistematis keadaan tertentu, (2) observasi – mengamati dan mengganti hasil manipulasi, dan (3) kendali – mengontrol kondisi-keadaan observasi ketika berlangsungnya manipulasi. Kontrol merupakan kunci penelitian eksperimental karena, tanpa kendali, manipulasi dan observasi akan menciptakan data yang confounding (mewaspadai).

Kondisi observasi yang ideal terjadi jikalau semua hasil observasi pada variabel tak bebas disebabkan oleh variabel bebas. Dengan mengendalikan kondisi observasi, kita mengusahakan supaya kombinasi skor pada variabel tak bebas betul-betul merupakan akibat variabel bebas.

Variasi skor pada variabel bebas lazimnya disebut ragam (variace). Ada tiga macam ragam: ragam pertama – ragam yang ditimbulkan oleh variabel bebas (ragam yang dikehendaki oleh peneliti); ragam kedua – ragam yang muncul sebab variabel luar yang secara sistematis mensugesti hasil eksperimen (ragam luar tidak diinginkan); dan ragam galat (error variance) – ragam yang timbul karena aspek-aspek tertentu, mirip alat ukur atau mekanisme penelitian yang mengakibatkan pengamatan yang tidak konsisten. Tugas pelaku eksperimen yaitu mengendalikan kondisi sehingga ia menemukan data yang terperinci menunjukkan kekerabatan antara variabel bebas dan variabel tak bebas. Ini dijalankan dengan (1) mempertinggi ragam pertama, (2) meminimalisir ragam galat atau ragam acak, dan (3) menertibkan ragam kedua (Kerlinger, 1977: 306). Inilah hakikatnya yang disebut prosedur kendali.

  • Prosedur Kontrol

Dalam eksperimen, kita berharap variabel eksperimental yang menyebabkan ragam dalam skor. Karena itu, wajar jikalau perbedaan diantara kondisi eksperimental dan keadaan kendali diusahakan sejauh mungkin. Misalnya kita ingin meneliti apakah tikus yang lapar lebih singkat berguru dengan diberi upah makanan daripada tikus yang kenyang. Untuk itu kalangan 1 harus diusahakan dalam kondisi hampir kenyang, dan kalangan 2 dalam kondisi yang betul-betul lapar. Ini dibutuhkan menciptakan skor yang benar-benarberlainan. Bila tingkat kelaparan itu cuma berbeda sedikit saja, kemungkinan perbedaan ragam diantara kedua golongan itu akan sedikit pula. Inilah prosedur kontrol pertama.

Prosedur kontrol yang kedua ialah meminimalkan galat. Ragam galat yang timbul alasannya adalah kekeliruan dalam pengukuran tentu tertuntaskan dengan selalu mempertinggi reliabilitas pengukuran. Dalam observasi sosial, ini berarti mempertegas batasan konstruk yang diteliti. Untuk mengukur partisipasi dalam kalangan, indikator partisipasi harus tegas tujukan dan mesti secara konsisten dipergunakan. Cara lain untuk meminimalkan ragam galat adalah menambah jumlah sampel. Bila besarnya sampel memadai, efek faktor kebetulan mampu dihilangkan.

Prosedur kendali yang ketiga ialah mengatur ragam kedua. Seperti sudah disebutkan dimuka, ragam kedua yaitu ragam yang ditimbulkan oleh variabel luar (atau variabel sekunder) diluar variabel bebas. Seorang peneliti ingin mengenali dampak berbagai jenis media pada pengetahuan dan perilaku para siswa. Makara, dia membagi para siswa menjadi empat golongan sesuai dengan media komunikasi yang dipergunakan: kelompok video, golongan slides, golongan pita rekaman, dan kalangan ceramah.

Setiap kelompok menerima penjelasan – melalui media masing-masing – wacana ilmu komunikasi. Sesudah itu responden diukur dalam pengetahuan-nya perihal ilmu komunikasi dan sikapnya (senang atau tidak senangnya) kepada ilmu komunikasi.

Sebelum observasi dilanjutkan, peneliti harus merenung dahulu (bisa sebentar, bisa usang). Ia, contohnya, ingat berapa hal: kecerdasan siswa, pengetahuan sebelumnya perihal komunikasi, latar belakang sosial ekonomi. Andaikan kalangan video ternyata mempunyai skor tertinggi dalam pengetahuan. Dapatkah kita diyakinkan bahwa skor tersebut disebabkan oleh penggunaan video? Siapa tahu, golongan video ternyata berisikan siswa-siswa yang pintar. Siapa tahu, mereka sudah pernah mendengar atau membaca ilmu komunikasi sebelumnya. Siapa Tahu, mereka berasal dari latar belakang sosioekonomi yang tidak asing dengan dunia komunikasi. Sekarang, bagaimana caranya biar “siapa tahu” ini mampu dibungkam – secara ilmiah, pastinya. (Pembungkaman dengan kekuasaan yaitu lawan ilmuwan atau ilmuwan adalah lawan kekuasaan!)

Ada lima cara untuk – sekali lagi, secara ilmiah – mendiamkan pertanyaan-pertanyaan usil di atas: (1) eliminasi, (2) konstansi, (3) randomisasi, (4) variabel bebas kedua, dan (5) kendali statistik. Eliminasi yakni menyingkirkan variabel luar sama sekali, dengan mengusahakan biar subjek-subjek bersifat sehomogen mungkin dalam variabel tersebut. Pada pola penelitian di atas, peneliti hanya mengambil para siswa yang tingkat IQ-nya berkisar antara 100-110. Siswa-siswa yang mempunyai IQ di atas atau di bawah itu dikeluarkan dari sampel. Sayangnya, cara ini sering lebih yummy diucapkan ketimbang dikerjakan. Lagipula, kita tidak dapat menggeneralisasikan penelitian terhadap para siswa lainnya. Nanti kita hanya dapat berkata: Video yakni media yang paling kuat pada siswa-siswa yang pandai. Pada siswa-siswa yang kurang pandai bagaimana? Jawabannya pendek: Tidak tahu!

Akhirnya peneliti menentukan mengikutsertakan siswa-siswa dengan latar belakang IQ yang bermacam-macam. (Mungkin peneliti menggumamkan sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.) Tetapi, bagaimana caranya menertibkan variabel kecerdasan? Konstansi. Disini kita mengusahakan supaya rata-rata kecerdasan keempat kelompok itu tidak berlainan. Yang kita kerjakan adalah menjodohkan (matching) atau mengeblok (blocking). Agar tidak menjemukan dan untuk memudahkan, kita gunakan teladan yang lain. Peneliti ingin mengenali teknik persuasi mana yang paling efektif untuk mengubah sikap. Siswa dibagi ke dalam dua golongan: kelolmpok I dipersuasi dengan imbauan takut (fear appeals), kalangan II dipersuasi tanpa imbauan takut. Ada dua puluh orang subjek dengan skor IQ yang berkisar antara 128 dan 86. Skor IQ mereka diperingatkan dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Dengan memakai uang receh Rp 100,00 Anda memasukkan setiap siswa ke dalam kelompoknya. Bila yang tampak gambar burung, siswa pertama masuk ke dalam kalangan I dan siswa kedua tentu masuk ke dalam golongan II. Bila yang terlihat abjad, siswa pertama masuk ke dalam kelompok II dan siswa kedua pasti masuk ke dalam kalangan I. Begitulah seterusnya sehingga siswa-siswa terbagi merata ke dalam kedua kalangan.

Kelompok I Kelompok II

127
121
113
__ _ _ _ _
86

Perlu dimengerti bahwa cara menjodohkan ini tidak menetralisir efek IQ, namun hanya menyebarkan secara merata di antara kedua kalangan sehingga perbedaan para variabel terikat di antara kedua kalangan tidak disebabkan oleh variabel IQ. Pada eliminasi, efek variabel IQ itu sama sekali dihilangkan.

Bila variabel kedua tidak dapat dieliminasi dan tidak dapat didistribusikan secara merata dengan cara menjodohkan atau mengeblok, kita melakukan randomisasi. Randomisasi berarti memilih subjek secara random, mengelompokkannya secara random dan mengenakan garapan (treatment) secara random pula. Bila randomisasi dijalankan secara sempurna, maka kalangan-kalangan yang diteliti secara statistik sama dalam banyak sekali karakteristiknya. Variabel latar belakang sosial ekonomi – karena sukar dieliminasi atau dijodohkan – dapat kita samakan dengan randomisasi. Menurut mahir-andal statistik, responden yang dipilih secara random akan memberikan sebaran distribusi yang wajar . Bila Anda adalah peneliti mahasiswa yang mesti meneliti mahasiswi, tanpa randomisasi Anda akan cenderung meneliti mahasiswi-mahasiswi yang anggun saja. Subjek-subjek Anda menyebar secara “menceng” (skewed). Soalnya, Anda tidak lagi meneliti, namun ngeceng (Maaf!). Kalau Anda memilih subjek secara random, Anda akan mendapatkan dalam sampel Anda sedikit yang elok, sedikit yang buruk, dan kebanyakan rata-rata.

Seringkali variabel kedua itu tidak mampu kita atasi – dengan eliminasi, menjodohkan atau randomisasi. Dalam keadaan begitu, kita mesti menyebabkan variabel kedua itu variabel bebas kedua. Apalagi bila secara teoretis variabel kedua itu memang menjadi variabel penyebab yang penting. Misalnya, kita ingin meneliti imbas film kekerasan pada tingkat aksi belum dewasa. Setelah kita mengontrol beragam variabel kedua, kita ternyata masih memiliki variabel kedua yang belum terkontrol -–adalah jenis kelamin. Secara teoretis, laki-laki diduga lebih bergairah dibandingkan dengan perempuan. Karena itu, kita jadikan jenis kelamin sebagai variabel bebas kedua. Semula kita mempunyai dua kalangan saja: golongan yang menonton film kekerasan dan yang tidak menonton film kekerasan. Sekarang, kita mempunyai empat kalangan: kelompok I (pria, menonton film kekerasan), kelompok II (laki-laki, tidak menonton film kekerasan), golongan III (wanita, menonton film kekerasan), kelompok IV (wanita, tidak menonton film kekerasan).

Adakalanya setelah berjalan observasi, didapatkan ada variabel kedua yang tidak terkontrol atau semenjak semula variabel itu tidak mampu dikontrol dengan cara-cara di atas. Untuk mengatasinya kita melakukan kendali statistik, yakni pengendalian dengan memakai “kiat” statistik. Salah satu cara yang mudah untuk itu ialah analisis kovarians. Pada teladan kita yang pertama – imbas media pengetahuan dan perilaku – peneliti menemukan bahwa semua kelompok, kecuali kelompok video, menawarkan rata-rata skor yang serupa dalam pre-test (prauji) wawasan komunikasi. Karena kolompok video menawarkan rata-rata skor yang lebih rendah, perbedaan antara kalompok video dengan kalangan-golongan yang lain kita perhitungkan dalam menghitung perbedaan skor pengetahuan pada pottest (pascauji).

Tidak mungkin di sini diuraikan analisis kovarians. Anda dapat membacanya dalam buku-buku statistik. Tetapi – sekedar menunjukkan citra – aku ambil teladan yang sederhana. Kita ingin membandingkan imbas dua tata cara komunikasi instruksional dalam mengajarkan matematika – metode konvensional dan sistem CBSA (cara belajar siswa aktif). Pascauji matematika siswa ternyata memberikan rata-rata yang berbeda. Kelas konvensional menciptakan rata-rata skor matematika 60 dan kelas CBSA memiliki rata-rata skor matematika 80. Akan tetapi, dalam prauji kita ketahui bahwa rata-rata IQ kelas konvensional adalah 90, dan rata-rata IQ kelas CBSA sama dengan 100. Oleh sebab itu, kita harus menyesuaikan rata-rata skor matematika kelas CBSA dengan rata-rata skor matematika kelas konvensional. Penyesuian ini dilaksanakan dengan menggunakan perbandingan antara rata-rata IQ kedua kelas tersebut. Sebelum pembiasaan, yang kita bandingkan adalah perbedaan antara 80 dan 60. Karena perbandingan rata-rata IQ adalah 90 : 100, maka skor matematika kelas CBSA kita sesuaikan. Rata-rata skor matematika kelas CBSA tidak lagi 80, tetapi 90/100 x 80 = 72. Kaprikornus, yang kita perbandingkan dan kita uji perbedaannya secara statistik adalah angka rata-rata 72 dan 60 (bukan lagi 80 dan 60).

Secara singkat ada lima cara untuk mengontrol variabel kedua: eliminasi, konstansi, randomisasi, variabel bebas kedua, dan kontrol statistik. Kelima cara itu menentukan rancangan penelitian eksperimental.


C. Langkah-langkah Eksperimen

Kempthorne (1962) memperlihatkan langkah-langkah dalam menyiapkan eksperimen selaku berikut:
  1. Rumusan persoalan.

  2. Formulasikan hipotesa.

  3. Pengaturan teknik serta rancangan eksperimen.

Penyelidikan atas kemungkinan-kemungkinan hasil yang diperoleh dari percobaan dan menghubungkan kembali terhadap alasan-alasan mengapa percobaan harus dikerjakan. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan bahwa eksperimen-eksperimen yang akan dikerjakan sungguh-sungguh akan menunjukkan keterangan-informasi yang diharapkan.

Memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap teknik dan prosedur statistik yang akan dipakai untuk meyakinkan bahwa kondisi yang diharapkan untuk memakai teknik di atas cukup valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

  1. Laksanakan percobaan.

  2. Aplikasikan teknik statistik tehadap eksperimen tersebut.

Tarik kesimpulan dari estimasi-estimasi yang diperoleh serta dari tiap kuantitas yang diperoleh serta dari tiap kuantitas yang dievaluasikan dengan ukuran-ukuran reliabilitas yang umum dipakai. Pertimbangan secara hati-hati validitas dari kesimpulan serta pada populasi mana kesimpulan tersebut ingin diinferensikan.

Berikan evaluasi kepada seluruh penelitian dan bandingkan dengan eksperimen-eksperimen lain yang telah dijalankan dengan masalah yang serupa atau hampir serupa.


D. Desain Eksperimen

Desain eksperimen yaitu step-step atau langkah yang utuh dan berurutan yang dibuat lebih dahulu sehingga keterangan yang ingin diperoleh dari eksperimen akan memiliki hubungan yang positif dengan problem observasi. Dengan adanya rancangan eksperimen ,maka iman akan diperoleh data yang tepat serta dapat dianalisa secara objektif makin bertambah, dan inferensi yang vailid kepada populasi yang diharapkan akan terjamin diperoleh. Karena desain eksperimen diperlukan untuk sedapat mungkin memaksimumkan dan menemukan informasi-informasi yang berafiliasi dengan persoalan penelitian, maka rancangan eksperimen harus sederhana, efesien, serta efektif, sesuai dengan waktu, duit, tenaga kerja serta material yang dipakai dalam eksperimen tersebut. Ciri-ciri eksperimen yang baik yakni selaku berikut:

Desain yang baik mampu memaksimisasikan variance dari variabel-variabel yang berhubungan dengan hipotesa yang ingin di uji, serta dapat meminisasikan variance dari variabel penggangu serta variabel yang berada di luar penelitian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya randomisasi terhadap perlakuan serta replikasi.

Desain yang baik mesti mampu menjawab dua pertanyaan pokok, yakni validitas internal, atau apakah manipulasi eksperimen memang sungguh-sungguh menimbulkan perbedaan, dan kedua, validitas eksternal, atau hingga berapa jauh penemuan-penemuan eksperimen cukup representatif untuk dibuat generalisasi pada keadaan yang sejenis.

Desain yang bagus, secara simultan dapat menawarkan informasi tentang imbas variabel perlakuan, variasi yang berkaitan dengan variabel yang dipakai untuk menciptakan penjabaran serta mampu diketahui interaksi antara kombinasi variabel bebas dan/atau variabel-variabel yang dipakai untuk menciptakan klasifikasi tertentu.

Dengan adanya desain yang baik, maka variabel-variabel yang relevan mampu dikelola. Tetapi dengan adanya manipulasi serta pengontrolan tersebut, keadaan menjadi imitasi. Jika tata cara eksperimen ini dijalankan kepada barang hidup, lebih-lebih insan, maka pembatasan-pembatasan imitasi ini merupakan kelemahan dari sistem eksperimen.


E. Melaksanakan Eksperimen

Setelah perencanaan berakhir, dan desain yang tepat telah terpilih, maka tibalah saatnya untuk melaksanakan eksperimen. Hal yang pertama-tama perlu diamati dalam pelaksanaan eksperimen, adalah pengenalan terhadap material yang digunakan dalam eksperimen. Jika material yang dipakai cukup banyak, ,maka diharapkan adanya check list dari material yang digunakan. Jika digunakan bahan-bahan kimia, maka mesti terang dicatat sumber, furifikasi, grading dari materi-bahan tersebut. Misalnya, bila dalam perlakuan dipakai insektisida, maka perlu diterangkan apakah insektisida tersebut dalam formulasi tertentu mirip 50 WP, 20 e.c. dan sebagainya.

Pengamatan terhadap performance eksperimen harus dilakukan secara periodik sesuia dengan jadwal yang sudah dikontrol. Adanya kelainan-kelainan harus dicatat serta dilaksanakan pengukuran-pengukuran. Observasi mesti dilaksanakan dengan teliti, di samping menggunakan indera mata, maka gunakan tangan dan otak. Dalam observasi, maka diperlukan satu buku catatan, ,yang dinamakan record book. Data yang dibutuhkan segera dimasukkan dalam record book tersebut pada waktu observasi dilakukan. Jangan lakukan penundaan catatan dengan mempercayai kenangan. Hindarkan mencatat sementara di lembaran-lembaran lepas yang kemudian akan dimasukkan dalam record book. Tiap entry, mesti diberi tanggal yang jelas.

Buku catatan berisi kolom-kolom dengan tolok ukur yang diperlukan dalam observasi. Selain kolom-kolom untuk mengisi data kuantitatif dari pengukuran, maka harus ada kolom kawasan catatan kualitatif perihal performance eksperimen. Dalam menggambarkan sifat-sifat kualitatif, maka gunakan kata-kata dan kalimat yang terperinci dan gampang diketahui. Jika perlu dibentuk denah, diagram dan lain-lain, maka lukisan, denah serta diagram harus terang. Observasi menghendaki ketabahan. Pengamatan yang buru-buru tidak ada gunanya sama sekali.

Data mesti dimasukkan dalam record book dalam bentuknya yang paling primer, dan jangan data yang sudah diadakan kalkulasi atau transformasi.

Suksesnya eksperimen tidak saja tergantung pada sumber fisik, tetapi juga dari sumber insan itu sendiri. Masalah perilaku, kecepatan melakukan pekerjaan , semangat, dogma terhadap diri-sendiri sungguh mensugesti kesuksesan eksperimen. Dua sifat penting dari tiap peneliti yaitu sifat yakin kepada diri sendiri dan sifat antusias. Kesungguhan bekerja sangat dipengaruhi oleh kepercayaan diri sendiri, di samping perlunya dorongan serta bimbingan dari atasan ataupun dari pembimbing penelitian. Antusian ialah produk dari keadaan lingkungan.

Kekurangan dengan bekerja secara team work antara lain banyak terbuangnya man-hour, sulit mendapatkan co-worker yang simpatik, dan dapat mengurangi iman mampu berdiri diatas kaki sendiri serta mempunyai kecenderungan terhadap ketergantungan kepada kawan.


Syarat-syarat Percobaan yang Baik

Beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh suatu eksperimen yang memenuhi syarat. Syarat-syarat pokok antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Eksperimen harus bebas dari bias.

  2. Eksperimen mesti punya ukuran kepada error.

  3. Eksperimen harus punya ketetapan.

  4. Tujuan mesti didefinisikan sejelas-jelasnya.

  5. Eksperimen mesti punya jangkauan yang cukup.

8.a Eksperimen harus bebas dari bias

Eksperimen mesti sedemikian rupa dijadwalkan sehingga tidak bias. Ketidakbiasan

Suatu eksperimen mampu dijamin dengan adanya desain yang baik. Secara garis besar, adanya randomisasi meminimalkan sifat bias dari eksperimen.

8.b Harus ada ukuran terhadap error

Dengan adanya desain yang baik, maka error mampu diukur. Dalam ungkapan desain eksperimen error tidak sama artinya dengan kesalahan. Yang dimaksud dengan error adalah semua variasi ekstra, yang juga menghipnotis hasil di samping imbas perlakuan-perlakuan. Dengan adanya ukuran error, maka eksperimen menjadi objektif sifatnya. Ukuran error ini bergantung pada rancangan eksperimen yang diseleksi.

8.c Eksperimen harus punya ketepatan.

Eksperimen mesti dikerjakan dengan desain yang dapat memperbesar ketepatan. Ketepatan mampu terjamin bila error teknis mampu dihilangkan dan adanya replikasi pada eksperimen. Ketepatan atau presisi dapat ditingkatkan kalau error teknis, mirip kurang akuratnya alat penimbang, kurang baiknya dalam menggunakan meteran, dan sebagainya, maka jumlah replikasi dapat memperbesar ketetapan eksperimen.

8.d Tujuan eksperimen harus jelas.

Sering kita lihat bahwa eksperimen-eksperimen yang dijalankan oleh peneliti-peneliti muda kurang terang tujuan eksperimennya. Tujuan eksperimen dengan menyampaikan “…bermaksud untuk membandingkan perlakuan A dengan perlakuan B,” dan seterusnya, ialah kurang terperinci. Tujuan eksperimen harus dibuat sejelas-jelasnya, ditambah dengan argumentasi-alasan yang besar lengan berkuasa mengapa memilih perlakuan demikian. Pada keadaan mana balasannya akan diaplikasikan serta pada daerah ilmu mana sasaran observasi tersebut ingin diterapkan. Tujuan eksperimen didefinisikan dan mampu dituangkan dalam hipotesa-hipotesa nol yang akan dikembangkan.

8.e Eksperimen mesti punya jangkauan yang cukup

Tiap eksperimen mesti memiliki jangkauan atau skope yang cukup sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk lebih memperjelas pengertian jangkauan atau skope, marilah kita lihat ekesperimen berikut ini. Seorang peneliti ingin melihat pengaruh menawarkan susu pada anak lembu. Peneliti akan melakukan eksperimen. Timbul pertanyaan. Sampai umur berapa kita sebutkan lembu sebagai anak lembu.Sampai umur 3 bulan. Sampai umur 5 bulan. Sampai umur di mana anak lembu berhenti menyusui? Pemilihan umur anak lembu yang mau dicoba dalam observasi tersebut adalah jangkauan dari eksperimen. Yang telah terang, jangkauan atau skope dari eksperimen di atas adalah kecil, karena si peneliti hanya memperhatikan satu stage saja dari seluruh pertumbuhan lembu sampai lembu tersebut mati. Skope penelitian mesti sesuia dengan tujuan observasi. Apakah eksperimen cuma dilaksanakan untuk bibit satu tumbuhan uuntuk menyaksikan daya kecambahnya, ataukah hingga flora tersebut berbuah? Dan sebagainya. Skope dari eksperimen sangat penting artinya untuk keperluan menyelenggarakan perulangan eksperimen sehingga satu faktor telah kita atur konstan. Tetapi pada sampaumur ini dengan adanya teknik eksperimen faktiorial, pengulangan eksperimen telah dapat dikerjakan secara simultan. Misalnya kalau ingin diuji imbas dua jenis pupuk dengan level yang berlawanan, maka peneliti tidak perlu membuat dua eksperimen, ialah eksperimen pertama untuk membandingkan level pupuk pertama, dan percobaan kedua untuk membandingkan level pupuk yan lain. Tetapi dapat dibuat satu eksperimen dengan kombinasi jenis pupuk dan level pemupukan denga eksperimen faktorial.


F. Jenis-jenis Metode Eksperimen

Eksperimen banyak ragamnya. Ada yang dinamakan eksperimen absolut, dimana eksperimen digunakan untuk menyelenggarakan estimasi kepada sebuah set pengamatan dengan hasil yang memiliki reliabilitas yang tinggi. Misalnya eksperimen untuk memilih muatan dari dari satu elektron. Dengan mengulang-ngulang eksperimen maka walaupun hasil observasi tidak sama, tetapi dengan rancangan dan teknik yang sepadan. Peneliti dapat mampu menyelenggarakan estimasiterhadap muatan elektron tersebut. Di lain pihak ada eksperimen yang dikerjakan dengan menyelenggarakan perbandingan. Ini dinamakan eksperimen perbandingan (comparative experiment). Dalam hal ini, dijalankan sebuah eksperimen dengan membandingkan perlakuan-perlakuan dan membendingkan dampak perlakuan-perlakuan tersebut terhadap satu populasi yang dipilih.


DAFTAR PUSTAKA
  • Anders Hansen, Simon Cottle, Ralph Negrine, and Chris Newbold. Mass Communication Research Methods. Macmillan Press LTD. England. 1998.
  • Malo, Manase, Prof., Dr. Metode Penelitian Sosial. Universitas Terbuka, 1998.
  • Nazir, Mohammad. Ph.D. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia Jakarta. 1988.
  • Neuman, W. Laurence. Social Research Methods, Qualitatif & Quantitatif Approache. Allyn & Bacon. USA. 1997.
  • Rakhmat, Jalaluddin, Drs., M.Sc. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya – Bandung 2002.
  • Rangkuti, Freddy. Riset Pemasaran. Gramedia Pstaka Utama. Jakarta. 1997.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon