Jumat, 24 Juli 2020

Makalah Pelaksanaan Pendidikan Islam Di Ptais

Makalah Pelaksanaan Pendidikan Islam
Di Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)
Oleh: Hery Nugroho

BAB I
PENDAHULUAN

Konsekuensi dari adanya UU tersebut, maka setiap jenjang harus melaksanakan pendidikan agama dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pengertian pendidikan agama dijabarkan dalam PP. No. 55 tahun 2007 perihal Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1 ayat 1 disebutkan, pendidikan agama ialah pendidikan yang menunjukkan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan penerima bimbing dalam mengamalkan pemikiran agamanya, yang dilakukan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Diantara pendidikan agama yang ada di Indonesia ialah pendidikan Islam. Dari sisi penyelenggaraan pendidikan Islam di sekolah tinggi tinggi, menurut penulis mampu dibagi menjadi tiga macam, yaitu: pertama, akademi tinggi Islam yang diselenggarakan pemerintah. Jenis ini juga disebut dengan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), misalnya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Walisongo Semarang, STAIN Salatiga, dan lain-lain. Kedua, sekolah tinggi tinggi Islam yang diselenggarakan penduduk atau disebut dengan Perguruan Tingi Agama Islam Swasta (PTAIS), contohnya Universitas Sultan Agung Semarang, Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sekolah Tinggi Agama Islam Wali Sembilan Semarang, Ma’had ‘Ali yang berada di pondok pesantren dan lain-lain. Ketiga, Pendidikan Islam yang dijalankan Perguruan Tinggi Umum baik yang diselenggarakan pemerintah maupun penduduk misalnya UNDIP, UNNES, UGM, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), dan lain-lain.

Lebih khusus lagi Qomar (2007:101), membagi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dari sisi tanggung jawabnya pengelolaan, dibagi menjadi dua, ialah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan Pergururuan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). PTAIN nyaris sepenuhnya didanai pemerintah, sedangkan PTAIS hampir sepenuhnya didanai oleh penduduk . Dalam makalah ini yang hendak dibahas penulis dalah pelaksanaan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). Kemudian untuk menfokuskan pembahasan tulisan ini akan dibatasi pada sejarah bangkit PTAIS, pelaksanaan, problematika, dan solusinya.


BAB II
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Pendidikan Islam
Di Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)

A. Sejarah berdirinya PTAIS
Pertumbuhan sekolah tinggi tinggi agama Islam (PTAI) tidak lepas dari eksistensi PTAIS. Hal ini bisa dilihat awal berdirinya PTAI ternyata berasal dari PTAIS. Sebenarnya keberadaan PTAIS telah ada sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1930-an, telah muncul hasrat dan cita umat Islam Indonesia untuk mendirikan perguruan tinggi tinggi Islam. Menurut Daulay (2004:135) menyebutkan pada ketika itu Dr. Satiman bercita-cita untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam di tiga kawasan, yaitu Jakarta, Solo, dan Jakarta. Kemudian sepuluh tahun berikutnya, tepatnya tanggal 9 Desember 1940 di Padang berdiri Sekolah Islam Tinggi (SIT) yang diresmikan oleh persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI), walaupun pada hasilnya ditutup karena pendudukan Jepang pada tahun 1942 (Asrahah, 1999: 204).

Semangat berdirinya Sekolah Tinggi Islam juga tumbuh di Jawa, yaitu pada bulan April 1945, Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) menggelar konferensi dengan mengundang para ulama dan intelektual untuk menyiapkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam (Darwis, 2006: 26). Ulama dan intelektual yang hadir dalam pertemuan tersebut yaitu KH. Wahid Hasyim, KH. Masykur, KH. Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Anwar Cokroaminoto, Dr. Satiman, KH. Ahmad Sanusi, dan KH. Kahar Mudzakir.

Diantara hasil pertemuan adalah dibentuknya panitia perencana Sekolah Tinggi Islam (STI) yang diketuai Muhammad Hatta. Hasil kerja panitia tersebut yakni didirikannya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1945. Tujuan didirikannya STI ialah untuk mencetak ulama intelek adalah sosok muslim intelektual yang mempunyai ilmu pengetahuan agama yang luas dan mendalam dan sekaligus menguasai ilmu wawasan umum yang dibutuhkan masyarakat terbaru.

Dalam perkembangan selanjutnya, kondisi Jakarta tidak memungkin diselenggarakannya pendidikan tinggi. Hal ini disebabkan Belanda menduduki kembali Kota Jakarta, terpaksa STI di Jakarta dipindahkan ke Yogyakarta dengan nama Universitas Islam Indonesia (UII) dan dibuka tanggal 10 Maret 1948 (Darwis, 2006: 26). Pada ketika itu UII mempunyai empat fakultas, ialah Fakultas agama, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Ekonomi. Dari UII telah mengukir dalam sejarah dalam memulai pengembangan lembaga pendidikan lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia dengan menyerahkan Fakultas Agama UII terhadap Negara, kesudahannya menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1950 (Hasjmy, 1979: 31). Hal serupa juga terjadi pada UII Cabang Surakarta (sebelumnya berjulukan Perguruan Tinggi Islam Indonesia) tiga fakultas biasa bareng dengaan beberapa fakultas dari swasta yang lain dan IKIP Negeri yang telah ada menjadi Universitas Negeri Surakarta (UNS) Surakarta.

Dari klarifikasi di atas, dapat dikenali bahwa keberadaan PTAIS menawarkan kontribusi kepada kemajuan PTAIN di Indonesia. Sehingga keberadaan PTAIS tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan penduduk .

B. Pelalaksanaan Pendidikan Islam di PTAIS
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 155 Tahun 2004 ihwal Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta yang menyangkut ihwal Pembinaan, Pengawasan dan Pemberdayaan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) secara fungsional yaitu menjadi peran dan tanggung jawab Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Agama Islam. Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) mempunyai tanggung dan fungsi melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap penyelenggaraan PTAIS yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan dedikasi kepada masyarakat. Menurut data Direktorat Pendidikan Tinggi Islam tahun 2006, terdapat 511 Perguruan Tinggi Agama Islam yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah ini terdiri dari empat klasifikasi, ialah:

1. Universitas Islam Negeri (UIN) sebanyak 6;
2. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) sebanyak 12;
3. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) sebanyak 32;
4. Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) sebanyak 461.

Program-acara studi tersebut terdiri dari dua kalangan besar adalah Program Studi Ilmu-ilmu Keislaman (Ushuluddin, Syari’ah, Tarbiyah, Dakwah, Adab) dan Program Studi Ilmu-ilmu Umum (Kedokteran, Psikologi, Ekonomi, Sains dan Teknologi, Sosial Humaniora, dan Ilmu Pengetahuan Alam). Sedangkan jumlah Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta di Jawa Tengah terdapat 32 dengan tiga bentuk, yaitu pertama, Insitut Agama Islam ada 2 forum. Kedua, Sekolah Tinggi Agama Islam ada 21 lembaga. Ketiga, Fakultas Agama Islam ada 9 lembaga. (Kopertais, 2009:2) Adapun acara studi yang diselenggarakan PTAIS di lingkungan Kopertais Wilayah X Jawa Tengah ada 68 prodi, yakni:

1. Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) diselenggarakan 25 PTAIS;
2. Prodi Pendidikan Guru MI (PGMI) diselenggarakan 5 PTAIS;
3. Prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) diselenggarakan 3 PTAIS;
4. Prodi Mu’amalat diselenggarakan oleh 1 PTAIS;
5. Prodi Perbankan Syari’ah diselenggarakan oleh 1 PTAIS;
6. Prodi Ekonomi Islam diselenggarakan oleh 1 PTAIS;
7. Prodi Akhwalul Syakhsyiyah (AS) diselenggarakan oleh 14 PTAIS;
8. Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam diselenggarakan oleh 5 PTAIS
9. Prodi Perbandingan Agama diselenggarakaan oleh 1 PTAIS;
10. Prodi Tafsir Hadis diselenggarakan oleh 2 PTAIS;

(Sumber: Data Prodi PTAIS di lingkungan Kopertais Wilayah X Jawa Tengah tahun 2009)

Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTAI) termasuk PTAIS, diresmikan dalam rangka untuk menjawab tantangan ke depan, yaitu mencetak sarjana yang memilki kualifikasi dalam bidang agama Islam. Sesuai dengan pembidangan di atas, alumni PTAI yakni sarjana yang termasuk ke dalam tataran keilmuan yang teoriritis dan implementatif. Sebagai ciri keilmuan yang teoritis dan implementatif yaitu keahlian yang tidak semata-mata implementatif, tetapi juga memilki kemampuan konseptual, yang berciri khas analitik.

Keahlian analitik diharapkan karena mereka berhadapan dengan pergantian sosial secara terus menerus yang tentunya juga mengharuskan pergeseran paradigma dalam berpikir. Ilmu-ilmu agama memiliki kaitan dengan dunia sosial-antropologis, bahkan politik dan ekonomi, sehingga pengembangan keilmuan Islam juga mesti tertata dengan baik. Sehubungan dengan itu, maka produk PTAIS akan memilki profil sebagai sarjana yang memiliki kesanggupan untuk melakukan analisis kepada perubahan-perubahan sosial-relegius menurut pendekatan keilmuan yang relevan.

Peranan pendidikan tinggi dalam pengembangan sumber daya manusia mampu dicirikan pada tiga hal. Pertama, mencetak manusia yang bertanggung jawab. Menurut Azizi (2001: 122), bahwa ada kaitan antara fitrah, darul baka dan tanggung jawab. Setiap tindakan pasti ada tanggung jawabnya yang berkonsekuensi di akhirat. Tanggung jawab tidak cuma sekedar administratif di dunia, namun lebih jauh secara substantif di darul baka. Melalui tanggung jawab inilah akan tercipta etika sosial, alasannya setiap langkah-langkah dalam bentuk apapun akan mempunyai nilai tanggung jawab baik dunia maupun alam baka.

Kedua, peran kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir mengajarkan pada kita bahwa ilmu wawasan yakni fasilitas untuk membebaskan, dalam arti bahwa lewat kesanggupan berpikir insan diajarkan untuk menemukan (discovery) perihal sesuatu dalam bidangnya. Kebebasan dalam konteks ini ialah keleluasaan untuk menemukan sesuatu, merevisi, atau menguatkan suatu dalil, teori dan desain yang telah ada untuk kemaslahatan.

Ketiga, penguasaan terhadap kompetensi. Pendidikan harus mengarahkan peserta bimbing pada keterampilan tertentu sehingga menjadi fasilitas untuk mengakses kehidupan. Oleh alasannya itu maka pendidikan tinggi harus dirancang untuk merealisasikan sarjana yang profesional sesuai dengan keahliannya. Sedangkan dalam kebijaksanaan strategis akademi tinggi Islam termasuk PTAIS, menurut Feisal (1995: 155) ialah:
  • Membina dan memperbarui keimanan mahasiswa sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam yang bersumber terhadap Al-Quran, As-Sunah, dan ijtihad atau pedoman skolastik yang menggambarkan cara berfikir normatif dan berfikir deskriptif empiris;
  • Mengembangkan rasa, perilaku, dan akhlak yang cocok dengan nilai-nilai agama yang universal;
  • Mengembangkan kemampuan intelektual sehingga bisa berpikir ilmiah rasional dan logis;
  • Mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu untuk dapat secara konkret menyelesaikan persoalan yang dihadapinya sehari-hari.
Sementara itu, pelaksanaan pendidikan Islam di PTAIS tidak lepas peran serta masyarakat. Sebagian masyarakat di Indonesia masih menatap agama sebagai hal yang urgen dalam kehidupan. Oleh alasannya adalah itu mengenali dan mengerti masalah agama merupakan hal yang wajib. Maka wajar bila di Indonesia terdapat beberapa pesantren dan forum pendidikan Islam dengan jumlah santri yang relatif banyak. Kondisi seperti itu dapat menunjang kuantitas mahasiswa PTAIS. Sehingga PTAIS tidak sampai kekurangan mahasiswa.

Pada segi lain, penduduk Indonesia relatif paternalistik sehingga keterikatan pada tokoh penduduk atau kyai masih besar. Dalam konteks ini, kyai merupakan status yang dihormati dengan berbagai peran yang dimainkan dalam penduduk . Ketokohan dan kepemimpinan kyai sebagai akhir dari status yang disandangnya, sudah menawarkan betapa kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadiannya (kharisma) dalam memimpin pesantren dan penduduk .

Hal ini mampu dilihat bagaimana seorang kyai dapat membangun peran strategisnya selaku pemimpin penduduk nonformal melalui komunikasi intensif dengan masyarakat. Kyai dengan karisma yang dimilikinya tidak cuma dikategorikan selaku elit agama, tetapi juga selaku pemimpin (tokoh sentral) dalam masyarakat yang memiliki otoritas tinggi. Karisma kyai merupakan karunia yang diperoleh dari latihan (riyadlah) dan anugerah Tuhan. (Turner, 1984: 168) Sehingga apa yang menjadi kehendak dan pertimbangan kyai, akan dibarengi dan dipatuhi oleh masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, kyai ialah sumber legetimasi yang potensial bagi PTAIS. Sehingga pencitraan PTAIS mampu dibangun dari sini.

C. Problematika pelaksanaan Pendidikan Islam di PTAIS
Diakui atau tidak, kini ini kualitas PTAIS masih kalah dengan PTAIN. Image yang semacam ini tentu tidak menguntungkan posisi PTAIS yang dikategorikan selaku peringkat kedua. Dari jumlah PTAIS cuma terdapat beberapa akademi tinggi yang dibilang patut, selebihnya masih di bawah tolok ukur. Permasalahan-problem dalam pelaksanaan pendidikan Islam di PTAIS yakni:

a. PTAIS belum menjadi pilihan utama kandidat mahasiswa
Selama ini pada umumnya kandidat mahasiswa (input) yang masuk PTAIS yakni mereka yang gagal dalam ajang masuk di PTN dan PTAIN. Sehingga bisa dikatakan bahwa mereka yang masuk PTAIS yaitu mahasiswa yang kurang bermutu baik dari segi intelegensinya maupun ekonominya. Akibatnya tentu saja lulusan (out put) pendidikan menjadi kurang optimal.

Menurut data Kopertais daerah X, ditemukan ada PTAIS di Jawa Tengah yang jumlah mahasiswa kurang dari seratus orang. Misalnya, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Kamal Sarang Rembang jumlah mahasiswa 22 orang, FAI Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) jumlah mahasiswa 45 orang, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin Chozinatul Ulum Blora jumlah mahasiswa 50 orang, Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Kebumen jumlah mahasiswa 65 orang, STAI Sufyan Tsauri Majenang memiliki mahasiswa sebanyak 75 orang, STAI Al-Husain Magelang memiliki mahasiswa sebanyak 81 orang.

b. banyak dosen yang belum menyanggupi tugas keprofesionalan
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 ihwal guru dan dosen Pasal 60, disebutkan dosen mesti menyanggupi peran perofesional, adalah melaksanakan pendidikan, penelitian, dan dedikasi terhadap masyarakat; merencanakan, melakukan proses pembelajaran, serta menganggap dan mengevaluasi hasil pembelajaran; mengembangkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pertumbuhan ilmu wawasan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar usulanjenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi penerima bimbing dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, aturan, dan instruksi etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu dalam kualifikasi pendidikan, dosen harus berpendidikan sedikitnya yaitu S2. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 46 ayat 2 bahwa, dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: lulusan program magister untuk acara diploma atau program sarjana; dan lulusan acara doktor untuk program pascasarjana. Kondisi di lapangan, masih ada temuan dosen yang mengajar di PTAIS, kualifikasi pendidikannya di bawah kriteria.

c. Sarana dan prasarana yang belum mencukupi
Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran disamping faktor-aspek lainnya. Sarana dan prasarana yang mencukupi akan menimbulkan suasana akademik dan proses pembelajaran menjadi kondusif dan sistematis. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai proses berguru dan mengajar tidak akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana, utamanya fasilitas berguru dan mengajar, ialah hal yang esensial.

Kondisi riil, sarana dan prasarana yang dimiliki PTAIS termasuk masih minim. Padahal, keberadaan suatu pendidikan tinggi sangat diputuskan oleh eksistensi fasilitas dan prasarana pendidikannya, mirip ruang perkuliahan, perpustakaan dengan ruangan dan koleksi buku yang memadai, laboratorium pembelajaran yang memadai.

d. Proses berguru dan mengajar yang belum berkualitas
Ada indikasi banyak PTAIS yang kurang serius dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kekurangseriusan dalam proses pembelajaran mampu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kekurangsiapan tenaga pengajar (dosen tidak profesional) sehingga menyebabkan mahasiswa kurang aktif mengikuti perkuliahan. Mahasiswa hanya pasif menyimak dosen memperlihatkan ceramah. Atau juga penyelenggaraan kelas jauh, yang tanpa memperhatikan mutu pembelajaran.

e. Penguasaan bahasa arab mahasiswa PTAIS kebanyakan sangatlah lemah, padahal bahasa Arab ialah alat pokok untuk mengerti al-Alquran dan al-Hadits serta kitab-kitab keagamaan klasik. (Isna, 2001: 16) Sebenarnya, tidak cuma penguasaan bahasa arab, berdasarkan penulis juga bahasa Inggris.

D. Solusi Masalah Pelaksanaan Pendidikan Islam di PTAIS
Dari problem-problem yang dihadapi PTAIS di atas, harus segera dicarikan penyelesaian, diantaranya:

a. menarik minat mahasiswa untuk masuk PTAIS
Langkah yang dapat dikerjakan oleh PTAIS adalah mempertahankan kualitas lulusannya dengan baik. Maksudnya, lulusannya mampu diterima di masyarakat dan selalu dicari pengguna lulusan, yaitu masyarakat. Untuk mampu mencapai hal tersebut, tentunya kualitas lulusan mesti dijaga. Jangan cuma menghasilkan sarjana yang tidak mempunyai komptensi. Akibatnya, cuma menambah pengangguran yang terdidik. Sebaliknya, jika kualitas lulusan dijaga dengan baik, bukan hal yang tidak mungkin PTAIS tersebut akan selalu dibanjiri peminat.

b. memajukan profesionalisme dosen
Langkah yang mampu dilakukan untuk memajukan profesionalisme dosen ialah dengan menciptakan iklim akademik yang kondusif bagi dosen untuk berbagi tugas keprofesional dosen. Misalnya pihak yayasan untuk mendorong dosen sudah biasa meneliti dengan cara menfasilitasi pendirian penerbitan jurnal penelitian. Selain itu, pertolongan stimulus bagi dosen yang dapat menulis di jurnal yang diakui nasional maupun internesional diberikan insentif yang layak.

Kemudian untuk memajukan kualifikasi pendidikan dosen, pihak yayasan perlu mendorong dosen agar melanjutkan pendidikan setidaknya mempunyai kualifikasi pendidikan, ialah minimal harus magister (S-2), atau doktor S3 bahkan menerima gelar puncak akademik, ialah guru besar (professor). Pendanaan studi lanjut bagi dosen mampu saja berasal dari anggran PTAIS sendiri, atau menunjukkan usulan untuk mengikuti seleksi beasiswa S2/S3 yang diselenggarakan aneka macam instansi pemerintah baik Kementerian Agama atau Kementerian Pendidikan Nasional atau swasta.

c. Melengkapi sarana dan prasarana
Kelengkapan sarana prasarana perlu ditingkatkan terus menerus. Karena, dengan fasilitas prasarana yang lengkap akan mendorong mutu PTAIS tersebut. Misalnya, dalam perkuliahan bahasa Arab atau Inggris perlu ada laboratorium bahasa. Atau juga laboratorium micro teaching yang bermaksud sebagai tempat latihan guru mengajar sebelum nantinya menggeluti ke kelas sesunggunya.

Untuk melengkapi fasilitas prasarana perlu adanya dana yang cukup. Pendanaan ini mampu berasal dari mahasiswa, atau yayasan, atau pemerintah, atau pihak swasta, atau juga dapat digalang dari sumber dana melalui pemetaan ekonomi para konglomerat (aghniya’) dan dilanjutkan dengan penyadaran akan pentingnya pendidikan tinggi Islam.

Pendidikan tinggi merupakan investasi insan. Memang, harus diakui bahwa masih banyak orang mempertanyakan ihwal efektivitas invesatasi melalui pendidikan, terutama efektifitasnya dalam menunjukkan nilai timbal balik bagi ekonomi individu dan penduduk . Pendidikan dalam kenyataannya masih belum mampu menjadi sarana investasi yang menggiurkan bagi banyak orang, khususnya PTAIS yang berbasis pendidikan humaniora. PTAIS lebih memberikan perihal ”bagaimana menjadi orang baik” dan kurang menunjukkan ”bagaimana menjadi orang memiliki kegunaan”.

d. meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas
Dosen sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat kuat dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan dosen sangat memilih kelancaran proses belajar mengajar di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Dosen harus arif menenteng peserta didik kepada tujuan yang mau dicapai.

Oleh kesannya, dosen harus menguasai bahan pengajaran, menguasai beberapa sistem pengajaran sehingga beliau mampu menggunakan metode yang cocok dengan situasi dan keadaan akseptor asuh, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam pembaruan pendidikan, keterlibatan dosen mulai dari penyusunan rencana inovasi pendidikan hingga dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peranan yang sangat besar bagi kesuksesan suatu penemuan pendidikan. (Muhaimin, 2005 :120) Bagi dosen yang belum mampu merealisasikan kelas yang mempesona, bisa saja dosen tersebut dikirim untuk mengikuti shourt course (pendidikan singkat) di dalam maupun mancanegara.

e. Meningkatkan penguasaan bahasa Arab dan Inggris
Pada kurun 21 memunculkan tantangan internasional dan perspektif global. Model mahasiswa internasional dan pertukaran program fakultas di perguruan tinggi menjadi tren. (Syafaruddin, 2005: 329) Karenanya, untuk memenangi tantangan internasional tersebut, penguasaan bahasa aneh (Arab maupun Inggris) yaitu syarat mutlak. Bahkan, kalau mampu tidak cuma kedua bahasa ajaib tersebut, tetapi ditambah dengan bahasa abnormal yang lain contohnya, mandarin. Karena kini ini bahasa mandarin banyak dipelajari seiring kemajuan yang dialami negeri Cina.

BAB III
PENUTUP
Makalah Pelaksanaan Pendidikan Islam di PTAIS

Keberadaan pergururuan tinggi agama Islam (PTAI), tergolong PTAIN di Indonesia tidak lepas dari eksistensi PTAIS. Dalam sejarah, ternyata PTAIS sudah bangkit sebelum Indonesia merdeka, yakni semenjak tahun 1930-an. Pembinaan PTAIS berada dalam Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) mempunyai tanggung dan fungsi melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan kepada penyelenggaraan PTAIS yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian terhadap penduduk ;

Dalam pelaksanaan pendidikan Islam di PTAIS mengalami beberapa persoalan, diantaranya, yaitu: PTAIS belum menjadi opsi utama kandidat mahasiswa, banyak dosen yang belum memenuhi tugas keprofesionalan, sarana dan prasarana yang belum mencukupi, proses mencar ilmu dan mengajar yang belum bermutu, lemahnya penguasaan bahasa gila (arab atau inggris). Cara menyelesaikan persoalan yang dihadapai dalam pelaksanaan pendidikan Islam adalah: menarik minat mahasiswa untuk masuk PTAIS, mengembangkan profesionalisme dosen, melengkapi fasilitas dan prasarana, memajukan penguasaan bahasa abnormal (bahasa arab dan Inggris)

DAFTAR PUSTAKA
  • Ariefin, M. 1994. Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat. Jakarta: Golden Trayong Press.
  • Asrohah, Hanun, 1999, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Nasional.
  • Azizy, A, Qadri, 2001 Pendidikan (agama) untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), Semarang, Semarang: Aneka Cipta.
  • Darwis, Djamaluddin, 2006, Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah Ragam dan Kelembagaan, Semarang: RaSAIL.
  • Daulay, Haidar, Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana.
  • Feisal, Jusuf Amir, 1995, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
  • Hasjmy, A, 1979, Mengapa Umat Islam Mempertahankan Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
  • Idi, Abdullah & Suharto, Toto, 2006, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana.
  • Isna, Mansur, 2001 Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
  • Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah X Jawa Tengah (a), 2009, Data Program Studi PTAIS di Lingkungan Wilayah X Jawa Tengah Tahun 2009. Semarang: Kopertais.
  • Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah X Jawa Tengah (b), 2009, Data Prodi PTAIS di lingkungan Kopertais Wilayah X Jawa Tengah tahun 2009, Semarang: Kopertais.
  • Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah dan Perguruan Tinggi, Raja Grafindo Persada, jakarta, 2005.
  • Nur Syam, Institusi Sosial di tengah Perubahan, Jenggala Pustaka Utama, 2004, Surabaya.
  • PP. No. 55 tahun 2007 perihal Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan.
  • Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga.
  • Syafaruddin, 2005, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
  • Turner, S, Bryan, Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analisis atas Tesa Sosiologi Weber, Terj. Machnun Husein, Rajawali, Jakarta, 1984.
  • UU No. 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional.
  • UU No. 14 Tahun 2005 ihwal Guru dan Dosen.
  • www.diktis.kemenag.go.id. diakses tanggal 4 Januari 2011.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)