Rabu, 26 Agustus 2020

Makalah Kemitraan Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat

Makalah Kemitraan Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat
Oleh: Paul Mikku Ate dan Bayu Gunawan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan paradigma dalam hal korelasi keluarga, sekolah dan masyarakat terjadi seiring pergeseran yang terjadi di dunia pendidikan sebagai akhir dari berubahnya norma dan pranata masyarakat selaku akhir dari pergeseran zaman. Globalisasi, dengan revolusi berita dan teknologinya, menciptakan dunia serasa semakin kecil. Batasan waktu dan ruang hamper tidak ada lagi. Arus berita mengalir bebas dari satu belahan bumi ke penggalan bumi lainnya.

Perubahan dan perkembangan ini memindah paradigma dan tabu lama dalam hal hubungan sekolah, keluarga dan penduduk . Dalam paradigma lama, keluarga, sekolah dan penduduk dianggap sebagai institusi yang terpisah-pisah. Oleh sebab itu, tabulah jikalau penduduk ikut campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Apalagi hingga masuk ke wilayah kewenangan professional guru.

Sebaliknya, dewasa ini dalam batas-batas tertentu, fikiran semacam itu tidak lagi berlaku. Keluarga berhak mengenali apasaja yang diajarkan terhadap anak. Dengan sistem apa anak diajar. Disinilah korelasi antara keluarga dan sekolah mulai terjalin. Masyarakat pun berhak mengetahui apa yang terjadi di sekolah, mampu memberikan sumbang saran untuk peningkatan mutu pendidikan. Dari sinilah terjadi relasi resiprokal saling mengisi dan saling member antara sekolah, keluarga dan penduduk .

Hubungan resiprokal ini selanjutnya bermetamorfosis korelasi kemitraan. Kemitraan perlu ditumbuhkan, dikembangkan dan dipelihara alasannya adalah aadanya duduk perkara dan tantangan yang dihadapi dalam unpaya untuk memperlihatkan pendidikan berkualitas prima.

Kompleksitas persoalan yang melingkupi dunia pendidikan selaku akhir dari pertumbuhan zaman dan permintaan masyarakat membuat tidak ada satu pihak pun yang mampu memahami dan menuntaskan problem yang ada seorang diri. Tidak ada lagi single fighter yang bisa menanggulangi semua duduk perkara yang ada.

Pergeseran peran utama pemerintah dan swasta selaku penyuplai utama ke penduduk membuat kemitraan kian kasatmata urgensinya. Pemerintah dan swasta tidak mampu lagi berperan selaku satu-satunya yang menawarkan, menyelenggarakan dan memantau keberlangsungan pendidikan sebab kekurangan sumber-sumber daya yang dimiliki. Untuk menanggulangi permasalah ini, keterlibatan dan partisipasi penduduk sangat diharapkan.

Kemitraan yakni solusi untuk menangani masalah kelangkaan dan distribusi sumberdaya di semua pihak. Kemitraan memungkinkan terjadinya sinergi untuk mencapai tujuan bareng . Ketika kita, pada satu segi mengharapkan tersedianya pendidikan dengan kualitas prima sesuai dengan pertumbuhan dan permintaan zaman, tidak mungkin jika kita, keluarga dan masyarakat, hanya menumpukan beban di bahu sekolah dan penyelenggara persekolahan. Tuntutan akan tersedianya pendidikan berkualitas prima gres bisa dipenuhi manakala terjadi kekerabatan resiprokal aktif interaktif antara sekolah, keluarga dan penduduk dalam konteks pemberdayaan.

Dalam konteks kala kini, partisipasi keluarga dan penduduk dalam pendidikan tidak mampu lagi dipandang cuma sebatas keharusan. Partisipasi masyarakat sekarang adalah hak (Dwiningrum; 2011:51). Karena sifatnya ialah hak, maka penduduk seharusnya menuntut dirinya untuk melakukan haknya dengan melibatkan diri dan ikut serta dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan resiprokal sekolah, keluarga dan masyrakat diwujudkan dalam banyak hal. Ada yang bersinggungan eksklusif dengan proses pendidikan di sekolah. Ada yang tidak bersentuhan langsung dengan proses pendidikan di sekolah. Salah satu aplikasi bentuk kemitraan yakni komite sekolah. 


BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Kemitraan Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat

A. Pengertian Kemitraan

Secara etimologis, kata atau perumpamaan kemitraan ialah kata turunan dari kata dasar mitra. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya sahabat, teman, kawan kerja. Visualsynonim, kamus online memberikan definisi yang sangat bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai korelasi kooperatif antara orang atau kalangan orang yang sepakat untuk membuatkan tanggungjawab untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dalam modul pemberdayaan Komite Sekolah menerangkan bahwa yang dimaksud kemitraan dalam konteks relasi resiprokal antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu persetujuan kerja melainkan lebih memperlihatkan perilaku korelasi yang bersifat intim antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling menolong untuk meraih tujuan bareng .

Dari definisi-definisi diatas kita bisa mengenali bahwa hakikat kemitraan yaitu adanya cita-cita untuk mengembangkan tanggungjawab yang diwujudkan lewat perilaku relasi dimana semua pihak yang terlibat saling bergotong-royong untuk meraih tujuan bersama.

Dalam kemitraan yang berlaku yaitu prinsip egaliter. Masing-masing pihak yang bekerjasama mempunyai posisi dan tanggung jawab yang serupa. Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam konteks kemitraan. Masing-masing melaksanakan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas dan batas-batas wewenang yang dimiliki.

Selain berhubungan dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam kemitraan, dalam kemitraan tercakup dimensi kepentingan yang dijadikan andalan. Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan eksklusif orangtua dan anggota masyarakat yang akan tidak mau menciptakan mereka berpartisipasi dalam aktifitas yang berhubungan dengan sekolah.

Kemitraan menatap semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah ialah pihak yang dapat didayagunakan dan mampu menolong sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan. Ada hal-hal yang mesti diamati dalam kemitraan. Grant (1979:128) mengingatkan bahwa kemitraan dilarang mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian. Dalam hal menumbuhkan kemandirian, secara eksplisit Grant merekomendasikan biar sesudah terbentuknya golongan kemitraan masing-masing anggota harus menjaga kentralan utamanya dalam sisi politik.


B. Pengertian Partisipasi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, partisipasi adalah wacana turut berperan serta dalam sebuah aktivitas atau keikutsertaan atau tugas serta. Menurut Made Pidarta (dalam Dwiningrum 2011), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam sebuah acara. Keterlibatan mampu berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisikdalam memakai segala kesanggupan yang dimilikinya (memiliki gagasan) dalam segala aktivitas yang dilakukan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kalangan tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Cohen dan Uphoff (1997) mengungkapkan partisipasii sebagai keterlibatan dalam proses pengerjaan keputusan, pelaksanaan acara, mendapatkan kemanfaatan dan menganalisa program.


C. Komite Sekolah

Komite sekolah ialah lembaga berdikari yang dibentuk berrdasarkan prakarsa penduduk yang peduli pendidikan, bukan didasarkan pada kode atau arahan dari lembaga pemerintahan dengan menganut prinsip transparan, akuntabel, dan demokratis.

Kebijakan perihal pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bantu-membantu bukan cuma lahir secara intern dari Departemen Pendidikan Nasional, melainkan justru lahir dari Bappenas, dalam bentuk UU Nomor 25 Tahun 2000 ihwal Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 – 2004. Amanat UU itulah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mendiknas dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 perihal Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Eksistensi dan posisi Komite Sekolah menjadi semakin kuat karena adanya payung aturan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut lalu diakomodasi ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional, terutama dalam Pasal 56.

Komite Sekolah adalah forum mandiri selaku wadah yang mempunyai kekuatan hukum untuk memuat dan merealisasikan partisipasi keluarga dan penduduk dalam pendidikan. Namun demikian, perlu diketahui apa bahwasanya makna dari Komite Sekolah sebagai forum mampu berdiri diatas kaki sendiri dan dari sisi apa saja beliau berdikari.

Untuk menerangkan hal ini, Suparlan, dalam postingan yang diangkut di blog menyampaikan bahwa kemandirian ini sama sekali tidak terkait dengan anggaran atau subsidi. Kemandirian Komite Sekolah sebetulnya terkait dengan dua hal penting. Pertama, terkait dengan status dan kedudukan Komite Sekolah itu sendiri. Dia tidak menjadi subordinasi (bawahan) dari forum lain, utamanya dari forum birokrasi.

Yang penting kedua yakni pelaksanaan peran dan fungsinya, yang telah barang tentu tidak sama atau tidak tumpang tindih dengan tugas dan fungsi forum lain. Dengan demikian, peran dan fungsi Komite Sekolah tidak mampu didekte oleh forum lain.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil masyrakat, komite tidak berada di bawah kendali sekolah ataupun kepala sekolah. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat Komite Sekolah ialah dan menjadi jembatan antara keluarga, masyarakat dan sekolah. Tugas yang dilaksanakan komite yakni tugas koordinatif dan pengawasan.

Namun demikian, pada beberapa masalah, komite sekolah tidak bisa mendudukkan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan tugas sehingga bertindak selaku atasan sekolah. Komite berupaya mengontrol dan turut campur terlalu dalam pada problem-duduk perkara teknis profesional bidang pendidikan.

Sebaliknya, ada komite yang terlalu lemah sehingga ia hanya diperankan selaku subordinasi sekolah atau kepala sekolah. Hal ini terjadi alasannya, selain tidak memahami tugas dan fungsinya, perekrutan anggota komite diputuskan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang menentukan siapa pun yang “patut” duduk selaku anggota komite karena kepentingan tertentu. Pada kondisi seperti ini, komite sekolah cuma berfungsi tak ubahnya sebagai “tukang stempel” kebijakan yang dibuat oleh sekolah.

Kelemahan dan ketimpangan seperti ini merupakan sebuah keprihatinan yang mesti segera diupayakan pemecahannya meskipun hal ini sifatnya kasuistis. Ketika Komite Sekolah berada di bawah kendali atau menjadi bawahan sekolah atau kepala sekolah, bahu-membahu dikala itu juga partispasi dann kemitraan antara sekolah, keluarga dan masyarakat tidak pernah terjadi. Meskipun secara de facto dan de jure komite sekolah ada. Hubungan resiprokal interaktif tidak pernah terwujud. Keterwakilan orangtua dan masyarakat tidak pernah terlaksana.


D. Jenjang Kerjasama Dalam Kemitraan

Kemitraan dalam opersionalnya ialah suatu koordinasi antara orang atau kelompok orang yang berkomitmen untuk berbagi tanggungjawab untuk meraih satu tujuan bersama-pendidikan yang bermutu bagi semua, terutama bagi kelompok penduduk miskin. Dalam kerjsama tersebut terdapat membuatkan jenjang:
  1. Jaringan (networking): menyebarkan informasi yang mampu menolong mitra untuk bekerja lebih baik.
  2. Koordinasi (coordination): membuatkan info, melakukan penyesuaian supaya dapat mengakomodasi lainnya semoga tidak saling konflik.
  3. Kooperasi (cooperation): mengembangkan informasi, melaksanakan adaptasi agar dapat mengakomodasi lainnya dan secara positif ada beberapa faktor pekerjaan yang menjadi tanggungjawab masing-masing.
  4. Kolaborasi (collaboration): menyebarkan info, melakukan pembiasaan biar dapat mengakomodasi yang lain, beberapa aspek dari pekerjaan menjadi tanggungjawab masing-masing sesuai bidang keterampilan dan karenanya menyebarkan hasil bareng .

E. Implementasi Kemitraan Dalam Pembangunan

Kemitraan dalam pembangunan diimplementasikan dengan memakai prinsip PACTS.
  • Partisipasi/Participation: Semua pihak mempunyai potensi yang serupa untuk menyatakan pertimbangan , menetapkan hal-hal yang menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas semua keputusan yang telah diseakati bersama.
  • Akseptasi/Acceptable: saling menerima dengan apa adanya dalam kesetaraan. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri-sendiri.
  • Komunikasi/Communication: masing-masing pihak harus mau dan bisa mengkomunikasikan dirinya serta rencana kerjanya sehingga dapat dikoordinasikan dan disinergikan.
  • Percaya/Trust: saling mempercayai dan dapat dipercaya untuk membina koordinasi. Di sini transparansi menjadi tuntutan dan tidak mampu ditawar.
  • Berbagi/Share: semua yang terlibat dalam kemitraan harus mampu membagikan diri dan miliknya (waktu,”harta” dan kesanggupan) untuk mencapai tujuan bareng .
Implementasi PACTS dalam kemitraan tidak serta merta menghilangkan dilema atau potensi persoalan selama berjalannya proses dan hubungan kemitraan. Masalah akan selalu ada sebagai bab dari dinamika zaman dan kondisi yang ada. Selain itu, para pelaku kemitraan yang yaitu manusia-insan yang memiliki keunikan dan dinamis itu sendiri sebetulnya merupakan potensi persoalan. Perbedaan latar belakang, nilai-nilai, pengalaman hidup yang dimiliki mampu menyebabkan tabrakan dengan sesama mitra. Namun demikian, implementasi PACTS akan sungguh membantu tidak cuma meminimalkan potensi konflik tetapi juga menciptakan kemitraan bisa berjalan sesuai yang diperlukan dan menghasilkan sesuatu yang baik—kualitas pendidikan yang tinggi.


BAB III
PENUTUP

Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri yang dibuat atas dasar inisiatif penduduk memiliki tugas dan fungsi sungguh penting dalam pendidikan. Ia yaitu bentuk partisipasi pribadi sekaligus menjadi wadah bagi keluarga dan masyarakat untuk berpartispasi dalam upaya penyediaan layanan pendidikan dengan berkualitas tinggi bagi semua khususnya untuk kelompok misikin.

Kedudukan sekolah, keluarga dan penduduk yang dilembagakan dalam Komiite Sekolah ialah sama. Artinya, tidak ada acuan hubungan kerja atasan-bawahan. Yang ada adalah mitra yang sama-sama mempunyai kesepakatan dan tanggung jawab bersama untuk memilih tujuan bersama.

Dalam acuan kemitraan yang sifatnya sukarela namun sekaligus hak, prinsip yang dipraktekkan yakni prinsip egaliter. Kesetaraan dalam kemitraan diimplementasikan dalam prinsip PACTS dimana setiap orang memiliki partisipasi sesuai dengan kemampuannya, satu sama lain mampu saling menerima, yang mampu saling mengomunikasikan diri dan rencanya, direkatkan oleh rasa saling yakin juga kemauan untuk saling menyebarkan kemampuan, waktu dan “harta” untuk meraih tujuan bareng .

Unduh Format DOC di Sini


DAFTAR RUJUKAN
  • Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Mandikdasmen. 2006. Pemberdayaan Komite Sekolah.
  • Dwiningrum, Siti Irene Astuti. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Grant, Carl A. 1979. Community Participation in Education. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
  • Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Suparlan. 2009. Arahan Pembinaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Sampai Dengan Tahun 2009, (online), (http://www.suparlan.com/pages/posts/arah-training-dewan-pendidikan-dan-komite-sekolah-sampai-dengan-tahun-2009153.php) diakses 8 Oktober 2011

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon