Senin, 21 September 2020

Makalah Forum-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah

Makalah Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah: Perpustakaan Dan Toko Buku
Oleh: Akbar Tanjung

BAB I
PENDAHULUAN

Abad keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. Masa lima abad kekhalifahan Abbasiyah merupakan masa perkembangannya Islam. Pada Dinasti ini kurang tertarikpenaklukan sebagaimana pada Dinasti Ummayah, tetapi pada Dinasti Abbasiyah ini lebih tertarikbesar pada wawasan dan dilema dalam negeri. Hal tersebut tampakpada upaya besar penerjemahan dan menyerap ilmu pengetahuan dari peradaban lain. Dalam waktu tiga fase pada kala dinasti Abbasiyah buku-buku dalam bahasa Yunani, Syiria, Sanskerta, Cina dan Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Fase pertama (132 H/750 M – 132 H/847 M), pada khalifah al-Mansyur sampai Harun al-Rasyid yang banyak diterjemahkan ialah karya-karya dalam bidang astronomi. Fase kedua (232 H/847 M – 334 H/ 945 M), pada kala khalifah al-Makmun buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga (334 H/ 945 M – 347 H/ 1005 M), terutama setelah bidang-bidang ilmu yang sudah diterjemahkan makin meluas, dimulailah untuk menyaring, menganalisis dan menerima ataupun menolak wawasan dari peradaban lain. Seiring dengan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan hadirnya karya-karya para ilmuan dan berkembangnya produksi kertas yang sersebar luas, hal ini memperlihatkan dorongan besar pada gerakan pengumpulan naskah-naskah. Keadaan ini berjalan ketika peradaban muslim dilanda perdebatan, dan buku-uku yang bersangkutan menjadi kunci utama untuk memberikan gagasan. Kebutuhan akan buku mengakibatkan merebaknya perpustakaan diberbagai penjuru dunia Islam.[1]

BAB II
PEMBAHASAN

1 Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti abbasiyah utamanya pada fase pertama yang dipimpin oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur, Khalifah Harun al-Rasyid dan Abdullah al-Makmun, merupakan khalifah-khalifah yang sungguh cinta pada ilmu pengetahuan, yang dengan kecintaannya khalifah-khalifah sungguh mempertahankan dan memelihara buku-buku baik yang bernuansa agama maupun biasa , baik karya ilmuan muslim maupun non muslim, baik karya-karya ilmuan yang semasanya maupun pendahulunya. Hal ini terlihat jelas dari sikap-perilaku khalifah mirip pesannya Harun al-Rasyid terhadap para tentaranya untuk tidah merusak kitab apapun yang didapatkan dalam medan perang. Begitu juga khalifah al-Makmun yang menggaji penerjemah-penerjemah dari kelompok Katolik dan yang lain untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, hingga pada kesannya masih dilalukan pada masa khalifah al-Makmun Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.[2]

2. Sejarah Berdirinya Perpustakaan Islam Pertama di Baghdad (Baitul Hikmah)
Baitul Hikmah di Baghdad didirikan tahun 832 M pada kurun Harun al-Rasyid menjadi khalifah, lalu diteruskan dan diperbesar oleh khalifah al-Makmun. Pada perpustakaan ini bukan hanya berisi ilmu-ilmu dan buku-buku agama Islam dan Bahasa Arab saja, bahkan juga beragam ilmu-ilmu dan buku-buku umum yang lain dan juga dalam bahasa lainnya yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab.

Baitul Hikmah ialah perpustakaan yang berfungsi sebagai sentra pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah institusi ini diperluas penggunaannya. Baitul Hikmah, sudah dirintis oleh khalifah Harun al-Rasyid, menjadi pusat segala acara keilmuan. Pada kurun Harun al-Rasyid institusi ini bernama khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi selaku selaku perpustakaan dan pusat penelitian. Di lembaga ini baik muslim maupun non muslim bekerja mengalih bahasakan selaku naskah antik dan menyusun banyak sekali klarifikasi.[3] Tujuan utama didirikannya Baitul Hikmah yakni untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu wawasan aneh ke dalam bahasa Arab. Inilah yang menjadi permulaan kemajuan yang dicapai Islam, adalah menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada waktu itu pula meningkat beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah selaku sentra kajian ilmu wawasan dan peradaban terbesar pada masanya. Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan sumbangan dari orang-orang yang memegang kepemimpinan dalam pemerintahan.

Sejak 815 M al-Makmun membuatkan forum ini dan diubah namanya menjadi Baitul Hikmah. Pada era Makmun inilah ilmu wawasan dan intelektual mencapai puncaknya. Pada masa ini Baitul Hikmah digunakan secara lebih maju yakni sebagai tempat penyimpanan buku-buku antik yang didapat dari Persia, Bizantium, bahkan Etiopia dan India. Di institusi ini al-Makmun memperkerjakan Muhammad ibn Musa al-Hawarizmi yang jago di bidang al-jabar dan astronomi dan juga Beliau yaitu salah satu guru besar di Baitul Hikmah. Orang-orang Persia lain juga diperkerjakan di Baitul Hikmah. Pada kurun itu administrator Baitul Hikmah ialah Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan al-Makmun, Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai pusat acara studi dan riset astronomi dan matematika. Pada 832 M, al-Makmun menjadikan Baitul Hikmah di baghdad selaku perguruan tinggi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakan, dan forum penerjemahan. Kepala perguruan ini yang pertama ialah Yahya ibn Musawaih (777-857), murid Gibril ibn Bakhtisyu, lalu diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua ke dua.[4]

3 Faktor-aspek Yang Menyebabkan Berdirinya Lembaga Baitul Hikmah
Yang memotivasi berdirinya lembaga Baitul Hikmah yakni didorong oleh keinginan memalsukan lembaga jago yang diresmikan oleh orang-orang kristen Nestorians; adalah gondhesaphur yang salah satu tokohnya georgius Gabriel pernah ditunjuk menjadi kepala suatu rumah sakit pada jaman khalifah al-Mansur. Tokoh ini juga aktif menerjemahkan karya-karya yunani.[5] Dan juga yang menjadi motivasi yang lain dalam pembentukan forum Baitul Hikmah adalah disebabkan oleh aspek-faktor sebagai berikut:
  • Melimpahnya kekayaan negara dan tingginya apresiasi khalifah al-Makmun terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan, seperti ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, dan lain-lain, dan juga kecintaannya terhadap seni musik. Bersatunya dana dengan keinginan ini melahirkan sebuah pemikiran yang konkret ialah berbagi pendidikan lebih maju lagi yang ternyata pemikiran ini menerima sambutan yang konkret dari para pembantunya dan dari masyarakat.
  • Adanya apresiasi yang tinggi dari kebanyakan anggota penduduk (dari banyak sekali lapisan sosial) kepada acara keilmuan,yang menimbulkan mereka bisa melakukan pekerjaan pundak-membahu satu sama lain tanpa mengalami beban psikologis yang disebabkan oleh perbedaan etnis, agama, status sosial dan lain sebagainya. Disini profesionalitas dijunjung tinggi dengan perilaku terbuka, sehingga tak aneh jikalau waktu itu orang-orang etnis non arab dan non muslim aneka macam peranannya dan saling bekerjasama. Mereka mampu melakukan tugas dengan tenang meskipun yang menyuruh ialah khalifah orang muslim.[6]
4 Aktivas dan Peran-tugas Perpustakaan Baitul Hikmah
Motif utama berdirinya lembaga Baitul Hikmah dimaksudkan untuk menggalakkan dan mengkoordinir acara penelusuran dan penerjemahan karya-karya klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khusunya umat islam. Salah seorang yang paling berperan, Hunayn bin ishaq, mengadakan perjalanan ke Alexandria dan singgah pula di Syiria dan Palestina untuk mencari karya-karya antik tersebut. Faktor-aspek yang mendorong umat Islam melaksanakan aktivitas penerjemah dan transfer ilmu-ilmu kuno ialah :

1. Suasana Persaingan (prestise) antara orang-orang Arab dengan lainnya.
2. Keinginan untuk menguasai ilmu-ilmu yang belum dimiliki.
3. Dorongan ayat-ayat Al-Qur’an (ajran Islam) wacana menuntut ilmu wawasan.
4. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan konsekuensi dari peningkatan kesejahteraan dan kemajuan ekonomi.

Dengan berdirinya Baitul Hikmah, kegiatan pentransferan ilmu wawasan menjadi lebih maju. Khalifah sukses merekrut para sastrawan, sejarawan dan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya. Kemudian mereka diantarke kawasan-kawasan antik kerajaan Bizantium dengan tugas mencari karya-karya ilmuwan/filosof klasiknya. Melalui kegiatan-acara inilah pada jadinya umat islam bisa mengembangkan karya-karya antik seperti Hypokrates, Euclides , galen dan lain-lain.[7] Pesatnya pertumbuhan forum Baitul Hikmah mendorong lembaga ini untuk memperluas peranannya, bukan saja sebagai lembaga penerjemah, tetapi juga mencakup hal-hal selaku berikut:

1. Sebagai sentra dokumentasi dan pelayanan isu keilmuwan bagi masyarakat, yang antara lain ditunjukkan dengan berdirinya perpustakaan di kota Baghdad.
2. Sebagai sentra dan lembaga aktivitas pengembangan keilmuan, sehingga semua perangkat risetnya juga dilengkapi dengan observatorium astronomi.
3. Sebagai pusat acara penyusunan rencana dan pengembangan pelaksanaan pendidikan.


BAB III
PENUTUP

Dalam rentangan sejarah panjang peradaban Islam, daulah Abbasiyah sebagai pemegang kekhalifahan menggantikan Daulah Umayyah (132 H/750 M), ternyata menenteng corak gres dalam budaya Islam, utamanya dalam bidang pendidikan. Dengan dipindahkannya ibu kota dari Damaskus ke Baghdad ialah awal dari pergeseran yang terjadi pada masa dinasti Abbasiyah. Baghdad selaku pusat ibu kota pemerintahan ketika itu yang didalamnya bangun istana dan bangunan yang megah dan seni bangunan Arab Persia kurun itu. Pada ketika itu Islam berada pada zama keemasan hal ini terbukti dengan banyaknya bangunan-banguna, pengembangan ilmu pengetahuan dan Pembangunan perpustakaan seperti Baitul Hikmah. Namun, Pasang surut sebuah dinasti ialah bab siklus dari sejarah yang bersifat fakta. Sebagai sebuah pemerintahan atau kekuasaan Islam yang pernah jaya, juga tidak terlepas dari kemunduran atau keruntuhan.

Dalam sejarah Islam, jatuhnya Daulah Abbasiyah pada tahun 1258 M, pada masa itu juga di anggap berakhirnya zaman keemasan Islam. Serangan serdadu Hulagu Khan, penguasa kerajaan Mongol menjadi kejadian bersejarah yang di anggap selaku berakhirnya abad jaya kaum muslimin. Pada abad kehancuran Daulah Abbasiyah tidaklah semata-mata cuma disebabkan oleh serangan bangsa Mongol saja, akan tetapi juga terdapat beberapa aspek yang menjadi akar kemunduran dinasti Abbasiyah ini ialah, aspek internal dan aspek eksternal. Dengan kehancuran dan berakhirnya masa dinasti Abbasiyah maka pengembangan ilmu pengetahuan dunia Islam ketika itu terhenti dan perpustakaan Baitul Hikmah era itu ikut hancur serentak dengan dinasti Abbasiyah.

DAFTAR PUSTAKA
  • Albert Hourani, SejarahBangsa-bangsa Muslim, Bandung: MizanPustaka, 2004.
  • BadriYatim, SejarahPaeradaban Islam, Jakarta: RajawaliPers, 2008.
  • H.MahmudYunus, SejarahPendidikan Islam, Jakarta: Mahmud YunusWadzurriyyah, 2008.
  • Suwito, SejarahSosialPendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2005.
  • Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
  • Hitty, Philip K. History of Arabs. ( London: The MacMillan Press, 1974), .414
------------------
[1]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005).
[2]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005).
[3] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 2008)
[4]H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 2008).
[5]Albert Hourani, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, (Bandung: Mizan Pustaka, 2004)
[6] Badri Yatim, Sejarah Paeradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008).
[7]Badri Yatim, Sejarah Paeradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008).
[8]Hitty, Philip K. History of Arabs. ( London: The MacMillan Press, 1974), .414
[9]Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon