Senin, 26 Oktober 2020

Makalah Sistem Ekonomi Global Secara Biasa Dan Syar`I

PENDAHULUAN
Sektor non riil atau sektor moneter secara garis besar mampu dibagi dalam dua katagori adalah pasar uang dan pasar modal. Pasar uang yaitu bertemunya undangan dan penawaran terhadap mata uang setempat dan gila atau dengan kata lain pasar yang memperdagangkan valas, sedangkan pasar modal yaitu transaksi modal antara pihak penyedia modal (investor) dengan pihak yang memerlukan modal (pengusaha) dengan memakai instrumen saham, obligasi, Reksa Dana dan instrumen turunannya (derivatif instrument).

Pada masa kini arus uang dan modal jarang dihubungkan dengan kebutuhan transaksi perdagangan internasional dan keperluan modal untuk investasi jangka panjang. Tetapi perekonomian konvensional melihat pasar duit dan pasar modal sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif guna menerima laba (gain) yang cepat dan besar.[1]

Khusus perihal pasar modal, dunia internasional di awal kala millenium ini dikejutkan oleh skandal keuangan besar-besaran yang menimpa perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat mulai dari Enron, WorldCom, AOL, Walt Disney, Vivendi Universal, Merck, Global Crossing, Xeroc, Tyco, yang melibatkan forum investment bank mirip CSFB, JP Morgan, dan Merrill Lycnh, dan pastinya tidak lepas dari peranan kantor akuntan publik yang sebelumnya mengaudit perusahaan-perusahaan tersebut.

Terbongkarnya skandal keuangan tersebut menciptakan pasar modal Amerika meradang. Harga saham di Wall Street eksklusif berjatuhan. Indeks Dow Jones yang sebelum terjadinya skandal berada di atas level 10.000 sempat anjlok ke titik terendah 7.702 selama lima tahun terakhir. Kehancuran harga saham di Wall Street segera menjalar ke bursa dunia lainnya. Indeks CAC Paris, DAX Frankfurt, Nikkei Tokyo, tergolong IHSG Jakarta, dan lainnya-yang lain mengalami kemerosotan tajam.[2]

Anjloknya harga saham di Wall Street menimbulkan jutaan orang kehilangan dana pensiun dan tabungannya.[3] Sementara terbongkarnya skandal tersebut yang memiliki efek kepada kemerosotan ekonomi AS menimbulkan puluhan ribu orang kehilangan pekerjaan.

Di tengah kemerosotan, skandal dan resiko yang menimpa pasar modal konvensional tersebut, sekarang dunia mulai melirik Sistem Ekonomi Islam sebagai penyelesaian alternatif. Didahului oleh pendirian bank syariah dan lembaga asuransi syariah di negeri-negeri Islam termasuk di Barat sendiri, kini upaya untuk menerapkan dan mensosialisaikan pasar modal syariah makin gencar.

Pada 14 Maret 2003 yang lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Boediono, Bapepam dan MUI secara resmi meluncurkan pasar modal syariah.[4] Sebelumnya pada tahun 2000 PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) berhubungan dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan Jakarta Islamic Index,[5] sementara itu Reksa Dana Syariah pertama telah ada pada tahun 1997, serta diterbitkannya Obligasi Syariah Mudharabah Indosat pada tahun 2002.[6] Yang lebih menarik lagi, di pusat keuangan Kapitalis dunia Wall Street, Dow Jones pada Februari 1999 telah meluncurkan Dow Jones Islamic Market Indexes (DJIMI).[7] Perkembangan tersebut disambut besar hati oleh banyak pihak.

Sangat mempesona untuk mencermati kemungkinan Indonesia menjadi Hub/atau Pusat Keuangan Syariah Asia Tenggara pada 2012 sebagaimana diprediksi beberapa pakar ekonomi Islam pada harian Republika edisi 18 April 2008 kemudian. Apresiasi ini timbul setelah ada pengakuan UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi landasan penerbitan sukuk Negara ditambah lagi dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan Syariah yang disyahkan oleh dewan perwakilan rakyat-RI pada hari Selasa, 17 Juni 2008. Sehingga mampu menaungi para pemain Industri Syariah yang diharapkan akan semakin banyak baik dari sektor Riil (Perbankan) maupun dari sektor Non Riil (Pasar Uang dan Modal). Dimana pasar modal,pasar duit dan sektor perbankan ialah satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam sebuah Sistem Keuangan (Finansial)

II. IDENTIFIKASI MASALAH
Karena pasar modal,pasar duit dan sektor perbankan ialah satu kesatuan yang saling mensugesti satu dengan yang lain dalam suatu Sistem Keuangan (Finansial), sehingga penulis berkeyakinan bahwa letak pangkal dari krisis ekonomi berbasis bunga terjadi pada sektor Non Riil (Pasar Uang dan Pasar Modal). Hal ini didasari fakta bahwa pemain pasar pada Industri Keuangan—konvensional pada umumnya-- lebih banyak menyalurkan dan menempatkan dana berlebih mereka kepada Sektor Non-Riil ketimbang sektor Riil. Dan hal ini tidak kita harapkan akan terjadi juga pada Sistem Ekonomi Islam utamanya pada Pasar Modal nya, padahal dunia utamanya negera-negara Islam seperti Timur Tengah sekarang mulai melirik tata cara ekonomi ini.

III. BATASAN MASALAH

Seperti yang telah diungkapkan pada identifikasi persoalan, penulis menghalangi penulisan ini cuma pada Pasar Modal Syariah.

IV. RUMUSAN MASALAH
Melihat hal tersebut, penulis menilai bahwa ialah sebuah hal yang mengasyikkan dikala dunia khususnya negeri-negeri Islam mulai melirik Ekonomi Islam sebagai metode ekonomi alternatif atas krisis-krisis yang diciptakan oleh Sistem Ekonomi Kapitalis. Akan tetapi kita harus bersikap kritis atas desain baru yang ditawarkan tersebut adalah :

1. Apakah pasar modal syariah tersebut secara prinsip tidak jauh berbeda dengan pasar modal konvensional?
2. Atau apakah desain dan aplikasi pasar modal syariah sudah sesuai dengan syari’at Islam?

V. LANDASAN TEORI (KAJIAN PUSTAKA)

A. Pasar Modal
Pasar modal identik dengan suatu daerah di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal (issuer) untuk berbagi investasi.[8] Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai “aktivitas yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berhubungan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.[9]

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal adalah:

1. Emiten
Emiten yaitu tubuh perjuangan (perseroan terbatas) yang mempublikasikan saham untuk memperbesar modal atau mempublikasikan obligasi untuk mendapatkan pinjaman terhadap para penanam modal di Bursa Efek.

2. Perantara Emisi yang mencakup

a. Penjamin Emisi
Penjamin emisi ialah mediator yang menjamin pemasaran emisi, sehingga bila dari emisi wajib membeli (setidak-tidaknya sementara waktu sebelum laris) supaya kebutuhan dana yang diharapkan emiten terpenuhi sesuai planning.

b. Akuntan Publik
Akuntan publik berfungsi untuk mengusut kondisi keuangan emiten dan menawarkan pendapat apakah pembukuan keuangan yang sudah dikeluarkan emiten masuk akal atau tidak.

c. Perusahaan Penilai
Perusahaan Penilai berfungsi untuk memberikan evaluasi kepada emiten, apakah nilai aktiva emiten telah masuk akal atau tidak.

3. Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM)
Badan Pelaksana Pasar Modal adalah badan yang mengontrol dan memantau jalannya pasar modal, tergolong mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa, menawarkan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal ialah Bapepam (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal).

4. Bursa Efek
Bursa Efek ialah tempat diselenggarakannya kegiatan jual beli efek pasar modal yang diresmikan oleh suatu tubuh usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, adalah Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang diatur oleh PT Bursa Efek Surabaya.

5. Perantara Perdagangan Efek
Efek yang diperdagangkan dalam bursa cuma boleh ditransaksikan melaui perantara, yaitu makelar (broker) dan komisioner.

a. Makelar ialah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan menemukan imbalan.
b. Komisioner ialah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan imbas untuk kepentingan sendiri atau orang lain dengan memperoleh imbalan.

6. Investor
Investor ialah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk imbas di bursa dengan membeli atau menjual kembali imbas tersebut.[10] Di dalam pasar modal proses perdagangan efek (saham dan obligasi) lewat tahapan pasar perdana kemudian pasar sekunder.

Pasar perdana ialah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor. Kedua pihak yang saling membutuhkan ini tidak bertemu secara dalam bursa tetapi lewat pihak mediator. Dari pemasaran saham dan imbas di pasar perdana ini, pihak emiten mendapatkan dana yang diharapkan untuk menyebarkan bisnisnya.[11]

Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau sehabis pasar perdana. Maksudnya sesudah saham dan obligasi yang dibeli investor dari emiten, maka penanam modal tersebut memasarkan kembali saham dan obligasi terhadap penanam modal yang lain, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.

VI. PEMBAHASAN

1. Mencari Keuntungan di Pasar Modal
Nampaknya kita perlu mengenang kembali perjalanan pasar modal dunia untuk membuka perilaku kritis kita terhadap salah satu lembaga keuangan Kapitalis tersebut. Dunia tidak akan pernah melewatkan goncangan pasar modal Amerika “Oktober Hitam” pada tahun 1929 yang menjadikan kolapsnya perekonomian dunia khususnya Amerika Serikat. Peristiwa yang dikenal selaku The Great Depression tersebut mengakibatkan kemelaratan, kelaparan dan kesengsaraan.[12] Sejak 1929 hingga 1933 pasar modal AS kehilangan 85% nilainya.[13] Kemudian goncangan pasar modal selanjutnya terjadi pada bulan Oktober tahun 1987. Pada ketika itu indeks harga saham di Wall Street turun 22% dalam sehari. Di bulan yang serupa pula tepatnya pada minggu terakhir Oktober 1997, harga-harga saham pasar modal utama dunia turun drastis. Penurunan harga saham tersebut berawal di Hongkong yang merambat ke Jepang, kemudian ke Eropa dan terakhir mampir di Amerika.[14]

Meskipun lembaga yang kita bicarakan tersebut berjulukan pasar modal (stock market), tidak memiliki arti segala transaksi yang terjadi di bursa efek merupakan konferensi antara orang yang memerlukan modal dengan para investor yang ingin menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan yang diminatinya. Pertemuan antara pihak yang membutuhkan modal dengan pihak yang memperlihatkan modal cuma terjadi sekali di pasar perdana yaitu pada dikala IPO (Initial Public Offering). Selanjutnya para investor bebas memilih apakah memegang saham yang dibelinya selaku suatu bentuk investasi jangka panjang atau menahannya sebentar untuk lalu melepaskannya di pasar sekunder ketika ia melihat pergerakan harga saham menawarkan adanya margin. Inilah tindakan lazim yang secara terus menerus terjadi di pasar modal yakni harapan untuk meraih capital gain dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat.

Samuelson dan Nordhaus mengungkapkan aktivitas spekulatif dalam pasar modal muncul alasannya adalah adanya cita-cita tercukupi dengan sendirinya. Maksudnya bila seseorang membeli saham tertentu dengan cita-cita nilai saham akan naik, maka tindakan ini akan mendorong kenaikan harga-harga saham yang bersangkutan. Keadaan ini membuat orang makin terdorong untuk membeli lagi dan hal ini mengakibatkan peningkatan harga saham lagi.[15]

Hanya saja keuntungan seorang penanam modal dalam bermain saham tidak harus diperoleh lewat capital gain dengan menjual saham pada dikala harga jualnya lebih tinggi dari harga yang dibeli sebelumnya. Bisa saja investor lewat para broker melakukan goreng mengoreng saham dengan tujuan menguasai saham perusahaan tertentu yang dibeli dengan harga murah jauh di bawah harga normalnya lewat rekayasa transaksi ataupun dengan melemparkan berita-berita yang mempunyai dampak negatif terhadap perusahaan tertentu sehingga harga sahamnya jatuh. Ketika harga saham jatuh maka terjadi kepanikan di kelompok penanam modal lain terutama yang lebih awam, sehingga mereka melepaskan saham yang mereka pegang ke pasar semoga kerugian yang lebih besar dapat disingkirkan.

Di balik kegiatan spekulatif tersebut pasar sungguh dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal menyangkut kinerja perusahaan yang bersangkutan yang meliputi berapa deviden yang dibagi terhadap para pemegang saham, harapan usaha dan keuntungan yang mau dicapai perusahaan, termasuk kinerja buruk perusahaan tersebut. Contoh konkret adalah terbongkarnya skandal keuangan WorldCom yang dalam laporan keuangannya dilaporkan untung sebesar US $ 3,8 milyar padahal angka tersebut ialah jumlah kerugian yang diderita perusahaan. Sentimen negatif seperti ini akan mendorong para penanam modal melepaskan saham sehingga harga saham jatuh. Sementara faktor eksternal mencakup kebijakan pemerintah, kondisi makro ekonomi nasional, tingkat suku bunga perbankan, kondisi perekonomian internasional dan perkembangan bursa saham dunia.

Jadi setiap orang, tubuh usaha dan pemerintah dalam perekonomian Kapitalis ini kebanyakan menghendaki terus meningkatnya harga-harga saham yang dicerminkan oleh kenaikan indeks harga saham supaya keuntungan demi keuntungan mampu diraih. Sementara para pelaku pasar dengan etika hazartnya melakukan rekayasa apapun untuk mendapatkan laba yang tentu saja merugikan pihak lain. Inilah citra ekonomi angan-angan yang terjadi dalam forum ekonomi Kapitalis tersebut. Sebagaimana yang dikatakan ilmuwan Isaac Newton (sebagai korban angan-angan laba transaksi saham) yang dikutip Alan Woods dan Ted Grant: “Saya mampu mengkalkulasikan gerakan benda-benda di langit, namun saya tidak bisa memperhitungkan kegilaan orang-orang.”[16]

2. Perbedaan Pasar Modal Syariah dengan Konvensional
Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah ialah indeks Islam dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam memberikan pergerakan harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah, sedangkan pasar modal syariah merupakan institusi pasar modal sebagaimana biasanyayang dipraktekkan berdasarkan “prinsip-prinsip syariah.”

a. Indeks Saham Konvensional dan Indeks Saham Islam
Indeks Islam tidak cuma dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja namun juga oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah di sebuah negeri, bursa imbas lokal yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta contohnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) melakukan pekerjaan sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri didirikan.[17]

Adapun tujuan diadakannya indeks Islam sebagaimana Jakarta Islamic Index yang melibatkan 30 saham terpilih, yakni sebagai tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja investasi pada saham yang berbasis syariah dan memajukan doktrin para penanam modal untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah,[18] atau untuk memberikan potensi kepada investor yang ingin melakukan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.[19]

Perbedaan fundamental antara indeks konvensional dengan indeks Islam yakni indeks konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu problem jika ada emiten yang memasarkan sahamnya di bursa bergerak di sektor perjuangan yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat menghancurkan kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia ada rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa imbas lokal.

Secara lebih rinci Dow Jones dalam websitenya menciptakan patokan saham yang dihentikan dimasukkan ke dalam perkiraan Indeks Pasar Islam (DJ Islamic Market Indexes), adalah perusahaan yang bergerak dalam buatan :

· Alkohol (minuman keras)
· Babi dan yang terkait dengannya
· Jasa keuangan konvensional / Kapitalis, seperti bank dan asuransi
· Industri hiburan, seperti hotel, kasino dan perjudian, bioskop, media porno dan industri musik.

Dow Jones juga mengemukakan pendapat para sarjana Islam semoga tidak berinvestasi pada perusahaan yang terkait dengan tembakau dan rokok serta industri senjata pemusnah massal.[20] Sementara itu, FTSE dalam papernya yang berjudul Ground Rules for the Management of the FTSE Global Islamic Index Series mengemukakan bahwa saham perusahaan yang dimasukkan ke dalam indeks Islam dilarang bergerak dalam bidang :

· Perbankan dan bisnis keuangan lainnya yang terkait dengan bunga (interest)
· Alkohol
· Rokok
· Judi
· Pabrik senjata
· Asuransi jiwa
· Peternakan babi, pengepakan dan pembuatan atau hal-hal lainnya yang terkait dengan babi.
· Sektor / perusahaan yang siknifikan dipengaruhi oleh hal-hal yang disebutkan di atas.
· Perusahaan yang mempunyai beban utang ribawi dengan persentasinya kepada aset perusahaan melebihi batasan yang diijinkan aturan Islam.[21]

Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ), menurut Adiwarman dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya termasuk sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau tidak sesuai dengan prinsip syariah, mirip saham perbankan, minuman keras dan rokok. Sisanya 34 saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan empat saham mudharat.[22]

Dari uraian di atas mampu ditarik garis pemisah antara indeks Islam dan indeks konvensional. Pertama, jikalau indeks Islam dikeluarkan oleh sebuah institusi yang bernaung dalam pasar modal konvensional, maka perkiraan indeks tersebut berdasarkan terhadap saham-saham yang digolongkan memenuhi patokan-patokan syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa imbas tersebut. Kedua, jikalau indeks Islam dikeluarkan oleh institusi pasar modal syariah, maka indeks tersebut didasarkan pada seluruh saham yang terdaftar di dalam pasar modal syariah yang sebelumnya sudah dipilih oleh pengelola.

b. Instrumen
Dalam pasar modal konvensional instrumen yang diperdagangkan ialah surat-surat berharga (securities) mirip saham, obligasi, dan instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan Reksa Dana.

Saham ialah surat tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau tubuh terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut,[23] sedangkan obligasi merupakan bukti legalisasi utang dari perusahaan kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan.

Opsi merupakan produk turunan (derivatif) dari imbas (saham dan obligasi). Robert Angg (1997) sebagaimana dikutip Anoraga dan Pakarti mendefinisikan pilihan selaku produk imbas yang mau memperlihatkan hak kepada pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu.

Adapun right yakni imbas yang menawarkan hak kepada pemegang saham usang untuk berbelanja saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada proporsi dan harga tertentu.

Waran merupakan turunan dari saham lazimyang bersifat jangka panjang dan menunjukkan hak kepada para pemegangnya untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu.

Sedangkan Reksa Dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi yang mengelola investasi saham, obligasi, dan lain-yang lain, dengan menerbitkan surat berguna tersendiri yang ditujukan kepada para penanam modal, sehingga para investor tersebut tidak butuhlagi melakukan investasi pribadi kepada banyak sekali surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek namun cukup berbelanja surat berguna yang diterbitkan Reksa Dana tersebut.[24]

Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan yaitu saham, obligasi syariah dan Reksa Dana Syariah, sedangkan pilihan, waran dan right tidak tergolong instrumen yang dibolehkan.

Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah harus datang dari emiten yang menyanggupi tolok ukur-persyaratan syariah sebagaimana yang penulis sebutkan dalam pembahasan indeks Islam.

Sementara obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional ialah suatu jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam alasannya adalah memakai bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah mampu diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’, salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syariah tergantung pada prinsip yang mana yang dipakai emiten.[25]

Di Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat dengan menerbitkan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang kemudian. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar.[26] Langkah Indosat ini disertai Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri (BSM) pada tahun ini.

Dalam desain Obligasi Syariah Mudharabah, emiten mempublikasikan surat berguna jangka panjang untuk disediakan kepada para penanam modal dan berkewajiban mengeluarkan uang pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudharib sedangkan penanam modal pemegang obligasi selaku shahibul mal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi kriteria mirip patokan emiten yang masuk dalam standar indeks Islam.[27]

Instrumen ketiga yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi adonan yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikontrol oleh manajer investasi. Manajer investasi menunjukkan Reksa Dana Syariah terhadap para penanam modal yang berhasrat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikontrol oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.

Sementara itu perkembangan Reksa Dana Syariah di Indonesia masih lambat. Pada tahun 2002 kemudian dana penduduk yang terhimpun dalam Reksa Dana baru mencapai Rp 40 milyar atau sekitar 0,1% dari total Reksa Dana.[28] Sedangkan Reksa Dana yang ada ketika ini gres Danareksa Syariah dan Danareksa Syariah Berimbang yang dikelola Danareksa, Reksa Dana PNM Syariah yang dikontrol Permodalan Nasional Madani (PNM), Rifan Syariah yang dikelola Rifan Asset Management (RAM),[29] dan Reksa Dana Batasa Syariah yang baru diluncurkan PT Batasa Capital pada tahun ini.[30]

c. Mekanisme Transaksi
Dalam konteks pasar modal syariah, berdasarkan Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short selling).[31]

Sementara itu Obaidullah mengemukakan akhlak di pasar modal syariah, yakni setiap orang bebas melaksanakan janji (freedom contract) selama masih sesuai syariah, bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi (gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan terdapat isu yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate infromation).[32]

Inti dari apa yang disebutkan oleh Alhabshi dan Obaidullah tersebut adalah pasar modal syariah mesti mencampakkan jauh-jauh setiap transaksi yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan laba. Meskipun dalam perkara-masalah tertentu seperti insider trading dan manipulasi pasar dengan menciptakan laporan keuangan artifisial dihentikan dalam pasar modal konvensional.

Irfan Syauqi menerangkan perihal spekulasi ini, pertama, spekulasi hakikatnya bukanlah aktivitas investasi, kedua, spekulasi menjadikan kenaikan pemasukan bagi sekelompok masyarakat tanpa menawarkan konstribusi apapun baik yang bersifat positif maupun produktif, ketiga, spekulasi ialah sumber penyebab krisis keuangan, dan keempat, spekulasi tiba dari mental “ingin cepat kaya”.[33]

Dalam prosedur transaksi produk pasar modal syariah, Irfan Syauqi mengemukakan perihal bahwa transaksi pembelian dan penjualan saham dihentikan dilaksanakan secara langsung. Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau memasarkan saham secara pribadi dengan memakai jasa broker atau pialang. Keadaan ini memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya pergantian harga saham ditentukan oleh kekuatan pasar bukan alasannya nilai intrinsik saham itu sendiri. Menurut Irfan Syauqi hal ini dihentikan dalam Islam. Untuk itu dalam proses perdagangan saham, emiten memperlihatkan otoritas kepada agen di lantai bursa, selanjutnya distributor tersebut bertugas untuk mempertemukan emiten dengan kandidat investor tetapi bukan untuk memasarkan dan membeli saham secara eksklusif. Kemudian saham tersebut dijual/dibeli alasannya sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come - first served.[34]

Perkembangan harga saham dalam pasar modal konvensional telah lepas dari nilai instrinsiknya yang dipicu oleh transaksi spekulatif, juga timbul dari cita-cita para pelaku pada umumnya agar harga saham terus berkembangsebagaimana yang dikemukakan oleh Samuelson dan Nordhaus bahwa kenaikkan harga saham bukan didorong oleh bertambahnya laba perusahaan dan jumlah deviden yang dibagikan, namun didorong oleh harapan dan harapan pemburu saham terutama dari kalangan yang paling awam. Kondisi seperti ini ialah sasaran empuk bagi para spekulan yang sangat jeli dalam menganalisis pertumbuhan pasar.

Juga ialah hal yang lumrah bagi pelaku di pasar modal konvensional untuk membeli sejumlah saham dalam satu hari (pastinya dengan perkiraan harga saham terus menanjak – bull market) misalnya dengan total nilai Rp 100 juta dengan modal di tangan cuma Rp 10 juta di mana kekurangannya Rp 90 juta (90%) dipinjam dari bank. Ia berani menanggung beban bunga karena berpendapat mungkin dalam satu hari atau beberapa hari berikutnya, atau satu minggu hingga satu bulan kemudian harga saham terus bertambah.

Dalam jual beli obligasi syariah, berdasarkan Muhammad Gunawan dilarang dipraktekkan harga diskon atau harga premium yang biasa dilaksanakan pada obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah yaitu al-hawalah (transfer service atau pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga perdagangan obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.[35]

Sedangkan untuk perdagangan Reksa Dana Syariah, manajer investasi memperlihatkan kepada pembeli Reksa Dana Syariah yang bersifat jangka pendek di pasar duit dan Reksa Dana Syariah jangka panjang di pasar saham. Misalnya Danareksa Syariah mengalokasikan 80% investasinya di saham dan 20% di pasar uang atau surat utang. Keuntungan yang diperoleh penanam modal dalam Reksa Dana Syariah ini sangat bergantung pada bagaimana manajer investasi menginvestasikan dana yang dikelolanya.[36]

3. Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
Untuk menganggap pasar modal syariah, menurut penulis ialah sungguh penting bagi kita menelaah institusi (tubuh usaha) yang bernama perseroan terbatas (PT) alasannya adalah perseroan terbataslah yang mempublikasikan saham dan sebagai emiten mencatatkannya di bursa efek untuk diperdagangkan, juga saham merupakan instrumen yang paling utama diperdagangkan dalam pasar modal.

Meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan mesti berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang menyanggupi standar syariah dan terbebas dari bagian riba, serta transaksi saham dikerjakan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi, hal itu tetap tidak membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional secara menyeluruh.

Bagaimana kegiatan bisnis dikerjakan dan bagaimana bentuk perseroan ialah dua persoalan yang berbeda. Penulis setuju bahwa sebuah badan usaha harus bergerak pada sektor-sektor dan mekanisme transaksi yang dibolehkan syariat Islam. Hanya saja penulis tidak setuju dengan bentuk badan perjuangan berupa perseroan terbatas, apalagi persoalan ini tidak disentuh dalam perkembangan ihwal pasar modal syariah alasannya adalah memang instrumen utama yang diperdagangkan di pasar modal syariah yakni saham sedangkan penerbitan saham itu sendiri ialah tata cara manajemen suatu perseroan terbatas untuk menemukan pendanaan atas acara bisnisnya.

a. Syarat Perseroan (Syirkah) dalam Islam
Perseroan (syirkah) dari sisi bahasa mempunyai makna penggabungan dua bagian atau lebih sehingga tidak mampu dibedakan lagi satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan menurut syara’, an-Nabhani mengungkapkan bahwa perseroan adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari laba.

Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab dan qabul sebagaimana yang dilaksanakan dalam transaksi yang lain di mana salah satu di antara mereka mengajak lainnya untuk mengadakan koordinasi dalam sebuah masalah, sehingga kesepakatan tersebut belum cukup cuma dengan kesepakatan untuk melakukan perseroan saja atau memperlihatkan modal untuk perseroan saja, namun harus mengandung makna berafiliasi dalam suatu persoalan.

Adapun perihal syarat sah dan tidaknya transaksi perseroan sangat tergantung pada sesuatu yang ditransaksikan, adalah mesti sesuatu hal yang bisa dikontrol. Sesuatu yang mampu dikontrol ini haruslah sesuatu yang bisa diwakilkan sehingga mengikat semua pihak yang melaksanakan perseroan. Dalam Islam perseroan yang dibolehkan mampu diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu perseroan inan, abdan, mudharabah, wujuh, dan mufawadhah.[37]

b.Tanggung Jawab Terbatas dalam Perseroan Terbatas
Sementara itu kebatilan perseroan terbatas dalam ekonomi konvensional terletak pada tanggung jawab terbatas. Jika perusahaan rugi atau melarat para kreditur dan pemilik hak lainnya tidak dapat menuntut para persero perusahaan sedikitpun, berapapun keharusan perusahaan kepada mereka. Mereka cuma mampu menuntut atas haknya sebatas aset perusahaan yang tersisa. Dengan demikian tata cara perseroan ini ialah sebuah sumbangan sistematis bagi para pemilik modal dan pengelola perusahaan.[38]

Sistem perseroan dengan tanggung jawab terbatas berlawanan dengan aturan syara’ yang menuntut ditunaikannya seluruh kewajiban mereka terhadap pihak lain di dunia ini, sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah: “Siapa saja yang mengambil harta orang dan berencana untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan semua orang yang mengambil harta orang dan berniat merusaknya, maka Allah akan menghancurkan orang itu.”

Juga dalam hadits yang lain dikatakan “Sungguh hak-hak itu niscaya akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada hari kiamat nanti, sampai seekor domba betina tak bertanduk akan menerima peluang membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah).

“Perbuatan orang kaya menangguhkan -nunda pembayaran utangnya yaitu sebuah kezhaliman.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah).

“…sebaik-baik orang di antara kalian, yaitu yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).” (HR. Imam Bukhari).

c. Perseroan Terbatas Tidak Memenuhi Syarat Perseroan dalam Islam
Kebatilan perseroan terbatas yang lain adalah bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam perseroan terbatas meleburkan dirinya dengan jalan pembagian komposisi kepemilikan saham oleh para pendiri pada dikala perseroan terbatas tersebut pertama kali diresmikan, kemudian pihak yang tiba belakangan dengan jalan membeli saham yang dijual manajemen perseroan terbatas pada saat IPO atau di pasar perdana, dan pihak yang membeli saham dari pihak lain di pasar sekunder. Dengan demikian di dalam perseroan terbatas tidak terdapat dua pihak atau lebih yang melakukan janji serta ijab dan qabul tetapi yang ada berbentukpembelian saham oleh siapa pun sebagai kehendak pribadinya yang bersifat sepihak. Artinya untuk menjadi rekanan/patner bagi seseorang dalam suatu perseroan terbatas maka cukup baginya dengan membeli saham perseroan terbatas tersebut.[39]

Jelaslah kebatilan dalam perseroan terbatas tersebut alasannya tidak menyanggupi adanya akad serta ijab dan qabul yang disyaratkan dalam Islam. Mereka yang ikut serta dalam perseroan terbatas hanyalah rekanan dalam modal (syarikul mal) saja.[40]

d. Perdagangan Saham Bertentangan dengan Syara’
Karena perseroan terbatas ialah sebuah bentuk perseroan yang batil, maka saham yang diterbitkan perseroan terbatas dengan tujuan menambah modal dan diperdagangkan dalam pasar modal menjadi batil pula.

Adapun pembahasan pembelian saham di pasar modal syariah mesti dilaksanakan dengan tujuan berinvestasi bukan berspekulasi – artinya seseorang atau suatu badan usaha yang membeli saham berniat melakukan investasi jangka panjang – di mana fokus laba yang ingin ia dapatkan cuma dari pembagian deviden dan keikutsertaannya dalam perseroan terbatas dengan hak bunyi yang dimilikinya, maka itupun tidak menetralisir kebatilan dalam pasar modal syariah. Karena apa yang beliau kerjakan dengan membeli saham tersebut sehingga berdasarkan aturan yang berlaku di negara yang bersangkutan dia memiliki hak milik terhadap suatu perseroan terbatas atau sebagai bagian dari orang yang turut andil dalam perseroan terbatas, namun tidak menyanggupi syarat sah seseorang yang bergabung dalam sebuah perseroan berdasarkan aturan syara’.

Apalagi dalam prakteknya jual beli saham di pasar modal syari’ah sekalipun sangat sulit untuk menghindarkan dari kegiatan spekulasi, tujuannya sesuatu hal yang sulit untuk diraih kalau semua transaksi dalam pasar modal syariah didasarkan pada investasi jangka panjang. Karena jual beli reguler yang dominan dalam pasar modal syariah bukan di pasar perdana tetapi di pasar sekunder. Di pasar sekunder inilah sungguh terbuka bagi setiap pihak untuk ambil untung dengan melakukan transaksi jangka pendek dan di sinilah biasanya terjadi spekulasi.

Seandainya seluruh perdagangan saham baik di pasar primer maupun di pasar sekunder dilaksanakan atas dasar investasi maka kecepatan transaksi dan nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan akan sungguh jauh berlainan dengan apa yang terjadi di pasar modal konvensional selama ini. Dengan asumsi ini maka dalam kacamata ekonomi sekarang pasar modal yang seperti itu tidak akan menarik minat banyak orang. Karena jual beli saham terjadi dengan sungguh lambat. Para penanam modal yang ingin masuk dalam suatu perseroan mesti menunggu suatu perseroan terbatas yang diminatinya memasarkan sahamnya di pasar perdana. Kemudian di pasar sekunder para investor mesti menanti dengan usang pihak pemegang saham sebuah perseroan terbatas melepaskan sahamnya di lantai bursa.

Permasalahan muncul lagi dari emiten yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal syariah. Meskipun pengurus pasar modal syariah sudah membersihkan emiten mana saja yang berhak masuk dalam pasar modal syariah melalui seleksi ketat. Akan tetapi ada satu yang bolong dari proses seleksi tersebut, yakni pembatasan sebuah emiten tidak boleh terlibat transaksi dan utang piutang ribawi dalam batasan optimal tertentu. Biasanya batas-batas aset yang mengandung riba yaitu 30% dari total aset emiten. Muncul pertanyaan apakah terjamin aset sebuah emiten yang mengandung unsur riba tidak lebih dari 30%.

Di sini permasalahannya bukan pada berapa persentasi bagian ribawi, sebab sedikit atau banyak yang namanya riba tetap haram. Dengan demikian saham yang diterbitkan dan diperdagangakan dari sebuah emiten yang terlibat komponen ribawi menjadi haram. Sebab terjadi percampuran antara modal yang halal dengan modal yang haram, sehingga tidak mampu dipilah-pilah lagi mana modal murni dengan bunganya.[41] Saat ini di Indonesia dan di pecahan dunia lainnya, sangat sulit untuk mendapatkan sebuah perseroan terbatas yang terbebas dari komponen-komponen ribawi.

VII. KESIMPULAN
1. Dari paparan dan evaluasi di atas, mampu ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional mampu dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada patokan saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan indeks saham Islam ini dapat dikerjakan oleh pasar modal syariah dan pasar modal konvensional.

2. Hanya saja secara menyeluruh desain pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berlawanan. Karena instrumen utama yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah dan pasar modal konvensional yaitu saham. Meskipun dalam pasar modal syariah emiten yang sahamnya diperdagangkan harus bergerak pada sektor yang tidak berlawanan dengan Islam, tetapi hal tersebut tidak membedakan zat dan sifat saham dalam pasar modal konvensional.

3.Selanjutnya mengenai penilaian kepada rancangan pasar modal syariah itu sendiri, yaitu yang berhubungan dengan saham sebagai instrumen utama di dalam pasar modal syariah, maka syara’ tidak mengizinkan perdagangan saham. Begitu pula mempublikasikan saham dengan tujuan memperbesar permodalan perusahaan, membeli saham dengan tujuan investasi dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan (capital gain) dari selisih harga (margin) merupakan aktivitas batil dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA
  • 1) Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji. 2001, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: PT Rineka Cipta.
  • 2) Anwar, Farial. 2002, Wall Street, BEJ, dan Rupiah, Republika Online 29 Juli.
  • 3) Al-Amine, Muhammad al-Bashir Muhammad. 2001, The Islamic Bonds Market : Posibilities and Challenges, International Journal of Islamic Financial Services, Volume 3, No.1, April-June, http://islamicfinance.net/ journals/journal9/albashir.pdf.
  • 4) Alhabshi, Syed Othman, Towards an Islamic Capital Market, http://vlib.unitarklj1.edu.my/staff-publications/datuk/Nst19feb93.pdf.
  • 5) Bapepam, Annual Report Bapepam 2002, http://www.bapepam.go.id/profil/ annual/index.htm
  • 6) Beik, Irfan Syauqi. 2003, Prinsip Pasar Modal Syariah, Republika Online 21 Maret.
  • 7) Danareksa.Com. 2003, 236 Saham Emiten di BEJ Sesuai Syariah, 21 April.
  • 8) Danareksa.Com. 2002, Reksa Dana Syariah, Bagi yang Anti Riba, 6 Mei.
  • 9) Dow Jones, Overview Islamic Market Indexes, http://www.djindexes.com/ jsp/islamicMarket.jsp?sideMenu=true. Dan http://www.djindexes.com/ jsp/islamicMarketOverView.jsp.
  • 10) FTSE. 2001, Ground Rules for the Management of the FTSE Global Islamic Index Series, Calculated in Association with the International Investor, Version 2.3 October, http://webserver2.ftse.com/ground-rules/pdfs/global-islamic-ground-rules.pdf.
  • 11) Gunawan, Muhammad. 2002, Bagaimana Seharusnya Obligasi Syariah, Republika Online 7 Oktober.
  • 12) Hakim, Sam dan Rashidian, Manochehr, Risk & Return of Islamic Stock Market Indexes, http://www.erf.org.eg/9thannualconf/9thPDFPresented /Finance/F-P Sam Rashidian.pdf.
  • 13) Danareksa.Com. 2003, 236 Saham Emiten di BEJ Sesuai Syariah, 21 April.
  • 14) Danareksa.Com. 2002, Reksa Dana Syariah, Bagi yang Anti Riba, 6 Mei.
  • 15) An-Nabhani, Taqyuddin. 2000, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti.
  • 16) Hizbut Tahrir. 1998, Sebab-sebab Kegoncangan Pasar Modal Menurut Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
  • 17) Jakarta Stock Exchange, Indeks Harga Saham, www.jsx.co.id
  • 18) Jakarta Stock Exchange, Mengenal Pasar Modal, www.jsx.co.id
  • 19) Noer, U. Saefudin. 2003, Peluang Investasi Obligasi Syariah, Republika Online 7 Juli.
  • 20) Obaidullah, Mohammed. 2001, Ethics and Efficiency in Islamic Stock Market, International Journal of Islamic Financial Services, Volume 3, No.2, July – September.
  • 21) Priyono, B. Herry, Bisnis Sesudah Neoliberalisme, Kompas Cyber Media, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/18/opini/bisn04.htm
  • 22) Republika Online. 2003, Batasa Luncurkan Reksadana Syariah, 24 Juli.
  • 23) Republika Online. 2003, Pasar Modal Syariah Resmi Diluncurkan, 15 Maret.
  • 24) Republika Online. 2003, Reksa Dana Syariah Belum Menggembirakan, 18 Maret.
  • 25) Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William P.. 1997, Makroekonomi Edisi Keempatbelas, Jakarta: Penerbit Erlangga.
  • 26) Obaidullah, Mohammed. 2001, Ethics and Efficiency in Islamic Stock Market, International Journal of Islamic Financial Services, Volume 3, No.2, July – September.
  • 27) Priyono, B. Herry, Bisnis Sesudah Neoliberalisme, Kompas Cyber Media, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/18/opini/bisn04.htm
  • 28) Singh, Kavaljit. 1998, Memahami Globalisasi Keuangan: Panduan untuk Memperkuat Rakyat, Jakarta: YAKOMA-PGI.
  • 29) Woods, Alan dan Grant, Ted. 1999, Di Atas Mata Pisau, Perspektif bagi Ekonomi Dunia, www.marxist.com
Footnote
-------------------
[1] Kavaljit Singh, Memahami Globalisasi Keuangan: Panduan untuk Memperkuat Rakyat, (A Citizen Guide to The Globalisation of Finance),alih bahasa Frederik Ruma, cet. I (Jakarta: YAKOMA-PGI, 1998),hal. 9
[2] Farial Anwar, Wall Street, BEJ, dan Rupiah, Republika Online 29 Juli 2002
[3] B. Herry Priyono, Bisnis Sesudah Neoliberalisme, Kompas Cyber Media, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/18/opini/bisn04.htm
[4] Republika Online, Pasar Modal Syariah Resmi Diluncurkan, 15 Maret 2003
[5] Jakarta Stock Exchange, Indeks Harga Saham, www.jsx.co.id
[6] Bapepam, Annual Report Bapepam 2002, http://www.bapepam.go.id/profil/annual/index.htm
[7]Sam Hakim dan Manochehr Rashidian, Risk & Return of Islamic Stock Market Indexes, hal. 3, http://www.erf.org.eg/9thannualconf/9thPDFPresented/Finance/F-PSam Rashidian.pdf.
[8] Syed Othman Alhabshi, Towards an Islamic Capital Market, hal. 1, http://vlib.unitarklj1.edu.my/staff-publications/datuk/Nst19feb93.pdf.
[9] Jakarta Stock Exchange, Mengenal Pasar Modal, www.jsx.co.id
[10] Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, cet. iii, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal. 34-37
[11] Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, cet. iii, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal. 25
[12] Hizbut Tahrir, Sebab-sebab Kegoncangan Pasar Modal Menurut Islam, (Hazzat al-Aswaq al-Maliyah Asbabuha wa Hukm asy-Syar’i fi Hazihi al-Asbab), alih bahasa M. Shiddiq Al Jawi, cet. i, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 1998), hal. 28.
[13] Paul A. Samuelson dan William P. Nordhaus, Makroekonomi Edisi Keempatbelas, (Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 220.
[14] Hizbut Tahrir, Sebab-karena Kegoncangan Pasar Modal…, hal. 28
[15] Paul A. Samuelson dan William Nordhaus, Makroekonomi.., hal. 220
[16] Alan Woods dan Ted Grant, Di Atas Mata Pisau, Perspektif bagi Ekonomi Dunia, www.marxist.com
[17] Jakarta Stock Exchange, Indeks Harga Saham, www.jsx.co.id
[18] Ibid.
[19] Dow Jones, Overview Islamic Market Indexes, http://www.djindexes.com/ jsp/islamicMarket.jsp?sideMenu=true
[20] Dow Jones, Overview Islamic Market Indexes, http://www.djindexes.com/jsp/ islamicMarketOverView.jsp
[21] Ibid, hal. 6.
[22] Danareksa.Com, 236 Saham Emiten di BEJ Sesuai Syariah, 21 April 2003
[23] Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, hal. 54
[24] Ibid, hal. 67- 75
[25] Muhammad al-Bashir Muhammad al-Amin, The Islamic Bonds Market : Posibilities and Challenges, International Journal of Islamic Financial Services, Volume 3, No.1, April-June 2001, hal. 1, http://islamic-finance.net/journals/journal9/albashir.pdf
[26] Modal Online, Direktur Indosat Junino Jahja: Tokoh Dibalik Obligasi Mudharabah, 30 Januari 2003
[27] U. Saefudin Noer, Peluang Investasi Obligasi Syariah, Republika Online 7 Juli 2003
[28] Republika Online, Reksa Dana Syariah Belum Menggembirakan, 18 Maret 2003
[29] M-WEB Finance, Reksa Dana Syariah, Bagi yang Anti Riba, yang dipublikasikan kembali oleh Danareksa.Com 6 Mei 2002
[30] Republika Online, Batasa Luncurkan Reksadana Syariah, 24 Juli 2003
[31] Syed Othman Alhabshi, Towards an Islamic Capital Market, hal. 3 http://vlib.unitarklj1.edu.my/staff-publications/datuk/Nst19feb93.pdf.
[32] Muhammad Obaidullah, Ethics and Efficiency in Islamic Stock Markets, International Journal of Islamic Financial
[33] Irfan Syauqi Beik, Prinsip Pasar Modal Syariah, Republika Online 21 Maret 2003.
[34] Irfan Syauqi Beik, Prinsip Pasar Modal Syariah, Republika Online 21 Maret 2003
[35] Muhammad Gunawan, Bagaimana Seharusnya Obligasi Syariah, Republika Online 7 Oktober 2002
[36] M-WEB Finance, Reksa Dana Syariah, Bagi yang Anti Riba, yang dipublikasikan kembali oleh Danareksa.Com 6 Mei 2002
[37]Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, (an-Nidlam al-Iqtishadi Fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. v, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hal. 153.
[38] Hizbut Tahrir, Sebab-Sebab Kegoncangan Pasar Modal, hal. 50
[39] Ibid, hal. 53-54
[40] Ibid, hal. 55-56
[41] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Altrenatif

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon