Minggu, 18 Oktober 2020

Makalah Anatomi Dan Rancangan Kurikulum

ANATOMI KURIKULUM
Anatomi berasal dari bahasa Yunani anatomia, dari anatemnein, yang mempunyai arti memangkas atau kemudian akan lebih sempurna dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan memakai arti struktur atau susunan atau juga bab atau komponen[4]. Kurikulum merupakan salah satu bagian yang mempunyai peran penting dalam system pendidikan, karena dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan ihwal tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman ihwal pengalaman mencar ilmu yang mesti dimiliki oleh setiap siswa. Oleh alasannya begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun mesti didasarkan pada azas-azas tertentu[5].

Anatomi kurikulum mampu dirumuskan menjadi empat bagian, ialah, pertama, Tujuan yang akan diraih, kedua Proses dalam pembelajaran, ketiga Materi yang hendak disampaikan, keempat Evaluasi. Dari keempat rumusan ini salingketerkaitan antara satu dengan yang yang lain. Tujuan yang hendak diraih harus sesuai dengan dengan proses yang mau dilakukan, materi yang mau disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan tujuan akan akan diraih dalam suatu kurikulum. Dengan demikian evaluasi tamat dari rumusan tersebut terdapat timbal balik yang relevan terhadap pengembangan kurikulum berikutnya.

Tujuan Akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-bagian kurikulum lainnya. Sedangkan rumusan tujuan didasarkan terhadap, pertama, Perkembangan tuntutan, keperluan, dan keadaan masyarakat, kedua, Pencapaian nilai-nilai filosofis terutama falsafah negara (Tujuan Pendidikan Nasional). Lias Hasibuan[6] mengemukakan beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, yakni:
  • Prinsip berorientasi pada tujuan.
  • Prinsip Relevansi
  • Prinsip Efesiensi.
  • Prinsip Fleksibilitas.
  • Prinsip Integritas.
  • Prinsip Kontinuitas.
  • Prinsip Sinkronisasi.
  • Prinsip Obyektivitas.
  • Prinsip Demokratis.
KOMPONEN KURIKULUM
Komponen adalah bab integral dan fungsional yang tidak mampu dipisahkan dari sebuah system kurikulum, sebab bagian itu sendiri memiliki peranan dalam pembentukan system kurikulum. Sebagai sebuah system, kurikulum memiliki bagian-bagian. Komponen-komponen kurikulum dari suatu sekolah mampu didentifikasi secara gampang dengan mengkaji buku atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen kurikulum mampu diketahui bagian-unsur apa saja yang membentuk system kurikulum[7].

Wina Sanjaya[8] mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu system yang mempunyai bagian-unsur tertentu. Manakala salah satu komponen yang membentuk system kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan unsur lainnya, maka system kurikulumpun akan terganggu pula.

Komponen Pengembangan tujuan kurikulum
Komponen tujuan ialah salah satu unsur yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan dan isi atau materi pelajaran serta cara yang digunakan selaku pemikiran penyelenggaraan kegiatan berguru mengajar[9].

Wina Sanjaya[10] mengemukakan beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama, Tujuan erat kaitannya dengan arah dan target yang mesti diraih oleh setiap upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan demikian perumusan tujuan merupakan salah satu bagian yang harus ada dalam sebuah kurikulum. Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat menolong pengembang kurikulum dalam merancang model kuriukulum yang mampu dipakai bahkan akan menolong guru dalam merancang system pembelajaran. Ketiga, tujuan kurikulum yang terang dapat digunakan sebagai control dalam memilih batasan dan kualitas pembelajaran.

Pencapaian bagian tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat eksklusif terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan berikutnya[11].

Klasifikasi Tujuan
Menurut Bloom[12] bentuk prilaku selaku tujuan yang mesti dirumuskandapat digolongkan kedalam tiga penjabaran atau tiga domain (bidang), adalah domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor.

Domain kognitif
Domain kognitif ialah tujuan pendidikan yang berafiliasi dengan kemampuan intelektual atau kesanggupan berfikir mirip kesanggupan mengenang dan kesanggupan memecahkan masalah, domain kognitif berisikan enam tingkatan yakni:
  • Pengetahuan (knowledge)
  • Pemahaman
  • Penerapan
  • Analisa
  • Sintesis
  • Evaluasi
  • Domain afektif
Domain afektif berkenaan dengan perilaku, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini ialah kelanjutan dari domain kognitif. Krathwohl[13] mengemukakan bahwa domain afektif mempunyai beberapa tingkatan, yakni:

Penerimaan.
Merespon.
Menghargai.
Mengorganisasi.
Karakterisasi nilai.
Domain psikomotor.

Domain psikomotor dalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan kemampuan seseorang. Domain ini dapat dibagi kedalam enam bangian, 1. Gerak reflex. 2. Keterampilan dasar. 3. Keterampilan perceptual. 4. Keterampilan fisik. 5. Gerakan keterampilan. 6. Komunikasi nondiskursif.

Hirarkis Tujuan
Dilihat dari hirakisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sungguh biasa hingga dengan tutjuan khusus yang bersifat spesifik dan mampu diukur. Tujuan yang bersifat umum sampai dengan bersifat khusus mampu diklasifikasikan menjadi emapat bab adalah: pertama, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), meliputi tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa Indonesia[14]. Kedua, Tujuan Institusional (TI), mencakup target pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Ketiga, Tujuan Kurikuler (TK), meliputi tujuan yang ingin diraih oleh sesuatu acara studi. Keempat, Tujuan Instrkuksional atau tujuan pembelajaran (TP), meliputi sasaran yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran[15].

Komponen Pengembangan bahan kurikulum
Pengembangan materi kurikulum pada hakikatnya yakni membuatkan materi pembelajaran yang diarahkan untuk mencari tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran ialah perangkat untuk membuat lebih mudah pemahaman suatu bahan pembelajaran. Kekeliruan dalam menentukan bahan pembelajaran mampu menghamabt proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian komponen pengembangan materi kurikulum sangat berpengaruh kepada tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas. Pemilihan materi didik dalam kurikulum ialah hal mutlak dalam unsur ini.

Materi pembelajaran (instructional materials) yaitu pengethuan, perilaku, dan keahlian yang harus dikenali dan dimiliki penerima asuh dalam rangka mencapai kemampuan atau kompetensi yang sudah ditentukan[16].

Wina Sanjaya[17] mengemukakan bahwa materi atau bahan kurikulum (curriculum materials) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dimengerti siswa dalam uapay meraih tujuan kurikulum. Komponen materi merupakan materi-bahan kajian yang terdiri dai ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan kedalam proses pembelajaran guna meraih unsur tujuan[18]. Kompenen pengembangan materi yang hendak dikembangkan dalam bahan latih merupakan factor penting dalam meraih tujaun yang telah diputuskan. Ini bermaksud untuk memperlihatkan pengertian kepada siswa perihal apa yang disampaikan oleh seorang guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat didalam kurikulum yang sudah tersusun. Dalam membuatkan unsur bahan, perlu diperhatikan sumber-sumber pengembangan bahan yang dimaksudkan dalam suatu kurikulum.

1. Sumber-sumber bahan kurikulum

Masyarakat sebagai sumber kurikulum
Sekolah berfungsi untuk merencanakan anak didik supaya mampu hidup ditenagah-tengah masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang mesti diamati dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar (local), masyarakat dalam tatanan nasional dan masyarakat global. Sumber-sumber bahan kurikulum selain bersumber dari tatanan kehidupan global dan nasional, bahan juga harus bersumber dari penduduk sekitar. Secara khusus masyarakat local mempunyai budaya (kearifan local) tersendiri dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Hal ini cukup penting, karena bagaimanapun juga kearifan local ialah bahagian penting dalam mengembangkan proses pendidikan yang hendak diselenggarakan. Disamping itu juga mengajarkan kepada penerima didik akan pentingnya kearifan local selaku Soko Guru kebudayaan nasional[19].

Siswa sebagai sumber kurikulum
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan siswa, ialah:
  • Kurikulum sebabaiknya diadaptasi dengan pertumbuhan anak.
  • Isi kurikulum sebaikanya mencakup keahlian, wawasan dan sikap yang mampu dipakai siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berkhasiat menghadapi kebutuhannya pada periode yang hendak datang.
  • Siswa hendakany didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri.
  • Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa[20].
  • Ilmu pengetahuan selaku sumber kurikulum.
2. Tahap penyeleksian materi kurikulum
Penyeleksian merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam pengembangan materi kurikulum. Penyeleksian dimaksud mencakuap, Pertama, Identifikasi kebutuhan (need assesement), Kedua, menerima bahan kurikulum (assess the curriculum materials), Ketiga, Analisis bahan (analyze the materials), Keempat, evaluasi bahan kurikulum (appraisal of curriculum materials), Kelima, menciptakan keputusan mengadopsi materi (make anadoption decision)[21].

3. Jenis-jenis materi kurikulum
Jenis materi kurikulum yang haru sdipelajari siswa berisikan fakta, rancangan, prinsip, hokum, dan keterampilan. Fakta adalah sifat atau suatu tanda-tanda, peristiwa, benda, yang wujudnya mampu ditangkap oleh panca indra, sedangkan fakta ialah pengetahuan yang berhubungan dengan data-data spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang mampu diuji atau diobservasi[22].

4. Kriteria Penetapan materi kurikulum
Ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan materi kurikulum yang ditinjau dari sudut siswa, yakni: Pertama, Tingkat kematangan siswa, Kedua, Tingkat pengamalan anak, Ketiga, tahap kesulitan bahan[23].

Komponen Metode
Komponen sistem mampu dibagai kedalam dua bahaagian, (a). tata cara dalam pemahaman luas tidak cuma sekedar sistem mengajar saja akan namun menyangkut taktik pembelajaran, serta membangun nilai, wawasan, pengalaman, dan keahlian pada diri anak asuh, (b). sistem dalam pengertian sempit yakni berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar[24].

Komponen Evaluasi
Evaluasi ialah tindakan yang dilaksanakan untuk mengenali hasil pengajaran pada utamanya dan hasil pendidikan pada umumnya. Selain itu evaluasi juga memiliki kegunaan bagi perbaikan pengajaran (evaluasi sebagai feed back)[25].

Untuk melihat sejauh mana kesuksesan dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan evaluasi. Komponen penilaian ialah satu bagian yang berafiliasi bersahabat dengan komponen yang lain, maka cara evaluasi atau evaluasi akan menentukan tujuan kurikulum, bahan atau materi, serta proses berguru mengajar.

Penilaian sungguh penting, tidak cuma untuk memberikan sejauh mana tingkat prestasi anak bimbing, tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaharuan kurikulum. Penilaian dalam arti luas, tidak cuma mampu dilaksanakan oleh pendidik, tetapi juga kelompok penduduk luas[26].

DESAIN KURIKULUM
Desain kurikulum ialah rancangan, teladan atau model. Mendesain kurikulum bermakna menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah. Mendesain kurikulum tidak terlepas dari perencanaa yang matang dan baik sehingga tujuan yang mau direncanakan dapat diraih dengan baik pula. Mike Threlfall menyebutkan, bahwa: “aim of planning across the curriculum is to balance the needs of children and those of staff with the necessary systems, procedures and policies in relation to rencana. I have indicated a need to plan thoroughly and carefully but you will also need to find a place for flexibility, spontaneity and imagination”[27].

Dengan demikian, desian kurikulum tidak terlepas dari tujuan perencanaan kurikulum yang menyeimbangkan keperluan anak dan orang-orang yang terlibat dengan sistem yang diharapkan, prosedur dan kebijakan dalam kaitannya dengan penyusunan rencana. Saya sudah memberikan keperluan untuk merencanakan teliti dan hati-hati namun Anda juga akan perlu mendapatkan kawasan untuk fleksibilitas, spontanitas dan khayalan.

Dalam mendesain kurikulum, ada beberapa model desain kurikulum yang mampu diutarakan dalam makalah ini, yaitu:

Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Longstreet[28] mendefinisikan rancangan kurikulum ialah rancangan kurikulum yang berpusat kepada wawasan (the knowledge centered desain) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh alasannya adalah itu model rancangan ini jiga dinamakan versi kurikulum subjek akademis yang penekananny diarahkan untuk pengembangan intelektual siswa.

Ada tiga bentuk organisisi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, ialah: subject centered desain, learned centered desain, duduk perkara centered rancangan. Setiap rancangan kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses pembelajaran supaya berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setiap desain kurikulum dapat dijadikan pemikiran dalam melaksanakn proses pembelajaran, alasannya adalah setiap rancangan kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanannya.

Subject Centered Curriculum
Pada subjek ini, materi atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah, mata pelajaran-mata pelajaran tersebut tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Organisasi materi atau isi kurikulum pada subjek ini berpusat pada mata pelajaran secara terpisah, kurikulum ini juga dinamaka separated subject curriculum[29]

Subject Correlated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang mempunyai kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi sebuah bidang studi (broadfield). Mengkorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat dilaksanakan dengan beberapa pendekatan, yakni; 1). Pendekatan struktural, adalah pendekatan kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari berapa mata pelajaran sejenis. 2). Pendekatan Fungsional, adalah pendekatan yang didasarkan pada pengkajian dilema yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, dan 3). Pendekatan Daerah, ialah pendekatan mata pelajaran diputuskan berdasarkan lokasi atau tempat[30].

Integreted Curriculum
Model organisasi kurikulum ini tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi, tetapi berguru berangkat dari sebuah pokok persoalan yang mesti dipecahkan, selanjutnya persoalan tersebut dinamakan unit. Subject Correlated Curriculum berfungsi untuk mengembangkan siswa dari sisi intelektual dan seluruh aspek yang berhubungan dengan perilaku, emosi, dan keahlian. Organisasi kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa lewat latihan memakai ide dan melaksanakan proses penelitian ilmiah[31].

Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Beauchamp[32] merumuskan desian kurikulum yang berorientasi pada masyarakan merupakan suatu desian kelompok social untuk dijadikan pengalaman mencar ilmu anak didalam golongan. Artinya, urusan yang dihadapi dan diharapkan oleh suatu golongan social, mesti menjadi materi kajian anak bimbing di sekolah. Ada tiga perspektif rancangan kuriukulum yang berorientasi pada kehidupan penduduk , yakni:
  • Perspektif Status Quo (the status quo perspective).
  • Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya penduduk
  • Perspektif Pembaharuan (the reformist perspective).
  • Kurikulum dikembangkan untuk lebih mengembangkan kwalitas masyarakat itu sendiri.
  • Perspektif Masa Depan (the futurist perspective).
Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi social, yang menekankan kepada proses mengembangkan relasi antara kurikulum dan kehidupan social, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan social dari pada kepentingan individu[33].

Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Hal yang mendasari rancangan ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk menolong anak asuh. Selanjutnya Muhaimin[34] menyebutkan bahwa selaku objek utama dalam pendidikan, utamanya dalam proses belajar mengajar, penerima latih memegang peranan yang sangat mayoritas. Dalam proses belajar mengajar, peserta latih mampu memilih kesuksesan berguru melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengelaman, kemauan dan komitmennya yang muncul dalam diri mereka tanpa paksaan. Makara kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama kemajuan anak ajar. Dalam merancang kurikulum yang berorientasi pada siswa perlu mengamati hal-hal sebagai berikut:

Kurikulum haru sdisesuaikan dengan kemajuan anak
Isi kurikulum harus meliputi keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dianggab berguna untuk kurun sekarang dan kala yang akan datang.

Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek mencar ilmu yang berusaha untuk berguru sendiri. Artinya siswa mesti didorong untuk melakukan aneka macam kegiatan mencar ilmu, bukan hanya sekedar menerima info dari guru.

Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan tingkat pertumbuhan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dupelajari bukan diputuskan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut lain akan namun ditentukan dari sudut anak latih itu sendiri[35].

Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, mampu dilihat dalam dua perspektif, yakni:

Perspektif kehidupan anak dimasyarakat
Siswa sebagi sumber kurikulum yakin bahwa hakikat mencar ilmu bagi siswa adalah bila siswa berguru secara riil dari kehidupan mereka di penduduk . Kurikulum yang berorientasi pada anak asuh dalam perspektif kehidupan di masyarakat, menginginkan bahan kurikulum yang dipelajari disekolah serta pengalaman mencar ilmu, disesain sesuai dengan kebutuhan anak anak selaku persiapan semoga mereka mampu hidup ditengah penduduk .

Perspektif Psikologis
Perspektif ini ialah rancangan kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan kepada jiwa penerima asuh. Desain kurikulum ini ditujukan untuk kepentingan peserta bimbing, sebab itu pertimbangan-pertimbangan terhadap kejiwaan peserta asuh diabadikan selaku salah satu yang penting untuk dimengerti dalam proses pelaksanaan kurikulum[36]. Dalam persepktif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering juga diartikan selaku kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul selaku reaksi kepada proses pendidikan yang hanya memprioritaskan segi intelektual. Kurikulum humanistic sanagt menekankan kepada adanya relasi emosional yang baik antara guru dan siswa. Guru mesti bisa membangun situasi yang hangat dan dekat yang memungkinkan siswa mampu mencurahkan segala perasannya dengan penuh doktrin[37]. Sedangkan dalam sudut pandang Pendidikan Agama Islam pendekatan humanistic dalam pengembangan kurikulum bertolak dari wangsit “memanusiakan insan”. Penciptaan konteks yang mau member potensi manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat insan ialah dasar filosofi, dasar teori, dasar penilaian dan dasar pengembangan acara pendidikan[38]

Desain Kurikulum Teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau acara pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan peran-peran tertentu. Materi yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis)[39]. Model rancangan kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode, dan materi-materi yang dianggab dapat meraih tujuan. Teknologi mensugesti kurikulum mampu dilihat dari dua segi, yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu metode[40].

Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi mencar ilmu behavioristik. Salah satu cirri dari mencar ilmu ini yakni menekankan pada contoh tingkah laku yang bersifat mekanis mirip yang digambarkan dalam teori Stimulus Respon. Kurikulum ini memiliki karakteristuk sebagai berikut:
  • Belajar dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
  • Belajar dikelola menurut langkah-langkah tertentu dengan jumlah tugas yang harus dipelajari.
  • Secara khusus siswa berguru secara perorangan, walaupun dalam hal-hal tertentu, mampu saj mencar ilmu secara golongan[41].
  • Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi teknologi kurikulum hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  • Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu mengerti bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
  • Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktekkan kecakapan sesuai dengan tujuan.
  • Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah diraih. Dengan demikian siswa perlu menyadari apakah pembelajaran telah dianggab cukup atau masih perlu santunan[42].
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, serta keterlibatan siswa secara penuh dlam proses berguru mengajar, maka tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Namun disisi lain guru sebagai perencana dan pendesain kurikulum pastinya haarus mengenali keadaan sekolah secara biasa dan keadaan siswa secara khusus.

PENUTUP
Makalah yang berjudul Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan perihal bagian yang mesti ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Dalam pendesaianan kurikulum itu terdapat beberapa bagian, diantaranya yaitu tujuan kurikulum, materi asuh atau bahan atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, dan penilaian pengajaran. Komponen-unsur tersebut saling berhubungan satu dengan yang yang lain. Setiap unsur memiliki isi yang sangat penting bagi kelangsungan kurikulum.

Desain kurikulum merupakan rencana pembelajaran yang mesti dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Desain kurikulum yang mampu digunakan diantaranya ialah subject centered curriculum, subject correlated curriculum, integrated curriculum. Setiap rancangan kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses pembelajaran semoga berlangsung dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setiap desain kurikulum dapat dijadikan selaku salah satu pedoman dalam melakukan proses pembelajaran. Jadi setiap desain kurikulum mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanannya.

Daftar Pustaka
  • Al-Syaibani, Oemar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. diterjemahkan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
  • Al Musanna. Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif. dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.
  • Beauchamp. Curriculum Theory. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.
  • Bloom, Benajamin S. Taxonomy of Education Objective: Cognitive Domain. New York: David McKay, 1964.
  • Faizin, Muhammad. Anatomi dan Desain Kurikulum. dalam er.com/search?q=anatomi-kurikulum, tanggal 15 April 2011
  • Hasibuan, Lias. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
  • Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta: Arruzz Media, 2007.
  • Krathwohl, dkk. Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.
  • Longstreet, Harold G., dkk. Curriculum for Millenium. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.
  • Maunah, Binti. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jogjakarta: Teras, 2009.
  • Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi. Bandung: Alfabeta, 2008.
  • Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.
  • Norne, Herman H. dalam. Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.
  • Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.
  • Sanjaya, Wina. Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010.
  • Threfall, Mike. Planning Across the Curriculum. dalam Kate Ashcroft and David Palacio. Implementing the Primary Curriculum, A Teachers Guide. Washington DC: The Falmer Press, 1997.
  • Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
Footnote
---------------------
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), 194.
[2] Herman H. Norne, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), 195.

[3] Lihat Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, diterjemahkan Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 485; Al-Syaibani memberikan kerangka dasar yang jelas tentang kurikulum pendidikan islam; Pertama, Dasar agama, yang mebnjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’a>n, al-sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya, kedua, Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pemikiran bagi tujuan pendidikan islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan persepsi hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai sebuah kebenaran, bai ditinjau dari sisi ontology, epistimologi maupun aksiologi, ketiga Dasar Psikologis, dasar ini menawarkan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri pertumbuhan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memeperhatikana kecakapan fatwa dan perbedaan perorangan antara satu akseptor ajar denngan yang lainnya, keempat, Dasar Sosial, dasar ini menunjukkan gambaran bagi kurikulum pendidikan islam yang tercermin pada dasar social yang mengandung cirri-ciri masyarakat islam dan kebudayaannya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adab kebiasaan, seni dan sebagainya. Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 195.

[4] Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain Kurikulum, dalam er.com/search?q=anatomi-kurikulum, tanggal 15 April 2011.

[5] Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010), 31.

[6] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), 86-87.
[7] Ibid, 37.
[8] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 99.
[9] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: Sinar Grafika).

[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 101.
[11] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 38.
[12] Benajamin S. Bloom, Taxonomy of Education Objective: Cognitive Domain, (New York: David McKay, 1964), 89.

[13] Krathwohl, dkk, Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 104.

[14] Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain, dalam er.com/search?q=anatomi-kurikulum, tanggal 15 April 2011.

[15] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 106-113.
[16] Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2008), 61.
[17] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 114.
[18] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 39.

[19] Al Musanna, Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), 245.

[20] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 116.
[21] Ibid, 120.
[22] Ibid, 120.
[23] Ibid, 121.
[24] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 39.
[25] Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jogjakarta: Teras, 2009), 50.
[26] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Jogjakarta: Arruzz Media, 2007), 57.

[27] Mike Threfall, Planning Across the Curriculum, dalam, Kate Ashcroft and David Palacio, Implementing the Primary Curriculum. A Teachers Guide, (Washington DC: The Falmer Press, 1997), 28.

[28] Harold G. longstreet, dkk, Curriculum for Millenium, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 64.

[29] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 65.
[30] Ibid, 66.
[31] Ibid, 67.

[32] Beauchamp, Curriculum Theory, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), 67.

[33] Wina Sanajaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 69.
[34] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 121.
[35] Wina Sanajaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 71.
[36] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran, 54.
[37] Wina Sanjajya, Kurikulum dan Pembelajaran, 73.
[38] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 142.
[39] Ibid, 164.
[40] Wina Sanjajya, Kurikulum dan Pembelajaran, 74.
[41] Ibid, 76.
[42] Ibid, 76.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon