Minggu, 15 November 2020

Makalah Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri

A. Pendahuluan dan Latar Belakang
Pendirian Perguruan Tinggi Islam (PTI) ialah mata rantai dari sejarah usaha umat Islam Indonesia semenjak permulaan periode ke-20. Perjuangan itu dimulai dari kesadaran kolektif umat islam, terutama organisasi-organisasi Islam yang timbul pada perempat pertama periode ke-20. Kesadaran ini mengukuhkan pentingnya perbaikan pendidikan Islam. Wujud konkrit dari kesadaran itu ialah pembaharuan metode pendidikan Islam.

Hasrat umat Islam untuk mendirikan pendidikan tinggi telah dirintis semenjak zaman kolonial Belanda, M. Natsir menulis dalam Capita Selecta bahwa keinginan menyebut bahwa Dr. Satiman sudah menulis artikel dalam PM (Pedoman Masyarakat) Nomor 15 membentangkan impian beliau yang mulia akan mendirikan satu akademi Islam akan terpusat di tiga daerah, yakni Jakarta, Solo dan Surabaya. Di Jakarta akan didiadakan sekolah tinggi sebagai bagian atas Sekolah Menegah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (kebaratan). Di Solo akan diadakan akademi untuk mendidik muballighin. Di Surabaya akan diadakan perguruan yang mau mendapatkan orang-orang pesantren.[1] Walaupun istilah ini masih dalam bentuk pandangan baru, dan belum menjadi realita, akan tetapi semangat untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam itu sudah timbul pada tahun 1930-an.

Semangat untuk mendirikan pendidikan tinggi ini juga tercantum dalam Kongres II MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang diadakan di Solo pada tanggal 2-7 Mei 1939, didatangi oleh 25 organisasi Islam yang menjadi anggota MIAI. Di dalam laporan itu salah satu acara pembahasannya ialah perguruan tinggi Islam. Setelah Kongres final, didirikanlah PTI di SOLO yang mau dimulai dari tingkat menengah dengan nama IMS (Islamische Midilbare School). Akan tetapi forum pendidikan ditutup pada tahun 1941 sebab pecah Perang Dunia II.[2]

Pada tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 STI dibuka secara resmi di Jakarta. Peresmiannya diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia. Selanjutnya STI dirubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) untuk lebih mengembangkan efektifitas dan jangkauannya. UII secara resmi dibuka pada tanggal 10 Maret 1948 (27 Rajab 1367 H) dengan membuka 4 fakultas yakni Agama, Hukum, Pendidikan, dan Ekonomi.[3]

Dalam kemajuan berikutnya, fakultas agama UII ini dinegerikan, sehingga terpisah dari UII menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri). Setelah berdirinya PTAIN pemerintah sukses pula mendirikan ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama). ADIA ini dimaksudkan selaku sekolah latihan bagi para pejabat agama yang berdinas dalam pemerintahan, (contohnya Kementerian Agama) dan untuk menjadi ahli latih dalam pengajaran agama di sekolah negeri. [4]

PEMBAHASAN

B. Dasar Hukum
Beberapa dasar aturan yang melandasi pendirian PTAIN yaitu sebagai berikut:
  • Peraturan Pemerintah No. 34/1950.
  • Peraturan bareng Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan No. K/1/14641/1951. menertibkan peraturan pelaksaanannya.
  • Peraturan bareng Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan No. 28665/Kab/1951.
C. Program dan Tujuan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
Pada paruh terakhir tahun 1950, perkembangan gres yang mencolok mengancam UII di Yogyakarta. Pada tanggal 12 Agustus 1950 Fakultas Agama yang ialah argumentasi utama didirikannya Universitas ini mesti dipisahkan dari ”induknya”, diambil oleh pemerintah. Pada tangal 20 September 1951 Fakultas Agama ini secara resmi dibuka dengan nama PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) dibawah pengawasan Kementrian Agama.[5]

Pendirian PTAIN ini dikontrol dengan Peraturan Pemerintah No. 34/1950 pada tanggal 14 Agustus 1950. Adapun tujuan khususnya ádalah untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi Islam yang menjadi sentra pengenbangan dan pendalaman pengetahuan agama Islam. Dengan kata lain, bahwa pendirian PTAIN dimaksudkan untuk menciptakan ahli-ahli agama Islam untuk mengisi keperluan masyarakat dan negara. Hal ini berdasarkan fatwabahwa Islam hádala yang diakui selaku golongan masyarakatterbesar, dan risikonya masyarakat Indonesia dikenal sebagai penduduk religius. Agama Islam penduduk Indonesia secara mendalam masuk ke dalam semua faktor kehidupan. Tidak adanya lembaga pendidikan tinggi bidang agama di Indonesia menyebabkan para lulusan madrasah dan pesantren selama periode waktu yang usang melanjutkan studinya kelembaga-kelembaga pendidikan tinggi agama di Timar Tengah, Makkah maupun Kairo.[6] PTAIN dalam sudut pandang ini, diharapkan menjadi sentra untuk menyebarkan dan memperdalam ilmu tersebut. Selain itu, pendidikan taraf universitas agama dan ilmu pengetahuan Islam hádala penting sekali alasannya sebagian besar bangsa Indonesia memeluk agama Islam. Mempertinggi taraf pendidikan dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan bermakna mempertiggi taraf kehidupan bangsa Indonesia dalam lapangan kerohanian (spiritualitas) maupun intelectualitas.[7]

Dari tujuan PTAIN yang telah disebutkan diatas, yakni memberi pengajaran tinggi dan menjadi sentra memperkembangkan dan memperdalam ilmu wawasan tentang agama Islam diletakkan azas untuk membentuk insan budpekerti dan piawai serta mempunyai keinsyafan bertanggungjawab ihwal kesejahteraaan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya atas dasar pancasila, kebudayaan, kebangsaan Indonesia dan realita.[8] Lama pendidikan di PTAIN pada ketika itu adalah 4 tahun, pada tingkat Baccalauret dan Doktoral mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah. Disamping ilmu-ilmu agama, PTAIN juga memperlihatkan mata kuliah umum mirip Filsafat Umum, Sejarah Kebudayaan Umum, Sosiologi, dan Azas-Azas Hukum Tata Negara.[9] Adapun calon mahasiswa yang dapat diterima di PTAIN yaitu:
  • Lulusan SGHA dengan seleksi,
  • Lulusan SMAN atau yang dipersamakan,
  • Lulusan Sekolah Kejuruan seperti SGAM, STM dengan ujian seleksi,
  • Lulusan madrasah menengah tinggi, dan
  • Mereka yang berijazah sekolah persiapan (matrikulasi) yang memang dipersiapkan PTAIN sebelum diterima menjadi mahasiswanya.[10]
D. Peranan PTAIN
Kelahiran PTAIN, ditilik dari sudut pertumbuhan PTI merupakan babak baru yang menawan. Satu segi penegerian facultas agama UII ini dianggap sebagai “negaraisasi” Islam, untuk tidak menyebut domestifikasi Islam atas negara. Di sisi lain, pandangan positif bisa menyatakan bahwa pengertian ini selaku bentuk “penghargaan” negara atas Islam. Salah satu klausul menyebutkan bahwa tujuan dibentuknya PTAIN yaitu untuk mengatasi kelemahan tenaga hebat dalam bidang ilmu agama Islam yang sangat dibutuhkan dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun penduduk kebanyakan.

Perubahan status swasta ke negeri ini tentu mempunyai konsekuensi besar. Lembaga pendidikan yang tadinya milik penduduk kini menjadi milik pemerintah. Disatu sisi forum ini menjadi lebih mapan, terutama dari segi keuangan, namun arah pengembangannya kemungkinan besar banyak dipengaruhi oleh kebutuhan pragmatis pemerintah, mirip pengadaan guru negeri di madrasah-madrasah, baik itu pelajaran agama maupun lazim. PTAIN kini terlihat sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Hal yang lebih sulit lagi ”pemerintah” diartikan sebagai Departemen Agama. Dana yang disalurkan ke PTAIN yakni sebagian dari dana Departemen Agama.

PTAIN yang diresmikan berdirinya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950, baru beroprasi secara simpel pada tahun 1951. Dimulailah perkuliahan perdana pada tahun tersebut dengan jumlah mahasiswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan pimpinan fakultas yakni K.H. Adnan.[11]

Ditinjau dari kerangka yang lebih luas dan dari sudut pandang kaum muslimin, pengambilalihan fakultas agama UII oleh pemerintah (Kementerian Agama) yang kemudian menjadi PTAIN mampu dipandang kasatmata sebab dengan cara ini pemerintah mampu berbuat lebih banyak lagi perkembangan Islam dibandingkan apa yang dapat dilaksanakan oleh universitas swasta. Terbukti, sesudah itu Kementerian Agama sukses mendirikan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di Yogyakarta sebagai sekolah dinas untuk mendidik calon hakim agama.[12]

E. Latar Belakang Berdirinya Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
Dengan ditetapkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan tahun 1951 Nomor. K/651 tanggal 20 Januari 1951 (agama) dan No. 143?K tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri negeri dan swasta. Berkenaan dengan itu dan sekalian pula dengan peraturan-peraturan sebelumnya, maka Departemen Agama yang bertugas untuk merencanakan tenaga-tenaga guru agama untuk kesuksesan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu untuk mewujudkan salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) dengan maksud dan tujuan guna mendidik dan merencanakan pegawai negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi sekolah tinggi dan perguruan tinggi untuk dijadikan andal asuh agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik biasa , maupun kejuruan dan agama.[13]

Selain itu, banyak dari guru-guru agama yang mengajar di sekolah-sekolah Indonesia ialah pegawai negeri yang berada di bawah Departemen Agama RI., alasannya itu untuk berbagi kemampuan guru-guru agama tersebut, Departemen Agama lalu menghendaki sebuah forum yang mampu menjadi sentra pengembangan para guru yang bernaung di bawah Departemen Agama. Untuk menyanggupi keperluan tersebut, maka di Jakarta tepatnya di Ciputat sekitar 12 kilometer dari Jakarta arah keselatan didirikanlah Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) menurut ketetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957 tertanggal 1 Januari 1957 yang dipimpin oleh Mahmud Yunus. Yang melandasi pendirian ADIA ini yaitu ketetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957 tertanggal 1 Januari 1957

G. Tujuan dan Program ADIA
Lama belajar di ADIA adalah lima tahun yang dibagi kepada dua tingkatan. Tingkat semi akademik, lama mencar ilmu 3 tahun, sedangkan tingkat perguruan lama belajarnya 2 tahun. Masing-masing tingkat terdiri dari dua jurusan ialah jurusan pendidikan agama dan jurusan sastra Arab.[14] Materi yang diajarkan yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa Ibrani, Pendidikan Studi Budaya Indonesia dan Budaya Umum, Sejarah Islam, Ilmu Kalam, Mantiq, Akhlaq, Filsafat, Perbandingan Agama, dan Studi Pendidikan Sosial.[15] Syarat untuk diterima menjadi mahasiswa ADIA ialah lulusan atau berijazah SGAA, PGAA, atau PHIN, memiliki kala kerja sedikitnya 2 tahun dan berumur tidak lebih dari 30 tahun.

Pada dasarnya, ADIA bermaksud untuk mendidik guru-guru agama pegawai negeri supaya lebih memiliki kompetensi dalam mengajar. Secara formal, maksudnya yaitu mendidik dan menyiapkan pegawai negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi perguruan dan sekolah tinggi untuk dijadikan hebat ajar agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik biasa , maupun kejuruan dan agama.[16]

H. Peranan ADIA
Seperti tujuan khususnya selaku sarana dan lembaga pendidikan bagi pegawai negeri Departemen Agama untuk lebih berkompeten dalam mengajarkan ilmu-ilmu keagaamaan, ADIA pasti sungguh berperan memajukan pendidikan nasional Indonesia. Peran ini dimainkan dari pembinaan-pelatihan guru yang diadakan oleh ADIA. Dengan berdirinya ADIA, guru-guru yang tidak memiliki ijazah sarjana atau setingkatnya memiliki peluang untuk mendapatkan ijazah setingkat. Hal ini pastinya akan meningkatkan persyaratan mutu para guru yang lalu akan berakibat terhadap meningkatnya tolok ukur pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA
  • Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.Bandung : Citapustaka Media, 2001.
  • H.S, Mastudi dan Wahid, Marzuki. Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia:Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : DEPAG RI, 2003.
  • Hasjmy, A., Mengapa Ummat Islam Mempertahankan Pendidikan Agam dalam Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
  • Jabalí, Fuad dan Jamhari (ed). IAIN : Modernisasi Islam di Indonesia. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002
  • Natsir, M. Capita Selecta. Jakarta : Bulan Bintang, 1973
Footnote
__________________
[1] M. Natsir, Capita Selecta (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h.90
[2] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung : Cita Pustaka Media, 2001), h.135
[3] I b i d.,h. 138
[4] Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1975. (Jakarta : Dharma Bhakti, 1978), h.92
[5] MUstadi HS dan Marzuki Wahid, Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia:Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan . (Jakarta : DEPAG RI,2003), h.33-34
[6] Fuad Jabali dan Jamhari (ed), IAIN : Modernisasi Islam di Indonesia. (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 3
[7] Pernyataan ini terdapat dalam penjelasan atas PP No.II tahun 1960 ihwal pembentukan IAIN
[8] Ibid., h. 139
[9] Sumardi, Sejarah……., h. 91
[10] I b i d..,h. 92
[11] I b i d
[12] I b i d ..,77-79
[13] Daulay, Sejarah Pertumbuhan……,h. 140
[14] Sumardi, Sejarah Singkat….., h. 93
[15] Jabali, IAIN: Modernisasi…,h. 13
[16] Daulay, Sejarah Pertumbuhan……,h. 140

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon