A. Pendahuluan
Sejarah mencatat bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada kala ke-7 M/I H, dan baru bebera tahun kemudiannya gres meningkat yaitu kira-kira pada kala ke-13 M. Meluasnya Islan ditandai dengan berdirinya kejaraan Islam yang tertua di Indonesia, seperti kerajaan Perlak dan Samudera Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297 M. Perkembangan dan penyebaran Islam saat itu lewat zona jual beli di daerah pantai Sumatera Utara danb mellui urat nadi jual beli di Malaka, agma Islam lalu menyebar ke pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bab Timur, perluasan ketika itu suasananya dalam keadaan perang dan Islam masuk ke Indonesia lewat peralihan agama Hindu dan masuknya Islam ke Indonesia melalui jalan hening.[1]
Masuknya pemikiran Islam ke Indonesia tidak mampu dilepaskan dari dampak pendidikan, dimana dalam mengajarkan agama Islam saat itu masih memakai sistem dakwah,adalah mirip ceramah dan dialog interaktif. Agama Islam sebagai agama perdamaian sangat mudah diterima oleh Masyarakat Indonesia hal tersebut terbukti dengan mudah agama pedoman Islam berterima di kelompok masyarakat Indonesia. Dalam proses pembentukan dan pengembangan penduduk Islam yang juga lewat kontak, contohnya kontak jual beli, perkawinan dan keadaan tersebut berlangsung secara perorangan dan kolektif.[2]
B. Latar Belakang
Bangsa Indonesia, pendidikan Islam telah berlangsung dilaksanakan semenjak masuknya Islam ke Indonesia melalui cara-cara yang sifatrnya masih tradusional. Dalam kemajuan dan kemajuan forum pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari dampak kolonoalisme, dikala pemerintah Belanda mengambil kebijakan yang mendiskrinasikan rakyat Indonesia dan hamper sama sekalitidak memperhatikan asapirasi penduduk Indonesia, kebijakan ini didorong oleh sebuah harapan untuk mendaaptkan laba sebanyak mungkin dari acara-program pendidikan yang dikembangkan. Di balik kegiatan-kegiatan pendidikan yng dijalankan terdaapt sebuah keinginan untuk mnempertahankan sta\tus qou, suatu kondisi dimana pihak Belanda senantiasa menempatkan diri pada tingkatan yang lebih tinggi dalam struktur masyarakat dan suatu kondisiyang mampu keberlanjutan rejim colonial, oleh karena itu sisitem pendidikan yang diterapkan itu ditandai dengan diskrikinasi ras dan agama.[3]
Diskriminasi ini terperinci tampakpada klasifikasi sekolahdi Indonesia, contohnya pada tungkatan sekolah-sekolah yangmembedakan berdasarkan ras dan keturunan seperti Europeesche Lagere School untuk anak-anak Erofa Hollandsch Chinese School utnuk belum dewasa Cina dan keturunan Asia Timur dan lain sebagainya, dan yang terakhir yaitu Inlandsche School yang menawarkan untuk-untuk belum dewasa pribumi pada umumnya.[4]
Selain menerapkan kebijakan yang diskriminatif sebagaimana dikemukakakn sebelumnya diatas, pemerintah colonial Belanda juga mengabaikan nilai-niali dan budpekerti istiadat local[5]. Di balik kebijakan pendidikan ditersebutnya"netral" tersebut pemerintah colonial berusaha menanamkan adat istiadat Erofa terhadap penduduk local. Usulan C. Snouck Hurgronje untuk menggaantikan hari Jum'at dengan hari Minggu sebagai hari libur merupakan salah-satu acuan dari upaya pengkaburan kebiasaan penduduk . Dari kebijakan-kebijakan pemerintah colonial ini ialah mengambarkan bahwa pemerintah tidak memperlihatkan kesempatan kepada rakyat untuk mengemabngkan pandanagan hgidup mereka dan untuk hidup selaku orang yang merdeka.[6]
Berdasarkan kebijakan kolonilias dari pemerintah Belanda tersebut, semangat pembaharuan, pencerahan sebagai kebangkitan masyrakat Islam di Indonesia, tercermin pad wangsit-wangsit pembahauan yang memaasuki pnsisikan. Timbulnya inspirasi-wangsit pembaharuan dalam bidang pendidikan sebagai manivestasi persolan eksternal dan interent( banyaknya orang mempelajari al-Qur'an dan studi Islam tidak mendaaptkan kepuasan karena metodenya masih bersifat tradisional)ummat Islam Indenesia dikala itu. Maka pada tahun 1909 berdirilah madrasah Adabiyah(Adabiyah School) yang bertemapt di Kota Padang oleh Abdullah Ahmad, selaku masa kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia.[7]
C. Tujuan
Pendidikan Islam merupakan problem social, sehingga dalam kelembanganannya tidak terlepas dari kelembaga-lembaga social yang ada, forum disebut juga institutsi atau pranata, sedangkan forum forum social yakni suatu organisasi yang tersusun secara relative atas pola-acuan tingkah laku, peranan dan hubungan yang terarah untuk mengikat individu guna mencapai kebutuhan social.[8]
Sedangkan yang di maksud dengan kelembagaan pendidikan Islam yaitu wadah atau tempat berlangsung proses pendidikan Islam yang serentak dengan proses kebudayaan.[9]Kelembagaan pendidikan Islam ialah sub-tata cara dari system masyarakat atau bangsa. Dalam operasionalnya slalu mengacu dan tanggap kepada keperluan dan perkembangan masyarakat. Oleh sebab itu lembaga pendidikan Islam haruslah terselenggara sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat, karena tampa demikian, akan sulit untuk mencapai kemajuan dan pertumbuhan dalam pendidikan Islam di Indonesia.
D. Lembaga-forum Pendidikan Islam
Islam mentranformasikan budaya msyarakat yang telah diislamisasikan di aneka macam tempat di Indonesia melalui tahap demi tahap dan melahirkan etos kerja sebagi dasar kebudayaan, sebagai follow up dari penyebaran pedoman Islam saat itu, metode pendidikan Islam segera dirancang dan bentuk sesuai dengan kondisi yang relevansi menuju penyebaran agama Islam di Indonesia.[10]
Pada tahap permulaan pendidikan Islam berjalan secara imformal. Kalangan muballiqh banyak memeberikan acuan-pola acuan dalam memperlihatkan akhlakul-karimah, sehingga masyrakat yang mengunjungi menjadi kepincut untuk mengenali sekaligus memeluk agama Islam dan menjiplak prilaku mereka[11].
Melalui pergaulan para muballigh dengan masyarakat sekitar dan sering kali juga melalui perkawinan silang yakni antara para penjualMuslim atau muballigh dengan masyrakat masyarakat sekitar dan terbentuklah masyarakat Muslam. Masyarakat muslim ini merupakan cikal bakal tumbuh dan kembangnya kerajaan Islam.[12]
Dari proses tersebut pendidikan dan pengajaran Islam, walaupun dalam bentuk yang sungguh sederhana. Materi pelajaran yang pertama sekali yakni kalimat Syahadah, karena barang siapa yang telah bersyahadat memiliki arti seseorang tersebut sudah menjadi seorang Muslim. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa ternyata dalam Islam itu praktis sekali, dan dari sana pulalah pendidikan beranjak, ialah dari hal-hal gampang dan berproses cepat sehingga masyarakat gampang untuk mendapatkan agama Islam.[13]
Setelah penyebaran dan perkembanangan agama Islam sudah membaur dalam kehidupan masyarakat, maka komunitas Muslim menyebabkan Mesjid dan Lanngar sebagai kawasan beribadah hal tersebut juga terjadi ketika zaman Nabi Muhammad Saw sebagai daerah terjadi proses asuh mengajar. Selain proses ini ada yang dimulai dariterbentuknya eksklusif-eksklusif Muslim lalu dari kumnpulan pribadi-eksklusif tersebut terbentuklan penduduk Muslim dan dari inilah terbentuk kerajaan Islam sebagai kesatuan yang lebih besar. Ada beberapa lembaga pendidikan Islam permulaan yang muncul di Indonesia.[14]
Mesjid dan Langgar
Mesjid secara harfiyah yaitu ”temaopt bersujud" namun dalam arti terminology, mesjid diartikan selaku daerah khusus untuk melaksanakan aktivitas ibadah dalam arti yang luas.[15] Mesjid fungsi utama ialah untuk daerah shalat lima kali sehari semalam dan setiap minggunya dilakukan shalat jum'at dan dua kali setahun dilakukan shalat hari raya Idil Fitri dan Idil Adha. Selain dari mesjid ada pula tempat ibadah yang disebut berkelahi, bentuknya lebigh kecil dari pada Mesjid dan dipergunakan hanya untuk beribadah shalat lima waktu, dan bukan untuk shalat Jum'at.[16]
Selain dari fungsi utama mesjid dan tabrak digunakan untuk kawasan pendidikan bagi orang akil balig cukup akal maupun anak-anak. Pengajian yang dilaksanakan untuk orang dewasa yakni penyampainan-penyampaian aliran Islam olah para muballigh (al-Ustadz, guru, kyai) kepada para jama'ah dalam bidang yang berkenaan dengan aqidah, ibadah dan budpekerti. Sedangkan pengajian yang yang dilaksanakan untuk bawah umur berpusat kepada pengajian al-Qur'an menitik bertkan terhadap kemampuan membacanya dengan baik dan benar sesuai denagn kaedah-kaedah bacaannya, disamping itu bawah umur juga diberikan ilmu keimanan yang bertumpu terhadap rukun kepercayaan yang enam. Ilmu ibadah yakni pendidikan tata cara shlat dan adat yaitu bertingkah laku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.[17]
Pendidikan agama Islam di tubruk bersifat elementer, dimulai dari mempelajari karakter aksara Arab selaku pengenalan awal wacana isi al-Qur'an sambil mengikuti gurunya, belum dewasa mencar ilmu dengan duduk bersila dan belum memaki meja dan bangku. Pengajian al-Qur'an dilanggar bermaksud semoga anak didik mampu membaca al-Qur'an berirama dan baik dan belum ditekankan untuk mengenali perihal isi al-Qur'an.[18]
Dalam penyampaian bahan di pendidikan Langgar, sebagaimana memakai dua sistem antara lain ialah dengan sisitem sorongan dimana dengan tata cara ini anak latih secara perorangan belajar dengan guru/kyai dan system khalaqah adalah seorang guru/kyai dalam memberikan pengajarannya duduk dengan dikelilingi murid-muridnya.[19]
Meunasah
Secara etimologi, kata Meunasah berasal dari bahasa Arab adalah madrasah yang berarti kawasan mencar ilmu atau sekolah. Dalam cacata sejarah Meunasah ini awalnya dinamakan Zawiyah, yaitu kawasan berguru penduduk , di Aceh, dan sesuai dengan perjalan waktu, Zawiyah itu berubah menjadi Meunasah sementara Zawiyah berubah menjadi dayah.[20]
Menurut Taufik Abdullah, sebelum sebuah kampong di berdiri, mereka apalagi dahul membangun Meunasah sebagi temapt beribadah dan mencar ilmu, baru kemudia mendirikan perkempungan. Disamping tempat beribadah Meunasah juga berfungsi selaku daerah berguru tingkat dasar dalam tiap-tiap lkampung ketiuka itu.[21]
Dayah
Mukti Ali dan Hasjmy berpendapat bahwa kata dayah atau deyah berasal dari bahasa Arab Zawiyah yakni daerah pendidikan atau berguru, temapat pendidikan ini sudah bangkit pada kurun Perlak, ketika Islam sudah membumi di Perlak diiringi dengan bangkit kerajaan Islam, mereka mengajarkan bagaimana memelihara kebersihan, kesehatan[22], membina keluarga serta metode berniaga dan bertani secara baik dan benar, lalu mereka jugamendidik penduduk supaya pintar, tekun, jujur, dan bersungguh-sungguh melakukan ibadah, dan kesemuanya itu yakni penuhdengan nilai. Melalui nilai-nilai yang sudah diajarkan saat itu, mereke mendirikan tempat-daerah selaku fasilitas berlangsungnya proses belajar yakni zawiyah, dan ada sebuah tempat pendidikan yang besar yang dinamakan Zawiyah Cot Kala, yang merupakan pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara[23]
Pesantren
Dari cacatan sejarah dapat dilihat bahwa dengan kedatangan kerajaan Bani Umayyah mengakibatkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahan, sehingga penduduk Islam tidak hanaya berguru di Mesjid namun juga belajar pada forum-lembaga lainnya, seprti "kutab". Makna kutab selaku karakteristik yang mempunyi kekhasan tersendiri dan ialah wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula selaku lembaga baca dan tulis dengan system halaqah.[24]
Di Indonesia, perumpamaan kutab lebih di kenal dengan ungkapan "pondok pesantren" ialah suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya seorang kyai(pendidik) yang mengajar dan mendidik para murid dengan sarana Mesjid yang digunakan sebagai prasarana berlangsungnya proses mencar ilmu, serta di dukung adanya pondok sebgai kawasan tinggal para murid.[25]
Kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe, dan akhiran an mempunyai arti daerah tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja juga menerangkan pesantren pesantren berasal dari kata santri, seorang yang berguru agama Islam, demikian pesantren memiliki arti kawasan orang berkumpul untuk belajar agama Islam[26]
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya penuhdengan dengan pendidikan Islam dimengerti dan dihayati serta diamalkan dengan menekankan penting akhlak agama Islam selaku ajaran hidup.[27]
Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, dipandang dari histories-cultural, pesantren dapat dibilang selaku pelatihan center yang sekaligus menjadi sebuah bentuk curtural central Islam yang dilembagakan oleh penduduk , utamanya masyrakat Islam. Berdirinya pesantren di Indonesia ialah sebuah tuntutan dari impian masyrakat Islam menuju hidup yang lebih layak dan bebas dari kolonial, dan dalam cacatan sejarah pesantren yang pertama sekali berdiri di Indonesia adalah pesantren Pamekasan di Madura, pesantren tersebut berdiri pada thun 1062, pesantren ini umumdisebut dengan pesantren Jan Tampess II.[28]
Di tinjau dari sejarah, belum ditemukan data sejarah yang membuktikan bahwa berdirinya pesantren di Indonesia, tetapi ada pertimbangan yang mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak permulaan masuknya Islam ke Indonesia, sementara lainnya beropini bahwa pesantren baru timbul pada masa Walisongo dan Maulanana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang mendirikan pesantren.[29]
Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di Jawa, sebelum dating agama Islam telah ada lembaga pendidikan Jawa antik yang praktek pendidikannya sama dengan pesantren. Lembaga pendidikan Jawa kuno itu berjulukan payiyatan, di forum tersebut tinggal Ki didik dengan cantrik. Ki didik orang mengajar dengan dan cantrik orang yang diajar. Kedua kalangan ini tinggal dalam satu komplek dan disini terjadi proses asuh mengajar.[30]
Dengan menganalogikan pendidikan payiyatan ini dengan pesantren, bergotong-royong tidak terlampau susah untuk memutuskan bahwa pesantren itu sudah tumbuh semenjak awal pertumbuhan Isalmn di Indonesia khususnya di Jawa, alasannya adalah model pendidikan pesantren Jawa Kuno telah ada sebelum Islam masuk yaitu payiyatan. Kedatangan Islam, maka sekaligus diperlulakn fasilitas penidikan, pastinya model peyiyatan ini di jadikan pola dengan mengganti system yang ada ke tata cara pendidikan Islam.[31]
Sistem yang ditampilakan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan disbanding dengan isitem yang diterapkan dalam penididkan kebanyakan :
Memakai system tradisional yang mempunyai keleluasaan sarat di banding dengan sekolah yang lain.
Kehidupan di pesantren menampakkkan semangat demokrasi sebab mereka simpel melakukan pekerjaan sama menangani persoalan non-kurikuler mereka.
Para santri tidak mengidap penyakit "simbolis"ialah perolehan gelar dan ijazah, alasannya adalah sebahagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk ke pesantren tampa adanya ijazah tersebut, hal ini alasannya tujuan mereka cuma ingin mencari keridhoan Allah Swt saja.
Sistem pondok pesantren memprioritaskan kesederhanaan, idealis, persaudaraan, persamaan, rasa yakin diri, dan keberanian hidup.
Alumni pondok pesantren tidak mau menduduki jabatan pemerintahan sehingga hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[32]
Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya kawasan mencar ilmu, kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhusus lagi sekolah-sekolah agama Islam[33].Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapt dipisahkan dengan tumbuhnya inspirasi-wangsit pembaharuan pedoman di kelompok ummat Islam. Diantara tokoh Nasional Islam yang paling berjasa dalam pengembangan madrasah di Indonesia ialah Syaikh Abdullah Ahmad, dia mendirika madrasah Adbiyah di Padang pada tahun 1909 dan pada tahun 1915 madrasah menjadi HIS Adbiyah yang tetap mengajarkan nilai-nilai Islam. Selanjuatnya Syaikh M. Thaib Umar mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar, walaupun madrasah sempat utup namun pada tahun 1918 di buka kembali oleh Mahmud Yunus, lalu pada tahun 1923 madrasah bertukar nama menjadi Diniyah School dan berubah lagi menjadi al-Jami'ah Islamiyah pada tahun 1931.[34]
Madrasah dalam khazanah kehidupan manusia Indonesia merupakan fenomena budaya yang berusia satu era lebih, bahkan bukan salah satu wujud entitas budaya Indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relative intensif. Indikasinya ialah realita bahwa wujud entitas budaya ini telah diakui dan diterima kehadirannya. Secara berangsur-angsur beliau sudah memasuki arus utama pembangunan bangsa menjelang kala-20[35]
Sebagai sebuah forum pendidikan Islam, madrasah setidak-tidaknya merefleksikan sebagai forum pendidikan Islam, berdasarkan al-Nahlawi, tugas sebagai forum madrasah selaku forum pendidikan Islam yaitu :
Merealisasikan pendidikan Islam yang di dasarkan pada prisif piker, aqidah dan tasyri' yang diarahkan utuk meraih tujuan pendidikan, bentuk dan realisasi itu yaitu biar anak didik beribadah, mentauhidkan Allah Swt, tunduk dan patuh atas perintah-Nya, serta syari'at-Nya
Memelihara fitrah anak ajar selaku manusia yag mulia, semoga dia tidak menyimpang tujuan Allah Swt menciptakannya. Membentuk dsar operasional pendidikan yang harus dijiwai sasuai dengan fitrah manusia, sehingga menyingkir dari adanya penyimpangan dan sebagainya.
Tugas-tugas forum pendidikan madrasah tersebut memerlukan manajemen yang mencukupi, yang mencakup banyak sekali unsur,contohnya penyusunan rencana, pengaweasan, organisasi, kerjasama, penilaian, dan sebagainya sehingga lembaga pendidikan madrasah itu terdapat budaya manajemen yang menurut dan bermaksud melancarkan pelaksanaan pendidikan Islam.[36]
Sesuai dengan peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1946 dan peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1950, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 1975, tentang kenaikan mutu madrasah, dapat disimpulkan, bahwa suatu forum pendidikan yang diatur mirip sekolah dengan meberikan pengetahuan agama Islam selaku pokok/dasar.[37]
------------------------
[1]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah dan Perkembangan.ed.1.cet.3.(Jakarta:Raja Grafindo Persada 1999),h.17
[2]Ibid.h.20
[3]Komaruddin Hidayat,Pranata Islam di Indonesia:Pergulatan social, Politik, Hukum, dan Pendidikan(Ciputat:Logos Wacana Ilmu, 2002),h.247
[4]Ibid,h.248
[5]Ibid,h.
[6]Ibid,h.250
[7]Haidar Putra Daulay,Dinamika PEndidkan Islam(Bandung:Cita Pustaka, 2004),h.65
[8]Hendropuspito,Sosiologi Agama,(Jakarta:Yayasan Kanisius, 1998),h.114
[9]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h127
[10]Saiful Muzani,Perkembangan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.cet.1(Jakarta:Pustaka LP3ES, 1979),h.27
[11]Haidar Putra Daulay,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia(Medan:Cita Pustaka Media, 2000),h.21
[12]Ibid
[13]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h.20
[14]Daulay,Sejarah Pertumbuhan,h.22
[15]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan Islam;kajian filosofis dan kerangka dasar operasional(Bandung:Trigenda Karya, 1993),h.295
[16]Ibid,
[17]Ibid,h.23
[18]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h.21
[19]Ibid,h.22 dan 23.
[20]A.Hasjmy,Mnera Johan.(Bandung:Bulan Bintang, 1976),h.104
[21]Ismail Sunni,Bunga Rampai ihwal Aceh,(Jakarta:Batara Karya Aksara, 1980),h.211
[22]Hasjmy,Mnera Johan,h.15
[23]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h16
[24]Ibid,h.24
[25]Ibid
[26]Haidar Putra Daulay,Historisitas dan Eksistensi:Pesantren dan Madrasah(Yogya:Tiara Wacana, 2001),h.7
[27]Mastuhu,Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta:Seri INIS XX, 1994),h.6
[28]Depertemen Agama Negeri RI,Nama dan Data Potensi Pondok-pondok Pesantren Seluruh Indonesia,(Jakarta, 1984-1985),th.
[29]Daulay,Sejarah Pertumbuhan,h.23
[30]Ibid,h.24
[31]Ibid
[32]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan,h.301
[33]Daulay,Historisitas,h.59
[34]Ibid,h.64
[35]Malik Fadjar,Madrasah dan Tantangan Modrenitas,(Bandung:Mizan, 1998),h.18-19
[36]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan,h307-308
[37]Daulay,Historisitas,h.85
Sejarah mencatat bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada kala ke-7 M/I H, dan baru bebera tahun kemudiannya gres meningkat yaitu kira-kira pada kala ke-13 M. Meluasnya Islan ditandai dengan berdirinya kejaraan Islam yang tertua di Indonesia, seperti kerajaan Perlak dan Samudera Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297 M. Perkembangan dan penyebaran Islam saat itu lewat zona jual beli di daerah pantai Sumatera Utara danb mellui urat nadi jual beli di Malaka, agma Islam lalu menyebar ke pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bab Timur, perluasan ketika itu suasananya dalam keadaan perang dan Islam masuk ke Indonesia lewat peralihan agama Hindu dan masuknya Islam ke Indonesia melalui jalan hening.[1]
Masuknya pemikiran Islam ke Indonesia tidak mampu dilepaskan dari dampak pendidikan, dimana dalam mengajarkan agama Islam saat itu masih memakai sistem dakwah,adalah mirip ceramah dan dialog interaktif. Agama Islam sebagai agama perdamaian sangat mudah diterima oleh Masyarakat Indonesia hal tersebut terbukti dengan mudah agama pedoman Islam berterima di kelompok masyarakat Indonesia. Dalam proses pembentukan dan pengembangan penduduk Islam yang juga lewat kontak, contohnya kontak jual beli, perkawinan dan keadaan tersebut berlangsung secara perorangan dan kolektif.[2]
B. Latar Belakang
Bangsa Indonesia, pendidikan Islam telah berlangsung dilaksanakan semenjak masuknya Islam ke Indonesia melalui cara-cara yang sifatrnya masih tradusional. Dalam kemajuan dan kemajuan forum pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari dampak kolonoalisme, dikala pemerintah Belanda mengambil kebijakan yang mendiskrinasikan rakyat Indonesia dan hamper sama sekalitidak memperhatikan asapirasi penduduk Indonesia, kebijakan ini didorong oleh sebuah harapan untuk mendaaptkan laba sebanyak mungkin dari acara-program pendidikan yang dikembangkan. Di balik kegiatan-kegiatan pendidikan yng dijalankan terdaapt sebuah keinginan untuk mnempertahankan sta\tus qou, suatu kondisi dimana pihak Belanda senantiasa menempatkan diri pada tingkatan yang lebih tinggi dalam struktur masyarakat dan suatu kondisiyang mampu keberlanjutan rejim colonial, oleh karena itu sisitem pendidikan yang diterapkan itu ditandai dengan diskrikinasi ras dan agama.[3]
Diskriminasi ini terperinci tampakpada klasifikasi sekolahdi Indonesia, contohnya pada tungkatan sekolah-sekolah yangmembedakan berdasarkan ras dan keturunan seperti Europeesche Lagere School untuk anak-anak Erofa Hollandsch Chinese School utnuk belum dewasa Cina dan keturunan Asia Timur dan lain sebagainya, dan yang terakhir yaitu Inlandsche School yang menawarkan untuk-untuk belum dewasa pribumi pada umumnya.[4]
Selain menerapkan kebijakan yang diskriminatif sebagaimana dikemukakakn sebelumnya diatas, pemerintah colonial Belanda juga mengabaikan nilai-niali dan budpekerti istiadat local[5]. Di balik kebijakan pendidikan ditersebutnya"netral" tersebut pemerintah colonial berusaha menanamkan adat istiadat Erofa terhadap penduduk local. Usulan C. Snouck Hurgronje untuk menggaantikan hari Jum'at dengan hari Minggu sebagai hari libur merupakan salah-satu acuan dari upaya pengkaburan kebiasaan penduduk . Dari kebijakan-kebijakan pemerintah colonial ini ialah mengambarkan bahwa pemerintah tidak memperlihatkan kesempatan kepada rakyat untuk mengemabngkan pandanagan hgidup mereka dan untuk hidup selaku orang yang merdeka.[6]
Berdasarkan kebijakan kolonilias dari pemerintah Belanda tersebut, semangat pembaharuan, pencerahan sebagai kebangkitan masyrakat Islam di Indonesia, tercermin pad wangsit-wangsit pembahauan yang memaasuki pnsisikan. Timbulnya inspirasi-wangsit pembaharuan dalam bidang pendidikan sebagai manivestasi persolan eksternal dan interent( banyaknya orang mempelajari al-Qur'an dan studi Islam tidak mendaaptkan kepuasan karena metodenya masih bersifat tradisional)ummat Islam Indenesia dikala itu. Maka pada tahun 1909 berdirilah madrasah Adabiyah(Adabiyah School) yang bertemapt di Kota Padang oleh Abdullah Ahmad, selaku masa kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia.[7]
C. Tujuan
Pendidikan Islam merupakan problem social, sehingga dalam kelembanganannya tidak terlepas dari kelembaga-lembaga social yang ada, forum disebut juga institutsi atau pranata, sedangkan forum forum social yakni suatu organisasi yang tersusun secara relative atas pola-acuan tingkah laku, peranan dan hubungan yang terarah untuk mengikat individu guna mencapai kebutuhan social.[8]
Sedangkan yang di maksud dengan kelembagaan pendidikan Islam yaitu wadah atau tempat berlangsung proses pendidikan Islam yang serentak dengan proses kebudayaan.[9]Kelembagaan pendidikan Islam ialah sub-tata cara dari system masyarakat atau bangsa. Dalam operasionalnya slalu mengacu dan tanggap kepada keperluan dan perkembangan masyarakat. Oleh sebab itu lembaga pendidikan Islam haruslah terselenggara sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat, karena tampa demikian, akan sulit untuk mencapai kemajuan dan pertumbuhan dalam pendidikan Islam di Indonesia.
D. Lembaga-forum Pendidikan Islam
Islam mentranformasikan budaya msyarakat yang telah diislamisasikan di aneka macam tempat di Indonesia melalui tahap demi tahap dan melahirkan etos kerja sebagi dasar kebudayaan, sebagai follow up dari penyebaran pedoman Islam saat itu, metode pendidikan Islam segera dirancang dan bentuk sesuai dengan kondisi yang relevansi menuju penyebaran agama Islam di Indonesia.[10]
Pada tahap permulaan pendidikan Islam berjalan secara imformal. Kalangan muballiqh banyak memeberikan acuan-pola acuan dalam memperlihatkan akhlakul-karimah, sehingga masyrakat yang mengunjungi menjadi kepincut untuk mengenali sekaligus memeluk agama Islam dan menjiplak prilaku mereka[11].
Melalui pergaulan para muballigh dengan masyarakat sekitar dan sering kali juga melalui perkawinan silang yakni antara para penjualMuslim atau muballigh dengan masyrakat masyarakat sekitar dan terbentuklah masyarakat Muslam. Masyarakat muslim ini merupakan cikal bakal tumbuh dan kembangnya kerajaan Islam.[12]
Dari proses tersebut pendidikan dan pengajaran Islam, walaupun dalam bentuk yang sungguh sederhana. Materi pelajaran yang pertama sekali yakni kalimat Syahadah, karena barang siapa yang telah bersyahadat memiliki arti seseorang tersebut sudah menjadi seorang Muslim. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa ternyata dalam Islam itu praktis sekali, dan dari sana pulalah pendidikan beranjak, ialah dari hal-hal gampang dan berproses cepat sehingga masyarakat gampang untuk mendapatkan agama Islam.[13]
Setelah penyebaran dan perkembanangan agama Islam sudah membaur dalam kehidupan masyarakat, maka komunitas Muslim menyebabkan Mesjid dan Lanngar sebagai kawasan beribadah hal tersebut juga terjadi ketika zaman Nabi Muhammad Saw sebagai daerah terjadi proses asuh mengajar. Selain proses ini ada yang dimulai dariterbentuknya eksklusif-eksklusif Muslim lalu dari kumnpulan pribadi-eksklusif tersebut terbentuklan penduduk Muslim dan dari inilah terbentuk kerajaan Islam sebagai kesatuan yang lebih besar. Ada beberapa lembaga pendidikan Islam permulaan yang muncul di Indonesia.[14]
Mesjid dan Langgar
Mesjid secara harfiyah yaitu ”temaopt bersujud" namun dalam arti terminology, mesjid diartikan selaku daerah khusus untuk melaksanakan aktivitas ibadah dalam arti yang luas.[15] Mesjid fungsi utama ialah untuk daerah shalat lima kali sehari semalam dan setiap minggunya dilakukan shalat jum'at dan dua kali setahun dilakukan shalat hari raya Idil Fitri dan Idil Adha. Selain dari mesjid ada pula tempat ibadah yang disebut berkelahi, bentuknya lebigh kecil dari pada Mesjid dan dipergunakan hanya untuk beribadah shalat lima waktu, dan bukan untuk shalat Jum'at.[16]
Selain dari fungsi utama mesjid dan tabrak digunakan untuk kawasan pendidikan bagi orang akil balig cukup akal maupun anak-anak. Pengajian yang dilaksanakan untuk orang dewasa yakni penyampainan-penyampaian aliran Islam olah para muballigh (al-Ustadz, guru, kyai) kepada para jama'ah dalam bidang yang berkenaan dengan aqidah, ibadah dan budpekerti. Sedangkan pengajian yang yang dilaksanakan untuk bawah umur berpusat kepada pengajian al-Qur'an menitik bertkan terhadap kemampuan membacanya dengan baik dan benar sesuai denagn kaedah-kaedah bacaannya, disamping itu bawah umur juga diberikan ilmu keimanan yang bertumpu terhadap rukun kepercayaan yang enam. Ilmu ibadah yakni pendidikan tata cara shlat dan adat yaitu bertingkah laku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.[17]
Pendidikan agama Islam di tubruk bersifat elementer, dimulai dari mempelajari karakter aksara Arab selaku pengenalan awal wacana isi al-Qur'an sambil mengikuti gurunya, belum dewasa mencar ilmu dengan duduk bersila dan belum memaki meja dan bangku. Pengajian al-Qur'an dilanggar bermaksud semoga anak didik mampu membaca al-Qur'an berirama dan baik dan belum ditekankan untuk mengenali perihal isi al-Qur'an.[18]
Dalam penyampaian bahan di pendidikan Langgar, sebagaimana memakai dua sistem antara lain ialah dengan sisitem sorongan dimana dengan tata cara ini anak latih secara perorangan belajar dengan guru/kyai dan system khalaqah adalah seorang guru/kyai dalam memberikan pengajarannya duduk dengan dikelilingi murid-muridnya.[19]
Meunasah
Secara etimologi, kata Meunasah berasal dari bahasa Arab adalah madrasah yang berarti kawasan mencar ilmu atau sekolah. Dalam cacata sejarah Meunasah ini awalnya dinamakan Zawiyah, yaitu kawasan berguru penduduk , di Aceh, dan sesuai dengan perjalan waktu, Zawiyah itu berubah menjadi Meunasah sementara Zawiyah berubah menjadi dayah.[20]
Menurut Taufik Abdullah, sebelum sebuah kampong di berdiri, mereka apalagi dahul membangun Meunasah sebagi temapt beribadah dan mencar ilmu, baru kemudia mendirikan perkempungan. Disamping tempat beribadah Meunasah juga berfungsi selaku daerah berguru tingkat dasar dalam tiap-tiap lkampung ketiuka itu.[21]
Dayah
Mukti Ali dan Hasjmy berpendapat bahwa kata dayah atau deyah berasal dari bahasa Arab Zawiyah yakni daerah pendidikan atau berguru, temapat pendidikan ini sudah bangkit pada kurun Perlak, ketika Islam sudah membumi di Perlak diiringi dengan bangkit kerajaan Islam, mereka mengajarkan bagaimana memelihara kebersihan, kesehatan[22], membina keluarga serta metode berniaga dan bertani secara baik dan benar, lalu mereka jugamendidik penduduk supaya pintar, tekun, jujur, dan bersungguh-sungguh melakukan ibadah, dan kesemuanya itu yakni penuhdengan nilai. Melalui nilai-nilai yang sudah diajarkan saat itu, mereke mendirikan tempat-daerah selaku fasilitas berlangsungnya proses belajar yakni zawiyah, dan ada sebuah tempat pendidikan yang besar yang dinamakan Zawiyah Cot Kala, yang merupakan pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara[23]
Pesantren
Dari cacatan sejarah dapat dilihat bahwa dengan kedatangan kerajaan Bani Umayyah mengakibatkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahan, sehingga penduduk Islam tidak hanaya berguru di Mesjid namun juga belajar pada forum-lembaga lainnya, seprti "kutab". Makna kutab selaku karakteristik yang mempunyi kekhasan tersendiri dan ialah wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula selaku lembaga baca dan tulis dengan system halaqah.[24]
Di Indonesia, perumpamaan kutab lebih di kenal dengan ungkapan "pondok pesantren" ialah suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya seorang kyai(pendidik) yang mengajar dan mendidik para murid dengan sarana Mesjid yang digunakan sebagai prasarana berlangsungnya proses mencar ilmu, serta di dukung adanya pondok sebgai kawasan tinggal para murid.[25]
Kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe, dan akhiran an mempunyai arti daerah tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja juga menerangkan pesantren pesantren berasal dari kata santri, seorang yang berguru agama Islam, demikian pesantren memiliki arti kawasan orang berkumpul untuk belajar agama Islam[26]
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya penuhdengan dengan pendidikan Islam dimengerti dan dihayati serta diamalkan dengan menekankan penting akhlak agama Islam selaku ajaran hidup.[27]
Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, dipandang dari histories-cultural, pesantren dapat dibilang selaku pelatihan center yang sekaligus menjadi sebuah bentuk curtural central Islam yang dilembagakan oleh penduduk , utamanya masyrakat Islam. Berdirinya pesantren di Indonesia ialah sebuah tuntutan dari impian masyrakat Islam menuju hidup yang lebih layak dan bebas dari kolonial, dan dalam cacatan sejarah pesantren yang pertama sekali berdiri di Indonesia adalah pesantren Pamekasan di Madura, pesantren tersebut berdiri pada thun 1062, pesantren ini umumdisebut dengan pesantren Jan Tampess II.[28]
Di tinjau dari sejarah, belum ditemukan data sejarah yang membuktikan bahwa berdirinya pesantren di Indonesia, tetapi ada pertimbangan yang mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak permulaan masuknya Islam ke Indonesia, sementara lainnya beropini bahwa pesantren baru timbul pada masa Walisongo dan Maulanana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang mendirikan pesantren.[29]
Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di Jawa, sebelum dating agama Islam telah ada lembaga pendidikan Jawa antik yang praktek pendidikannya sama dengan pesantren. Lembaga pendidikan Jawa kuno itu berjulukan payiyatan, di forum tersebut tinggal Ki didik dengan cantrik. Ki didik orang mengajar dengan dan cantrik orang yang diajar. Kedua kalangan ini tinggal dalam satu komplek dan disini terjadi proses asuh mengajar.[30]
Dengan menganalogikan pendidikan payiyatan ini dengan pesantren, bergotong-royong tidak terlampau susah untuk memutuskan bahwa pesantren itu sudah tumbuh semenjak awal pertumbuhan Isalmn di Indonesia khususnya di Jawa, alasannya adalah model pendidikan pesantren Jawa Kuno telah ada sebelum Islam masuk yaitu payiyatan. Kedatangan Islam, maka sekaligus diperlulakn fasilitas penidikan, pastinya model peyiyatan ini di jadikan pola dengan mengganti system yang ada ke tata cara pendidikan Islam.[31]
Sistem yang ditampilakan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan disbanding dengan isitem yang diterapkan dalam penididkan kebanyakan :
Memakai system tradisional yang mempunyai keleluasaan sarat di banding dengan sekolah yang lain.
Kehidupan di pesantren menampakkkan semangat demokrasi sebab mereka simpel melakukan pekerjaan sama menangani persoalan non-kurikuler mereka.
Para santri tidak mengidap penyakit "simbolis"ialah perolehan gelar dan ijazah, alasannya adalah sebahagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk ke pesantren tampa adanya ijazah tersebut, hal ini alasannya tujuan mereka cuma ingin mencari keridhoan Allah Swt saja.
Sistem pondok pesantren memprioritaskan kesederhanaan, idealis, persaudaraan, persamaan, rasa yakin diri, dan keberanian hidup.
Alumni pondok pesantren tidak mau menduduki jabatan pemerintahan sehingga hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[32]
Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya kawasan mencar ilmu, kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhusus lagi sekolah-sekolah agama Islam[33].Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapt dipisahkan dengan tumbuhnya inspirasi-wangsit pembaharuan pedoman di kelompok ummat Islam. Diantara tokoh Nasional Islam yang paling berjasa dalam pengembangan madrasah di Indonesia ialah Syaikh Abdullah Ahmad, dia mendirika madrasah Adbiyah di Padang pada tahun 1909 dan pada tahun 1915 madrasah menjadi HIS Adbiyah yang tetap mengajarkan nilai-nilai Islam. Selanjuatnya Syaikh M. Thaib Umar mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar, walaupun madrasah sempat utup namun pada tahun 1918 di buka kembali oleh Mahmud Yunus, lalu pada tahun 1923 madrasah bertukar nama menjadi Diniyah School dan berubah lagi menjadi al-Jami'ah Islamiyah pada tahun 1931.[34]
Madrasah dalam khazanah kehidupan manusia Indonesia merupakan fenomena budaya yang berusia satu era lebih, bahkan bukan salah satu wujud entitas budaya Indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relative intensif. Indikasinya ialah realita bahwa wujud entitas budaya ini telah diakui dan diterima kehadirannya. Secara berangsur-angsur beliau sudah memasuki arus utama pembangunan bangsa menjelang kala-20[35]
Sebagai sebuah forum pendidikan Islam, madrasah setidak-tidaknya merefleksikan sebagai forum pendidikan Islam, berdasarkan al-Nahlawi, tugas sebagai forum madrasah selaku forum pendidikan Islam yaitu :
Merealisasikan pendidikan Islam yang di dasarkan pada prisif piker, aqidah dan tasyri' yang diarahkan utuk meraih tujuan pendidikan, bentuk dan realisasi itu yaitu biar anak didik beribadah, mentauhidkan Allah Swt, tunduk dan patuh atas perintah-Nya, serta syari'at-Nya
Memelihara fitrah anak ajar selaku manusia yag mulia, semoga dia tidak menyimpang tujuan Allah Swt menciptakannya. Membentuk dsar operasional pendidikan yang harus dijiwai sasuai dengan fitrah manusia, sehingga menyingkir dari adanya penyimpangan dan sebagainya.
Tugas-tugas forum pendidikan madrasah tersebut memerlukan manajemen yang mencukupi, yang mencakup banyak sekali unsur,contohnya penyusunan rencana, pengaweasan, organisasi, kerjasama, penilaian, dan sebagainya sehingga lembaga pendidikan madrasah itu terdapat budaya manajemen yang menurut dan bermaksud melancarkan pelaksanaan pendidikan Islam.[36]
Sesuai dengan peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1946 dan peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1950, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 1975, tentang kenaikan mutu madrasah, dapat disimpulkan, bahwa suatu forum pendidikan yang diatur mirip sekolah dengan meberikan pengetahuan agama Islam selaku pokok/dasar.[37]
DAFTAR PUSTAKA
- A.Hasjmy,Mnera Johan.Bandung:Bulan Bintang, 1976
- Daulay .Haidar Putra,Dinamika Pendidkan Islam.Bandung:Cita Pustaka, 2004
- Daulay Haidar Putra,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.Medan:Cita Pustaka Media, 2000
- Daulay Haidar Putra,Historisitas dan Eksistensi:Pesantren dan Madrasah.Yogya:Tiara Wacana, 2001
- Depertemen Agama Negeri RI,Nama dan Data Potensi Pondok-pondok Pesantren Seluruh Indonesia, Jakarta, 1984-1985
- Fadjar,Malik Madrasah dan Tantangan Modrenitas,Bandung:Mizan, 1998
- Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah dan Perkembangan. Jakarta:Raja Grafindo Persada 1999
- Hidayat.Komaruddin,Pranata Islam di Indonesia:Pergulatan social, Politik, Hukum, dan Pendidikan.Ciputat:Logos Wacana Ilmu, 2002
- Hendropuspito,Sosiologi Agama.Jakarta:Yayasan Kanisius, 1998
- Kamal Muhammad., Manajemen Pendidikan Islam.Jakarta:Anggota IKAPI.1994
- Muzani Saiful,Perkembangan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.Jakarta:Pustaka LP3ES.1979
- Muhaimin,Pemikiran Pendidikan Islam;kajian filosofis dan kerangka dasar operasional.Bandung:Trigenda Karya, 1993
- Mastuhu,Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. jakarta:Seri INIS XX, 1994,h.6
- Sunni,Ismail Bunga Rampai tentang Aceh,Jakarta:Batara Karya Aksara, 1980
------------------------
[1]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah dan Perkembangan.ed.1.cet.3.(Jakarta:Raja Grafindo Persada 1999),h.17
[2]Ibid.h.20
[3]Komaruddin Hidayat,Pranata Islam di Indonesia:Pergulatan social, Politik, Hukum, dan Pendidikan(Ciputat:Logos Wacana Ilmu, 2002),h.247
[4]Ibid,h.248
[5]Ibid,h.
[6]Ibid,h.250
[7]Haidar Putra Daulay,Dinamika PEndidkan Islam(Bandung:Cita Pustaka, 2004),h.65
[8]Hendropuspito,Sosiologi Agama,(Jakarta:Yayasan Kanisius, 1998),h.114
[9]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h127
[10]Saiful Muzani,Perkembangan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.cet.1(Jakarta:Pustaka LP3ES, 1979),h.27
[11]Haidar Putra Daulay,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia(Medan:Cita Pustaka Media, 2000),h.21
[12]Ibid
[13]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h.20
[14]Daulay,Sejarah Pertumbuhan,h.22
[15]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan Islam;kajian filosofis dan kerangka dasar operasional(Bandung:Trigenda Karya, 1993),h.295
[16]Ibid,
[17]Ibid,h.23
[18]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h.21
[19]Ibid,h.22 dan 23.
[20]A.Hasjmy,Mnera Johan.(Bandung:Bulan Bintang, 1976),h.104
[21]Ismail Sunni,Bunga Rampai ihwal Aceh,(Jakarta:Batara Karya Aksara, 1980),h.211
[22]Hasjmy,Mnera Johan,h.15
[23]Hasbullah, Sejarah Pendidikan.h16
[24]Ibid,h.24
[25]Ibid
[26]Haidar Putra Daulay,Historisitas dan Eksistensi:Pesantren dan Madrasah(Yogya:Tiara Wacana, 2001),h.7
[27]Mastuhu,Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta:Seri INIS XX, 1994),h.6
[28]Depertemen Agama Negeri RI,Nama dan Data Potensi Pondok-pondok Pesantren Seluruh Indonesia,(Jakarta, 1984-1985),th.
[29]Daulay,Sejarah Pertumbuhan,h.23
[30]Ibid,h.24
[31]Ibid
[32]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan,h.301
[33]Daulay,Historisitas,h.59
[34]Ibid,h.64
[35]Malik Fadjar,Madrasah dan Tantangan Modrenitas,(Bandung:Mizan, 1998),h.18-19
[36]Muhaimin,Pemikiran Pendidikan,h307-308
[37]Daulay,Historisitas,h.85
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon