BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pengantar Teknologi Energi Energi Surya
PENDAHULUAN
Makalah Pengantar Teknologi Energi Energi Surya
Energi merupakan salah satu keperluan utama dalam kehidupan insan. Peningkatan keperluan energi dapat merupakan indikator peningkatan kesejahteraan, tetapi bersama-sama dengan itu juga mengakibatkan dilema dalam perjuangan penyediaannya. Pemakaian energi surya di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik, mengingat bahwa secara geografis selaku negara tropis, melintang garis katulistiwa berpotensi energi surya yang cukup baik.
Pemanfaatan Tenaga Surya lewat konversi Photovoltaic telah banyak diterapkan antara lain, penerapan tata cara individu dan metode hybrid adalah sistem penggabungan antara sumber energi konvensional dengan sumber energi terbarukan. Pada keadaan beban rendah sistem bekerja dengan metode inverter dan baterai. Jika beban terus bertambah hingga mencapai kapasitas yang terdapat pada inverter atau tegangan baterai kian rendah, maka metode kendali akan secepatnya mengoperasikan genset, maka genset akan berfungsi selaku AC/DC konverter untuk pengisian baterai, dan mampu beroperasi secara paralel untuk menyanggupi kebutuhan beban tersebut. Dengan demikian, keadaan pembebanan diesel menjadi sungguh efisien alasannya cuma beroperasi pada beban tertentu.
1. Sejarah Photovoltaic
Efek photovoltaic pertama kali dikenali pada tahun 1839 oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang pertama dibentuk baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi semikonduktor selenium dengan suatu lapisan emas yang sangat tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut cuma mempunyai efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya terbaru pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662 , "Light sensitive device"). Masa emas teknologi tenaga surya datang pada tahun 1954 dikala Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan semikonduktor, secara tidak disengaja memperoleh bahwa silikon yang di doping dengan komponen lain menjadi sungguh sensitif kepada cahaya.
2. Definisi Modul Surya (Photovoltaic)
Modul surya (fotovoltaic) ialah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk mengembangkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian metode catu daya beban. Untuk menerima keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari.
Komponen utama metode surya photovoltaic yaitu modul yang ialah unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa memakai teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibentuk dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan parallel.
3. Cara Pemanfaatan Energi Surya
Sel surya adalah sebuah komponen elektronik yang dapat mengganti energi surya menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah (DC) . Modul surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian metode catu daya beban.
Untuk menerima keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya mesti senantiasa mengarah ke matahari. Di Indonesia, energi listrik yang optimum akan didapat kalau modul surya diarahkan dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi PLTS tersebut berada. Sebagai teladan, untuk tempat yang berada di sebelah utara katulistiwa maka modul surya harus dihadapkan ke Selatan, dan sebaliknya.
Selanjutnya energi listrik tersebut disimpan dalam Baterai. Baterai disini berfungsi sebagai penyimpan energi listrik secara kimiawi pada siang hari dan berfungsi selaku catu daya listrik pada malam hari. Untuk menjaga kesetimbangan energi di dalam baterai, diharapkan alat pengatur elektronik yang disebut Battery Charge Regulator. Alat ini berfungsi untuk mengendalikan tegangan optimal dan minimal dari baterai dan menunjukkan pengawalan kepada metode, yaitu proteksi terhadap pengisian berlebih (overcharge) oleh penyinaran matahari, pemakaian berlebih (overdischarge) oleh beban, menangkal terjadinya arus balik ke modul surya, melindungi terjadinya hubung singkat pada beban listrik dan selaku interkoneksi dari unsur-komponen yang lain.
4. Gaya Gerak Listrik pada Energi Surya
Secara sederhana, proses pembentukan gaya gerak listrik (GGL) pada suatu sel surya yakni selaku berikut:
1. Foton mampu melewati silikon; biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.
2. Foton mampu terpantulkan dari permukaan.
3. Foton tersebut dapat diserap oleh silikon yang lalu:
a. Menghasilkan panas, atau
b. Menghasilkan pasangan elektron-lubang, bila energi foton lebih besar daripada nilai celah pita silikon.
Ketika sebuah foton diserap, energinya diberikan ke elektron di lapisan kristal. Biasanya elektron ini berada di pita valensi, dan terikat bersahabat secara kovalen antara atom-atom tetangganya sehingga tidak mampu bergerak jauh dengan leluasa. Energi yang diberikan kepadanya oleh foton mengeksitasinya ke pita konduksi, dimana ia akan bebas untuk bergerak dalam semikonduktor tersebut. Ikatan kovalen yang sebelumnya terjadi pada elektron tadi menjadi kekurangan satu elektron; hal ini disebut hole (lubang). Keberadaan ikatan kovalen yang hilang mengakibatkan elektron yang terikat pada atom tetangga bergerak ke lubang, meniggalkan lubang yang lain, dan dengan jalan ini suatu lubang dapat bergerak lewat lapisan kristal. Jadi, dapat dibilang bahwa foton-foton yang diserap dalam semikonduktor menciptakan pasangan-pasangan elektron-lubang yang dapat bergerak.
Sebuah foton cuma perlu memiliki energi lebih besar dari celah pita agar bisa mengeksitasi suatu elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Meskipun demikian, spektrum frekuensi surya mendekati spektrum radiasi benda hitam (black body) pada 6000 K, dan oleh sebab itu banyak radiasi surya yang mencapai Bumi terdiri atas foton dengan energi lebih besar dari celah pita silikon. Foton dengan energi yang cukup besar ini akan diserap oleh sel surya, tetapi perbedaan energi antara foton-foton ini dengan celah pita silikon diubah menjadi kalor (lewat getaran lapisan kristal yang disebut fonon) bukan dalam bentuk energi listrik yang mampu digunakan selanjutnya.
5. Skema Sambungan P-N
Sel surya yang paling banyak dikenal dibentuk sebagai tempat luas sambungan P-N yang dibuat dari silikon. Sebagai penyederhanaan, seseorang mampu dibayangkan melekat selapis silikon tipe-n dengan selapis silikon tipe-p. Pada prakteknya, sambungan P-N tidak dibuat mirip ini, namun dengan cara pendifusian pengotor tipe-n ke satu sisi dari wafer tipe-p (atau sebaliknya).
Jika sebagian silikon tipe-p ditaruh berdekatan dengan sebagian silikon tipe-n, maka akan terjadi difusi elektron dari tempat yang mempunyai konsentrasi elektron tinggi (segi sambungan tipe-n) ke kawasan dengan fokus elektron rendah (segi sambungan tipe-p). Ketika elektron berdifusi melewati sambungan p-n, mereka bergabung dengan lubang di segi tipe-p. Difusi pembawa tidak terjadi tanpa batas sebab medan listrik yang dibentuk oleh ketidakseimbangan muatan pada kedua segi sambungan yang dibuat oleh proses difusi ini. Medan listrik yang terbentuk sepanjang sambungan p-n menciptakan sebuah dioda yang mengalirkan arus dalam satu arah sepanjang sambungan. Elektron mampu bergerak dari sisi tipe-n ke sisi tipe-p, sedangkan lubang mampu lewat dari sisi tipe-p ke segi tipe-n. Daerah dimana elekron telah berdifusi sepanjang sambungan ini disebut selaku daerah deplesi alasannya ia tidak lagi mengandung pembawa muatan bebas. Hal ini juga dikenal selaku "space charge region".
6. Pemakaian Energi Surya
Di Indonesia metode photovoltaic sudah dimanfaatkan antara lain untuk penerangan (rumah tangga, jalan), pompa air, catu daya bagi perangkat telekomunikasi, TV biasa , pendingin (antara lain untuk obat-obatan), rambu-rambu laut, penerangan untuk menangkap ikan dan aplikasi lainnya.
Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif yang siap untuk dipraktekkan secara masal pada dikala ini adalah memakai suatu tata cara teknologi yang diperkenalkan selaku Sistem Energi Surya Photovoltaic (SESF) atau secara umum diketahui sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Photovoltaic (PLTS Photovoltaic). Sebutan SESF merupakan ungkapan yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang dipakai untuk mengidentifikasikan suatu metode pembangkit energi yang mempergunakan energi matahari dan menggunakan teknologi photovoltaic. Dibandingkan energi listrik konvensional kebanyakan, SESF terkesan rumit, mahal dan sukar dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa tempat di Indonesia, SESF merupakan suatu metode yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan ongkos pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF bisa berkompetisi dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau - pulau kecil yang merepotkan dijangkau dan termasuk sebagai tempat terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang cocok untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun untuk fasilitas biasa . Akan tetapi sesuai dengan pertumbuhan jaman, pada dikala ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Mengingat tugas dan fungsinya, teknologi photovoltaic mempunyai sifat yang sungguh fleksibel dalam teknik rancang berdiri dan pemanfaatannya. Aplikasi modul ini mampu diterapkan untuk pemasangan individual maupun kalangan sehingga mampu dilakukan dengan swadaya perorangan, masyarakat, perusahaan atau dikoordinir oleh PLN. Dalam hal pendanaan; proyek photovoltaic menjadi sangat mungkin untuk menjadi fasilitas pinjaman/kerjasama luar negeri, partisipasi perusahaan maupun golongan (community development) untuk mendukung program listrik pedesaan atau penyediaan jasa energi seperti:
7. Prospek Penggunaan Sel Surya Dibandingkan dengan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan mulai menerima perhatian sejak terjadinya krisis energi dunia yakni pada tahun 70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu mampu menjelma arus listrik yang searah adalah dengan menggunakan silikon yang tipis. Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan tekanan yang dikelola sehingga Si itu berkembang menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut juga dengan sel surya photovoltaic. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi sejajar/seri dalam sebuah panel yang yang dibuat dari alumunium atau baja anti karat dan dilindungi oleh beling atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu.
Pada asasnya sel surya photovoltaic merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak sebanding dan berdasarkan imbas photovoltaic. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1 volt tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi alasannya adalah daya guna konversi energi radiasi menjadi energi listrik berdasarkan efek photovoltaic gres meraih 25% maka produksi listrik optimal yang dihasilkan sel surya gres mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini tampakbahwa PLTS itu memerlukan lahan yang luas. Hal itu ialah salah satu penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya photovoltaic berupa kristal mahal, hal ini alasannya proses pembuatannya yang rumit. Namun, kondisi geografis Indonesia yang banyak mempunyai daerah terpencil sulit dibubungkan dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis Indonesia mempunyai peluangenergi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yakni sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Berarti harapan penggunaan photovoltaic di masa mendatang cukup cerah. Untuk itulah perlu diusahakan menekan harga photovoltaic misalnya dengan cara sebagai berikut. Pertama memakai materi semikonduktor lain mirip Kadmium Sulfat dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel surya dari 10% menjadi 15%.
Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan tata cara desentralisasi yang diketahui dengan Solar Home System (SHS), lalu untuk TV umum, komunikasi dan pompa air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani, Bampres, dan listrik masuk desa menawarkan gejala yang menyenangkan dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang dikerjakan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian tata cara photovoltaic di Indonesia sudah meraih berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya mencakup kesehatan 16%, bibit unggul 7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6% dan lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian permulaan BPPT diperoleh proyeksi keperluan metode PLTS diperkirakan akan meraih 50 MWp. Sementara itu berdasarkan perkiraan lainnya pemakaian photovoltaic di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW utamanya untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan ajakan fotovotaik diperkirakan telah mencapai 52 MWp.
Komponen utama tata cara surya photovoltaic ialah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk menciptakan modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibentuk dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk menciptakan sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari ongkos total. Makara, jikalau modul sel surya itu mampu dibuat di dalam negeri bermakna akan mampu mengurangi ongkos pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pengerjaan sel surya di Indonesia tahap pertama yakni membuat bingkai (frame), lalu menciptakan laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika undangan pasar banyak maka pengerjaan sel dilaksanakan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis telah dikuasai. Dalam bidang photovoltaic yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melalui tahapan penelitian dan pengembangan dan kini menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup mutakhir dan keuntungannya yakni harganya murah, higienis, gampang dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya photovoltaic adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, alasannya adalah membutuhkan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Sistem PLTS
PLTS dengan tata cara sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara terpusat dan suplai daya ke pelanggan dikerjakan lewat jaringan distribusi. Sistem ini cocok dan hemat pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas baterai 200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah. Sementara itu PLTS dengan metode individu daya terpasangnya relatif kecil yakni sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga dibutuhkan dapat menyanggupi kebutuhan penerangan, gosip (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio komunikasi). Dan sampai tahun 95 tata cara ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang mencakup pemeliharaan dan pembayaran dikerjakan oleh KUD.
Melihat ekspresi dominan harga sel surya yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan tata cara pembangkit yang ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan metode individu makin ditingkatkan. Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan pembangkit dengan surya photovoltaic. Pertama energi yang dipakai yakni energi yang tersedia secara hanya-cuma. Kedua perawatannya gampang dan sederhana. Ketiga tidak terdapat perlengkapan yang bergerak, sehingga tidak butuhpenggantian suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat perlengkapan bekerja tanpa bunyi dan tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja secara otomatis.
Energi Surya (Photovoltaic) dapat dimanfaatkan selaku pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Energi ini juga merupakan energi alternatif. Modul Surya ini dapat dipakai selaku cadangan yang mencukupi saat energi yang lain mulai berkurang bahkan habis. Selain itu, energi ini memliki banyak keuntungan ketimbang energi lain. Energi ini sangat ramah lingkungan dan tidak membutuhkan perawatan khusus secara periodik. Energi ini hanya memerlukan cahaya matahari yang jumlahnya tak tebatas, tersedia dimana-mana, dan tidak memerlukan materi bakar lain mirip bensin, gas, atau yang lainnya. Namun, energi ini mempunyai satu kekurangan adalah hanya bisa digunakan dalam rentang waktu setengah hari atau selama sinar matahari masih terpancar. Oleh sebab itu, penyediaan sumber energi alternatif mirip energi surya melalui pemanfaatan sel photovoltaic ialah sebuah harapan yang menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat pemakaian primer minyak bumi dan gas alam masih ialah sumber energi utama. Selain ramah lingkungan, sumber energi dari matahari tidak memerlukan perawatan khusus secara periodik, yang selanjutnya akan meminimalisir biaya buatan.
Pemanfaatan Tenaga Surya lewat konversi Photovoltaic telah banyak diterapkan antara lain, penerapan tata cara individu dan metode hybrid adalah sistem penggabungan antara sumber energi konvensional dengan sumber energi terbarukan. Pada keadaan beban rendah sistem bekerja dengan metode inverter dan baterai. Jika beban terus bertambah hingga mencapai kapasitas yang terdapat pada inverter atau tegangan baterai kian rendah, maka metode kendali akan secepatnya mengoperasikan genset, maka genset akan berfungsi selaku AC/DC konverter untuk pengisian baterai, dan mampu beroperasi secara paralel untuk menyanggupi kebutuhan beban tersebut. Dengan demikian, keadaan pembebanan diesel menjadi sungguh efisien alasannya cuma beroperasi pada beban tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pengantar Teknologi Energi Energi Surya
PEMBAHASAN
Makalah Pengantar Teknologi Energi Energi Surya
1. Sejarah Photovoltaic
Efek photovoltaic pertama kali dikenali pada tahun 1839 oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang pertama dibentuk baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi semikonduktor selenium dengan suatu lapisan emas yang sangat tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut cuma mempunyai efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya terbaru pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662 , "Light sensitive device"). Masa emas teknologi tenaga surya datang pada tahun 1954 dikala Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan semikonduktor, secara tidak disengaja memperoleh bahwa silikon yang di doping dengan komponen lain menjadi sungguh sensitif kepada cahaya.
2. Definisi Modul Surya (Photovoltaic)
Modul surya (fotovoltaic) ialah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk mengembangkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian metode catu daya beban. Untuk menerima keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari.
Komponen utama metode surya photovoltaic yaitu modul yang ialah unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa memakai teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibentuk dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan parallel.
3. Cara Pemanfaatan Energi Surya
Sel surya adalah sebuah komponen elektronik yang dapat mengganti energi surya menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah (DC) . Modul surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian metode catu daya beban.
Untuk menerima keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya mesti senantiasa mengarah ke matahari. Di Indonesia, energi listrik yang optimum akan didapat kalau modul surya diarahkan dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi PLTS tersebut berada. Sebagai teladan, untuk tempat yang berada di sebelah utara katulistiwa maka modul surya harus dihadapkan ke Selatan, dan sebaliknya.
Selanjutnya energi listrik tersebut disimpan dalam Baterai. Baterai disini berfungsi sebagai penyimpan energi listrik secara kimiawi pada siang hari dan berfungsi selaku catu daya listrik pada malam hari. Untuk menjaga kesetimbangan energi di dalam baterai, diharapkan alat pengatur elektronik yang disebut Battery Charge Regulator. Alat ini berfungsi untuk mengendalikan tegangan optimal dan minimal dari baterai dan menunjukkan pengawalan kepada metode, yaitu proteksi terhadap pengisian berlebih (overcharge) oleh penyinaran matahari, pemakaian berlebih (overdischarge) oleh beban, menangkal terjadinya arus balik ke modul surya, melindungi terjadinya hubung singkat pada beban listrik dan selaku interkoneksi dari unsur-komponen yang lain.
4. Gaya Gerak Listrik pada Energi Surya
Secara sederhana, proses pembentukan gaya gerak listrik (GGL) pada suatu sel surya yakni selaku berikut:
- Foton dari cahaya matahari menumbuk panel surya lalu diserap oleh material semikonduktor seperti silikon.
- Elektron (muatan negatif) terlempar keluar dari atomnya, sehingga mengalir lewat material semikonduktor untuk menciptakan listrik. Muatan nyata yang disebut hole (lubang) mengalir dengan arah yang bertentangan dengan elektron pada panel surya silikon.
- Gabungan/susunan beberapa panel surya mengganti energi surya menjadi sumber daya listrik DC.
1. Foton mampu melewati silikon; biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.
2. Foton mampu terpantulkan dari permukaan.
3. Foton tersebut dapat diserap oleh silikon yang lalu:
a. Menghasilkan panas, atau
b. Menghasilkan pasangan elektron-lubang, bila energi foton lebih besar daripada nilai celah pita silikon.
Ketika sebuah foton diserap, energinya diberikan ke elektron di lapisan kristal. Biasanya elektron ini berada di pita valensi, dan terikat bersahabat secara kovalen antara atom-atom tetangganya sehingga tidak mampu bergerak jauh dengan leluasa. Energi yang diberikan kepadanya oleh foton mengeksitasinya ke pita konduksi, dimana ia akan bebas untuk bergerak dalam semikonduktor tersebut. Ikatan kovalen yang sebelumnya terjadi pada elektron tadi menjadi kekurangan satu elektron; hal ini disebut hole (lubang). Keberadaan ikatan kovalen yang hilang mengakibatkan elektron yang terikat pada atom tetangga bergerak ke lubang, meniggalkan lubang yang lain, dan dengan jalan ini suatu lubang dapat bergerak lewat lapisan kristal. Jadi, dapat dibilang bahwa foton-foton yang diserap dalam semikonduktor menciptakan pasangan-pasangan elektron-lubang yang dapat bergerak.
Sebuah foton cuma perlu memiliki energi lebih besar dari celah pita agar bisa mengeksitasi suatu elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Meskipun demikian, spektrum frekuensi surya mendekati spektrum radiasi benda hitam (black body) pada 6000 K, dan oleh sebab itu banyak radiasi surya yang mencapai Bumi terdiri atas foton dengan energi lebih besar dari celah pita silikon. Foton dengan energi yang cukup besar ini akan diserap oleh sel surya, tetapi perbedaan energi antara foton-foton ini dengan celah pita silikon diubah menjadi kalor (lewat getaran lapisan kristal yang disebut fonon) bukan dalam bentuk energi listrik yang mampu digunakan selanjutnya.
5. Skema Sambungan P-N
Sel surya yang paling banyak dikenal dibentuk sebagai tempat luas sambungan P-N yang dibuat dari silikon. Sebagai penyederhanaan, seseorang mampu dibayangkan melekat selapis silikon tipe-n dengan selapis silikon tipe-p. Pada prakteknya, sambungan P-N tidak dibuat mirip ini, namun dengan cara pendifusian pengotor tipe-n ke satu sisi dari wafer tipe-p (atau sebaliknya).
Jika sebagian silikon tipe-p ditaruh berdekatan dengan sebagian silikon tipe-n, maka akan terjadi difusi elektron dari tempat yang mempunyai konsentrasi elektron tinggi (segi sambungan tipe-n) ke kawasan dengan fokus elektron rendah (segi sambungan tipe-p). Ketika elektron berdifusi melewati sambungan p-n, mereka bergabung dengan lubang di segi tipe-p. Difusi pembawa tidak terjadi tanpa batas sebab medan listrik yang dibentuk oleh ketidakseimbangan muatan pada kedua segi sambungan yang dibuat oleh proses difusi ini. Medan listrik yang terbentuk sepanjang sambungan p-n menciptakan sebuah dioda yang mengalirkan arus dalam satu arah sepanjang sambungan. Elektron mampu bergerak dari sisi tipe-n ke sisi tipe-p, sedangkan lubang mampu lewat dari sisi tipe-p ke segi tipe-n. Daerah dimana elekron telah berdifusi sepanjang sambungan ini disebut selaku daerah deplesi alasannya ia tidak lagi mengandung pembawa muatan bebas. Hal ini juga dikenal selaku "space charge region".
6. Pemakaian Energi Surya
Di Indonesia metode photovoltaic sudah dimanfaatkan antara lain untuk penerangan (rumah tangga, jalan), pompa air, catu daya bagi perangkat telekomunikasi, TV biasa , pendingin (antara lain untuk obat-obatan), rambu-rambu laut, penerangan untuk menangkap ikan dan aplikasi lainnya.
Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif yang siap untuk dipraktekkan secara masal pada dikala ini adalah memakai suatu tata cara teknologi yang diperkenalkan selaku Sistem Energi Surya Photovoltaic (SESF) atau secara umum diketahui sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Photovoltaic (PLTS Photovoltaic). Sebutan SESF merupakan ungkapan yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang dipakai untuk mengidentifikasikan suatu metode pembangkit energi yang mempergunakan energi matahari dan menggunakan teknologi photovoltaic. Dibandingkan energi listrik konvensional kebanyakan, SESF terkesan rumit, mahal dan sukar dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa tempat di Indonesia, SESF merupakan suatu metode yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan ongkos pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF bisa berkompetisi dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau - pulau kecil yang merepotkan dijangkau dan termasuk sebagai tempat terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang cocok untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun untuk fasilitas biasa . Akan tetapi sesuai dengan pertumbuhan jaman, pada dikala ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Mengingat tugas dan fungsinya, teknologi photovoltaic mempunyai sifat yang sungguh fleksibel dalam teknik rancang berdiri dan pemanfaatannya. Aplikasi modul ini mampu diterapkan untuk pemasangan individual maupun kalangan sehingga mampu dilakukan dengan swadaya perorangan, masyarakat, perusahaan atau dikoordinir oleh PLN. Dalam hal pendanaan; proyek photovoltaic menjadi sangat mungkin untuk menjadi fasilitas pinjaman/kerjasama luar negeri, partisipasi perusahaan maupun golongan (community development) untuk mendukung program listrik pedesaan atau penyediaan jasa energi seperti:
7. Prospek Penggunaan Sel Surya Dibandingkan dengan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan mulai menerima perhatian sejak terjadinya krisis energi dunia yakni pada tahun 70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu mampu menjelma arus listrik yang searah adalah dengan menggunakan silikon yang tipis. Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan tekanan yang dikelola sehingga Si itu berkembang menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut juga dengan sel surya photovoltaic. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi sejajar/seri dalam sebuah panel yang yang dibuat dari alumunium atau baja anti karat dan dilindungi oleh beling atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu.
Pada asasnya sel surya photovoltaic merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak sebanding dan berdasarkan imbas photovoltaic. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1 volt tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi alasannya adalah daya guna konversi energi radiasi menjadi energi listrik berdasarkan efek photovoltaic gres meraih 25% maka produksi listrik optimal yang dihasilkan sel surya gres mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini tampakbahwa PLTS itu memerlukan lahan yang luas. Hal itu ialah salah satu penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya photovoltaic berupa kristal mahal, hal ini alasannya proses pembuatannya yang rumit. Namun, kondisi geografis Indonesia yang banyak mempunyai daerah terpencil sulit dibubungkan dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis Indonesia mempunyai peluangenergi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yakni sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Berarti harapan penggunaan photovoltaic di masa mendatang cukup cerah. Untuk itulah perlu diusahakan menekan harga photovoltaic misalnya dengan cara sebagai berikut. Pertama memakai materi semikonduktor lain mirip Kadmium Sulfat dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel surya dari 10% menjadi 15%.
Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan tata cara desentralisasi yang diketahui dengan Solar Home System (SHS), lalu untuk TV umum, komunikasi dan pompa air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani, Bampres, dan listrik masuk desa menawarkan gejala yang menyenangkan dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang dikerjakan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian tata cara photovoltaic di Indonesia sudah meraih berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya mencakup kesehatan 16%, bibit unggul 7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6% dan lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian permulaan BPPT diperoleh proyeksi keperluan metode PLTS diperkirakan akan meraih 50 MWp. Sementara itu berdasarkan perkiraan lainnya pemakaian photovoltaic di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW utamanya untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan ajakan fotovotaik diperkirakan telah mencapai 52 MWp.
Komponen utama tata cara surya photovoltaic ialah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk menciptakan modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibentuk dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk menciptakan sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari ongkos total. Makara, jikalau modul sel surya itu mampu dibuat di dalam negeri bermakna akan mampu mengurangi ongkos pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pengerjaan sel surya di Indonesia tahap pertama yakni membuat bingkai (frame), lalu menciptakan laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika undangan pasar banyak maka pengerjaan sel dilaksanakan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis telah dikuasai. Dalam bidang photovoltaic yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melalui tahapan penelitian dan pengembangan dan kini menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup mutakhir dan keuntungannya yakni harganya murah, higienis, gampang dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya photovoltaic adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, alasannya adalah membutuhkan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Sistem PLTS
PLTS dengan tata cara sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara terpusat dan suplai daya ke pelanggan dikerjakan lewat jaringan distribusi. Sistem ini cocok dan hemat pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas baterai 200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah. Sementara itu PLTS dengan metode individu daya terpasangnya relatif kecil yakni sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga dibutuhkan dapat menyanggupi kebutuhan penerangan, gosip (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio komunikasi). Dan sampai tahun 95 tata cara ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang mencakup pemeliharaan dan pembayaran dikerjakan oleh KUD.
Melihat ekspresi dominan harga sel surya yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan tata cara pembangkit yang ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan metode individu makin ditingkatkan. Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan pembangkit dengan surya photovoltaic. Pertama energi yang dipakai yakni energi yang tersedia secara hanya-cuma. Kedua perawatannya gampang dan sederhana. Ketiga tidak terdapat perlengkapan yang bergerak, sehingga tidak butuhpenggantian suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat perlengkapan bekerja tanpa bunyi dan tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja secara otomatis.
KESIMPULAN
Energi Surya (Photovoltaic) dapat dimanfaatkan selaku pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Energi ini juga merupakan energi alternatif. Modul Surya ini dapat dipakai selaku cadangan yang mencukupi saat energi yang lain mulai berkurang bahkan habis. Selain itu, energi ini memliki banyak keuntungan ketimbang energi lain. Energi ini sangat ramah lingkungan dan tidak membutuhkan perawatan khusus secara periodik. Energi ini hanya memerlukan cahaya matahari yang jumlahnya tak tebatas, tersedia dimana-mana, dan tidak memerlukan materi bakar lain mirip bensin, gas, atau yang lainnya. Namun, energi ini mempunyai satu kekurangan adalah hanya bisa digunakan dalam rentang waktu setengah hari atau selama sinar matahari masih terpancar. Oleh sebab itu, penyediaan sumber energi alternatif mirip energi surya melalui pemanfaatan sel photovoltaic ialah sebuah harapan yang menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat pemakaian primer minyak bumi dan gas alam masih ialah sumber energi utama. Selain ramah lingkungan, sumber energi dari matahari tidak memerlukan perawatan khusus secara periodik, yang selanjutnya akan meminimalisir biaya buatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Holladay, April. Solar Energi. Microsoft Encarta 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon