BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, khususnya di Indonesia perkembangan bahasa Indonesia baik di kelompok akil balig cukup akal, akil balig cukup akal, dan belum dewasa telah mengalami pergeseran yang cukup signifikan seiring dengan pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan kian tingginya tingkat pergaulan cukup umur. Kemudian dari hal tersebut lahirlah bahasa pergaulan yang umum disebut bahasa gaul seperti elo, gue, tau, cewek, dan sebagainya. Banyaknya penyimpangan-penyimpangan penggunaan bahasa yang tidak cocok dengan aturan baku yaitu dialek kedaerahan.
Bahasa-bahasa yang lahir dari beberapa hal yang sudah diuraikan di atas dikenal dengan bahasa tidak baku ialah bahasa yang umum dipakai pada suasana santai dengan keluarga, tulisan pribadi, dan pergaulan sehari-hari, dan tidak cocok digunakan dalam suasana resmi mirip dalam penulisan ilmiah, diskusi, pembicaraan di lingkungan formal, dan lain-lain. Oleh alasannya adalah itu, untuk memperdalam pemahaman perihal bahasa Ilmiah, kami mengangkat sebuah judul makalah ialah “Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah”.
1. Pengertian Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia ragam ilmiah ialah salah satu bahasa Indonesia yang dipakai dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, rancangan, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diperlukan menjadi media efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun ekspresi.
2.Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Imiah
Adapun karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah yakni sebagai berikut :
Cendikia
Artinya bahasa Indonesia itu digunakan secara sempurna dan seksama sehingga ide yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca secara tepat.
Lugas dan Jelas
Artinya bahasa Indonesia mampu memberikan pemikiran ilmiah secara terang dan tepat. Untuk itu, setiap ide diungkapkan secara pribadi sehingga makna yang ditimbulkan yakni makna lugas.
Bertolak dari gagasan
Artinya penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan tidak pada penulis atau pelaku.
Formal
Tingkat keformalan bahasa dalam karya ilmiah mampu dilihat pada lapis kosa kata, pembentukan kata dan kalimat. Kosa kata yang dipakai bernada formal dan kalimat-kalimatnya mempunyai bagian yang lengkap.
Obyektif
Artinya hindari kata-kata yang memperlihatkan sifat subyektif.
Ringkas dan padat
Tidak adanya bagian bahasa yang mubazir (pemborosan kata).
Konsisten
Ditampakkan pada penggunaan bagian bahasa, tanda baca, dan istilah yang cocok dengan kaidah yang digunakan secara konsisten.
3. Ragam Bahasa Ilmiah
Suatu ragam bahasa, khususnya ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk memakai bentuk kosa kata ragam bahasa baku semoga mampu menjadi panutan bagi penduduk pengguna bahasa Indonesia. Maka dari itu yang perlu diperhatikan yakni kaidah perihal norma yang berlaku yang berhubungan dengan ragam bahasa.
a) Ragam Bahasa Berdasarkan Media atau Sarana
1. Ragam Bahasa Lisan
Ragam verbal yakni bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita mampu menemukan ragam lisan yang standar, contohnya pada ketika orang berpidato atau memberi sambutan, dalam suasana perkuliahan, ceramah. Dan ragam verbal yang nonstandard, misalnya dalam percakapan antar sahabat di pasar, atau dalam potensi nonformal lainnya.
2. Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis yaitu bahasa yang dihasilkan dengan mempergunakan tulisan dengan huruf sebagai bagian dasarnya. Dalam ragam tulis, kita bermasalah dengan sistem penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan bagian tata bahasa mirip bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan wangsit.
b) Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
1. Ragam bahasa menurut kawasan disebut ragam tempat (logat/dialek).
Luasnya pemakaian bahasa dapat mengakibatkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berlawanan dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing mempunyai ciri khas yang berlainan-beda.
2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berlainan dengan yang tidak berpendidikan, khususnya dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa abnormal, contohnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.
c) Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap mitra bicara (jikalau verbal) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, erat, dan kalem. Kedudukan mitra bicara atau pembaca kepada penutur atau penulis juga mensugesti sikap tersebut. Misalnya, kita dapat memperhatikan bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan mitra bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan semakin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang dipakai. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang dipakai.
Ragam Bahasa Baku digunakan dalam :
a. pembicaraan di tampang lazim, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas menunjukkan kuliah/pelajaran
b. obrolan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat
c. komunikasi resmi, contohnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang
d. perihal teknis, misalnya laporan observasi, makalah, tesis, disertasi.
Sementara ragam bahasa nonbaku dipakai dalam percakapan yang tidak resmi (informal) seperti percakapan yang dikerjakan di dalam rumah tangga, pinggir jalan, di warung-warung, di lapangan dan sebagainya. Jadi pemakaian bahasa diluar situasi formal (resmi) hanya berfungsi selaku alat komunikasi antarsahabat, antaranggota dan kesemuanya yang digolongkan dalam ragam tak baku.
d) Ragam Bahasa Menurut Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok masalah yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berlawanan-beda ini kita pun memakai ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang dipakai dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang dipakai dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang dipakai dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang dipakai berdasarkan pokok problem atau bidang pemakaian ini diketahui pula dengan ungkapan laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/perumpamaan yang khusus dipakai dalam bidang tersebut, contohnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, dipakai dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak dipakai dalam lingkungan seni. Pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan aturan. Pemanasan, peregangan, wasit dipakai dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang dipakai pun berbeda sesuai dengan pokok duduk perkara yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang dipakai dalam undang-undang.
4. Menggunakan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah dalam Menulis dan Persentasi Ilmiah
Menggunakan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam menulis dan persentasi ilmiah berarti memanfaatkan potensi bahasa Indonesia untuk memaparkan fakta, desain, prinsip, teori atau adonan dari keempat hal tersebut secara tertulis dan mulut. Pada saat menulis goresan pena ilmiah penulis harus berupaya keras biar bahasa Indonesia yang di gunakan betul-betul menunjukkan sifat yang cendikia, lugas dan terang, bertolak dari pemikiran , formal, objektif, ringkas dan padat, serta konsisten.
Ciri-ciri penggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam penulisan karya ilmiah yakni sebagai berikut :
1. Baku.
Sturuktur bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah bahasa indonesia baku, baik perihal struktur bahasa kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata ungkapan dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
2. Logis.
Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa indonesia ragam ilmiah mampu diterima akal. Contoh : "Masalah pengembangan dakwah kita tingkatkan." Ide kalimat tersebut tidak logis, pilihan kata "problem" kurang tepat atau tidak spesifik.
3. Kuantitatif.
Keterangan yang dikemukakan pada kalimat mampu diukur secara niscaya. Perhatikan teladan di bawah ini: Da’i di Gunung Kidul “pada umumnya” lulusan akademi tinggi. Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam goresan pena ilmiah tidak benar menentukan kata “pada umumnya” kalimat di atas mampu kita benahi menjadi “Da’i di Gunung Kidul 5 orang lulusan perguruan tinggi tinggi, dan yang 3 orang lagi dari lulusan pesantren”.
4. Tepat.
Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ilham yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Jamban pesantren yang sudah rusak itu sedang diperbaiki”. Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban, atau mungkin juga pesantren.
5. Denotatif.
Kata yang dipakai atau diseleksi sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diamati perasaan alasannya sifat ilmu yang objektif.
6. Runtun.
Ide diungkapkan secara terstruktur dan sesuai dengan urutan serta tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf merupakan seperangkat kalimat yang mengemban satu pandangan baru atau satu pokok bahasan.
Bahasa-bahasa yang lahir dari beberapa hal yang sudah diuraikan di atas dikenal dengan bahasa tidak baku ialah bahasa yang umum dipakai pada suasana santai dengan keluarga, tulisan pribadi, dan pergaulan sehari-hari, dan tidak cocok digunakan dalam suasana resmi mirip dalam penulisan ilmiah, diskusi, pembicaraan di lingkungan formal, dan lain-lain. Oleh alasannya adalah itu, untuk memperdalam pemahaman perihal bahasa Ilmiah, kami mengangkat sebuah judul makalah ialah “Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah”.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia ragam ilmiah ialah salah satu bahasa Indonesia yang dipakai dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, rancangan, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diperlukan menjadi media efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun ekspresi.
2.Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Imiah
Adapun karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah yakni sebagai berikut :
Cendikia
Artinya bahasa Indonesia itu digunakan secara sempurna dan seksama sehingga ide yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca secara tepat.
Lugas dan Jelas
Artinya bahasa Indonesia mampu memberikan pemikiran ilmiah secara terang dan tepat. Untuk itu, setiap ide diungkapkan secara pribadi sehingga makna yang ditimbulkan yakni makna lugas.
Bertolak dari gagasan
Artinya penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan tidak pada penulis atau pelaku.
Formal
Tingkat keformalan bahasa dalam karya ilmiah mampu dilihat pada lapis kosa kata, pembentukan kata dan kalimat. Kosa kata yang dipakai bernada formal dan kalimat-kalimatnya mempunyai bagian yang lengkap.
Obyektif
Artinya hindari kata-kata yang memperlihatkan sifat subyektif.
Ringkas dan padat
Tidak adanya bagian bahasa yang mubazir (pemborosan kata).
Konsisten
Ditampakkan pada penggunaan bagian bahasa, tanda baca, dan istilah yang cocok dengan kaidah yang digunakan secara konsisten.
3. Ragam Bahasa Ilmiah
Suatu ragam bahasa, khususnya ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk memakai bentuk kosa kata ragam bahasa baku semoga mampu menjadi panutan bagi penduduk pengguna bahasa Indonesia. Maka dari itu yang perlu diperhatikan yakni kaidah perihal norma yang berlaku yang berhubungan dengan ragam bahasa.
a) Ragam Bahasa Berdasarkan Media atau Sarana
1. Ragam Bahasa Lisan
Ragam verbal yakni bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita mampu menemukan ragam lisan yang standar, contohnya pada ketika orang berpidato atau memberi sambutan, dalam suasana perkuliahan, ceramah. Dan ragam verbal yang nonstandard, misalnya dalam percakapan antar sahabat di pasar, atau dalam potensi nonformal lainnya.
2. Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis yaitu bahasa yang dihasilkan dengan mempergunakan tulisan dengan huruf sebagai bagian dasarnya. Dalam ragam tulis, kita bermasalah dengan sistem penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan bagian tata bahasa mirip bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan wangsit.
b) Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
1. Ragam bahasa menurut kawasan disebut ragam tempat (logat/dialek).
Luasnya pemakaian bahasa dapat mengakibatkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berlawanan dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing mempunyai ciri khas yang berlainan-beda.
2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berlainan dengan yang tidak berpendidikan, khususnya dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa abnormal, contohnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.
c) Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap mitra bicara (jikalau verbal) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, erat, dan kalem. Kedudukan mitra bicara atau pembaca kepada penutur atau penulis juga mensugesti sikap tersebut. Misalnya, kita dapat memperhatikan bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan mitra bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan semakin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang dipakai. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang dipakai.
Maka dari itu diketahui Ragam Bahasa Baku dan Ragam Bahasa Nonbaku
Ragam Bahasa Baku digunakan dalam :
a. pembicaraan di tampang lazim, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas menunjukkan kuliah/pelajaran
b. obrolan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat
c. komunikasi resmi, contohnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang
d. perihal teknis, misalnya laporan observasi, makalah, tesis, disertasi.
Sementara ragam bahasa nonbaku dipakai dalam percakapan yang tidak resmi (informal) seperti percakapan yang dikerjakan di dalam rumah tangga, pinggir jalan, di warung-warung, di lapangan dan sebagainya. Jadi pemakaian bahasa diluar situasi formal (resmi) hanya berfungsi selaku alat komunikasi antarsahabat, antaranggota dan kesemuanya yang digolongkan dalam ragam tak baku.
d) Ragam Bahasa Menurut Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok masalah yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berlawanan-beda ini kita pun memakai ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang dipakai dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang dipakai dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang dipakai dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang dipakai berdasarkan pokok problem atau bidang pemakaian ini diketahui pula dengan ungkapan laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/perumpamaan yang khusus dipakai dalam bidang tersebut, contohnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, dipakai dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak dipakai dalam lingkungan seni. Pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan aturan. Pemanasan, peregangan, wasit dipakai dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang dipakai pun berbeda sesuai dengan pokok duduk perkara yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang dipakai dalam undang-undang.
4. Menggunakan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah dalam Menulis dan Persentasi Ilmiah
Menggunakan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam menulis dan persentasi ilmiah berarti memanfaatkan potensi bahasa Indonesia untuk memaparkan fakta, desain, prinsip, teori atau adonan dari keempat hal tersebut secara tertulis dan mulut. Pada saat menulis goresan pena ilmiah penulis harus berupaya keras biar bahasa Indonesia yang di gunakan betul-betul menunjukkan sifat yang cendikia, lugas dan terang, bertolak dari pemikiran , formal, objektif, ringkas dan padat, serta konsisten.
Ciri-ciri penggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam penulisan karya ilmiah yakni sebagai berikut :
1. Baku.
Sturuktur bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah bahasa indonesia baku, baik perihal struktur bahasa kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata ungkapan dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
2. Logis.
Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa indonesia ragam ilmiah mampu diterima akal. Contoh : "Masalah pengembangan dakwah kita tingkatkan." Ide kalimat tersebut tidak logis, pilihan kata "problem" kurang tepat atau tidak spesifik.
3. Kuantitatif.
Keterangan yang dikemukakan pada kalimat mampu diukur secara niscaya. Perhatikan teladan di bawah ini: Da’i di Gunung Kidul “pada umumnya” lulusan akademi tinggi. Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam goresan pena ilmiah tidak benar menentukan kata “pada umumnya” kalimat di atas mampu kita benahi menjadi “Da’i di Gunung Kidul 5 orang lulusan perguruan tinggi tinggi, dan yang 3 orang lagi dari lulusan pesantren”.
4. Tepat.
Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ilham yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Jamban pesantren yang sudah rusak itu sedang diperbaiki”. Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban, atau mungkin juga pesantren.
5. Denotatif.
Kata yang dipakai atau diseleksi sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diamati perasaan alasannya sifat ilmu yang objektif.
6. Runtun.
Ide diungkapkan secara terstruktur dan sesuai dengan urutan serta tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf merupakan seperangkat kalimat yang mengemban satu pandangan baru atau satu pokok bahasan.
DAFTAR PUSTAKA
- R, A. Subantari, dkk. 1998. Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati
- Poerwadarminta. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
- Dardjowijojo, Soejono. 1996. Bahasa Indonesia Kita. Bandung : ITB Bandung
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon