Sabtu, 29 Agustus 2020

Makalah Faktor Aturan Rekam Medis

PENDAHULUAN

Sejak awal sejarah umuat manusia telah diketahui adanya hubungan iktikad antara dua manusia, yakni sang pengobatdan sang penderita, yang pada jaman terbaru ini disebut dengan transaksi terapeutik antara dokter dan pasien.

Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan akan melahirkan kekerabatan antara pasien/ penderita atau keluarganya dengan dokter selaku langsung maupun selaku orang dalam bentuk tubuh aturan (rumah sakit, yayasan, atau lembaga lain yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan).Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan (tergolong informed consent) inilah yang mau dicatat di dalam rekaman medis, yang dalam keputusan disebut “Medical Record.”

Pembuatan catatan medis (yang kini disebut Rekam Medis) di rumah sakit atau boleh dokter pada kartu pasien di tempat praktek sebenarnya sudah merupakan kebiasaan sejak jaman dulu, namun belum menjadi keharusan, sehingga pelaksanaannya dianggap tidak begitu serius (baca pula J. Guwandi, 1991 : 73). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang sungguh dinamis; termasuk masyarakat Indonesia, maka rekam medis menjadi sangat penting dan diharapkan. Oleh alasannya adalah itu, khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah mellaui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/ Per/XII/1989 perihal Rekam Medis/ Medical Records. Dengan diterbitkannya Permenkes ini pengadaan rekam medis menjadi sebuah keharusan atau sudah menjadi aturan yang harus ditaati bagi setiap sarana pelayanan kesehatan.


PEMBAHASAN
a. Pengertian

Dalam bukunya yang berjudul “Legal Aspect of Medical Record” Hayt and Hayt mendefinisikan rekam medis sebagai berikut :

A Medical record is the compilation of the partinent facta of the patient’s life history, his illness, and treatment. In a larger sense the medical record is compilation of scientifis data derived from many and available for various uses, personal and impersonal, to serve the patiens was treated, the science of medce, and society as awhole.” (Hayt and Hayt, 1964: 1).

Dengan demikian menurut Hayt and Hayt, sebuah rekam medis itu ialah himpunan fakta-fakta yang berhubungan dengan sejarah /riwayat kehidupan pasien, sakitnya, perawat/pengobatannya. Dalam pemahaman yang luas (lebih luas) rekam medik adalah suatu himpunan data ilmiah dari banyak sumber, dikoordinasikan pada satu dokumen dan yang ditawarkan untuk beragam kegunaan, personel dan impersoanl, untuk melayani pasien dirawat, diobati , ilmu kedokteran, dan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih lanjut Hayt and Hayt mengemukakan (Hayt and Hay, 1964:1):

Medical Record are an important tool in the practice of medicine. They serve as a bassic for rencana patient care; they provide a means contributing to the patient’s care; they furnish documentary evidence of the course of the patient’s illness and treadment and they serve as a bassic for review, study, and evaluation of the medical care renderen to the patient.”

Dengan pernyataan tersebut di atas jelaslah bahwa rekam medis merupakan sarana penting dalam praktek kedokteran.

Sedangkan menurut Gemala R. Hatta dalam makalahnya yang berjudul “Peranan Rekaman Medik/Kesehatan (medical record) dalam Hukum Kedokteran,” rekam medis dirumuskan sebagai kumpulan segala acara yang dikerjakan oleh para pelayan kesehatan yang ditulis, digambarkan, atas acara kepada pasien (Gemala R. Hatta, 1986:2).

Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749s/Menkes/Per XII/1989 wacana Rekam Medis/Medical Records, yang dimaksud rekam medis yaitu berkas yang berisikan catatan, dokumen perihal identitas pasien, investigasi, pengobatan, tindakan dan pelayaran lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Pasal 1 huruf a)

Apabila rekam medis merupakan kumpulan segala aktivitas yang dijalankan oleh para pramusaji kesehatan yang tertulis, maka akan merefleksikan setiap langkah yang diambil dalam rangka korelasi pasien dengan dokter yang disebut hubungan transaksi terapeutik. Dalam transaksi ini pasien dilindungi oleh dokumen internasional yang terdiri dari “ the right to information” and “ the right to self determination.”

Suatu rekam medis yang bagus akan membantu perawatan secara profesional pasien, di samping memberikan refleksi perihal mutu/mutu/derajat perawatan/pelayanan kesehatan. Pembuatan rekaman tertulis itu merupakan salah satu jalan yang reliabel yang menyakinkan bahwa setiap orang mengamati secara lengkap dan akurat tentang informasi pelayanan kesehatan. Dalam praktek kedokteran modern akan menyangkut langkah-langkah terhadap pasien selaku satu keseluruhan, yang menuntut kseseluruhan, yang menuntut keseluruhan ketrampilan dan tehnologi yang dikuasai para dokter, perawat, teknsi. Manajemen yang sempurna atas perawatan pasien menuntut adanya rekaman yang akurat dan tepat oleh setiap anggota dan tim klinis.


b. Fungsi dan Rekam Medis

Dari penjelasan di tampang maka secara singkat mampu dikatakan bahwa rekam medis ialah catatan singkat perihal sejarah penyakit dan cara / teknik /terapi upaya penyembuhan yang dijalankan oleh pelayan kesehatan (dokter dan paramedik) yang sudah disetujui oleh pasien berdasarkan “Informed Consent”. Agar “Informed Consent” ini mampu dijadikan bukti menurut hukum harus dicatat dan direkam dalam rekam medis.”

Dalam transaksi terapeutik kalau hak dan keharusan tidak dipenuhi oleh salah satu pihak (dokter atau pasien) maka pastinya pihak lain yang merasa dirugikan akan menggugat atau menuntut. Dalam hal ini maka rekam medik mempunyai peranan yang besar sekali adalah mampu dipergunakan untuk menguatkan somasi(pasien) atau menolak gugatan perdata (bagi dokter dan atau rumah sakit) atau tuntutan pidana yang didasarkan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang sebab kelalaian. Ini mempunyai arti bahwa rekam medis mempunyai kekuatan hukum selaku salah satu unsur masukan dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim.

Fungsi rekam medik secara lengkap ialah selaku “adminitrative value, legal value, finacial value, research value, educational value dan documentary value.” Karena fungsi rekam medik itulah, maka di negara-negara besar atau di negara-negara maju telah diputuskan satu patokan baku bai pembuatan rekam medis yang mencerminkan kualitas/kualitas/derajat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh sang pengobat pada sang penderita. Fungsi rekam medis di Indonesia bisa dilihat dalam Pasal 14 Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989, ialah mampu dipakai untuk :

1. dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasie
2. bahan pembuktian dalam perkara aturan
3. materi untuk keperluan observasi dan pendidikan
4. dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
5. bahan untuk mempersiapkan statistik kesehatan

Rekam medis yang diisi oleh para pihak dalam transaksi terapeutik menampilkan mutu kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien. Oleh karena itu, berdasarkan kepustakaan, mampu dikaji bahwa untuk menyanggupi persyaratan bagi satu rekam medis/haruslah ditandatangani oleh semua pelayan medik yang terlibat selaku para pihak dalam trnsasi terapeutik.

Ada tiga argumentasi yang mengakibatkan para pelayan kesehatan (dokter dan para medis) harus wajib menandatangani rekam Medis yang berisi sejarah kemajuan kesehatan pasien dan ringkasannya, adalah (periksa Hayt dan Hayt, 1964:42-44).

1. Pasien harus dilindungi
2. Tanda tangan dokter yang merawat itu berkaitan bila masalah tersebut sampai di pengadilan;
3. Untuk menghalangi kegagalan bagi rumah sakit dalam memperoleh pengukuhan.

Dengan tiga alasan tersebut di atas, maka rekam medis mampu berfungsi sebagai dokumen hukum yakni sebagai alat bukti dokumen undang-undang yang bernilai selaku keterangan/saksi ahli/”expert wittness” (Periksapasal 164RIB untuk perkara perdata, dan pasal 184 KUHP untuk masalah pidana). Dengan demikian pembubuhan tanda tangan itu sebagai bukti bahwa keputusan yang diambil oleh pasien itu tanggung jawabnya, sedangkan apa yang dilakukan oleh pelayan kesehatan (dokter dan paramedik) yang memperlihatkan gosip yang lengkap dan akurat bertanggungjawab atas kelengkapan dan kenaran informasinya.

Di samping itu, agar rekam medik yang mengandung informed consent itu dapat berfungsi sebagai alat bukti di dalam proses peradilan, maka isi rekam medik terbaru (“Contents of a Modern Medical Record”) mesti meliputi hal-hal selaku berikut :

1. Identification Data (Identifikasi data)
2. Provisional Diagnosis (Diagnosis awal)
3. Chief Complaint (Keluhan utama)
4. Present Illness (Penyakit yang diderita ketika ini/ketika masuk)
5. History and Physical examination (Sejarah pemeriksaan fisik)
6. Consultations (Konsultan/para konsultan jika lebih dari satu)
7. Clinical Laboratory Reports (Laporan laboratorium klinik)
8. X-ray Reports (Laporan kamar X-ray)
9. Tissue Report (Laporan Kamar bebat)
10. Treatment-Medical and Surgical (tindakan medik operatif)
11. Progress Notes (Catatan Kemajuan)
12. Final Diagnosis (diagnosis selesai)
13. Summary (Ringkasan) 
14. Autopsy Findings(Penemuan-penemuan otopsi)

Sedangkan observasi lain yang bisa menolong kegunaan Rekam Medik/K antara lain, yakni (periksa Hayt and Hayt, 1964 : 19):
  • Correct spelling of name of patient and attending physician (menuliskan secara sempurna ejaan nama pasien dan dokternya)
  • method of admission orarrival, i.e., by wheelchair, ambulance, or ambulatory (caranya pasien datang pada bagian masuk, misalnya dengan ambulance, dengan kursi roda
  • complete discription of condition of patient on adminission and on discharge, nothing particulary any mark, bruise, burn, rash or irritation (diskripsi yang terang tentang keadaan pasie pada saat pertama kali masuk, contohnya apakah ada bekas luka bakar atau iritasi).
  • Admission temperature, pulse and respiration (temperatur pada dikala masuk, pulsa dan respirasi)
  • routine and special procedures (prosedur rutin atau khusus)
  • medication, dosage, and manner of administration (pengobatan, dosis dan cara-cara administratif)
  • objective signs and subdition (tanda-tanda obyektif dan gejala-gejala (simtom) subyektif)
  • changes in apperance and mental condition (pergantian lahiriah serta kondisi mental)
  • Compalints (Keluhan)
  • Signature of nurse who renders the service (tanda tangan paramedis yang bertugas)

Dengan demikian, berdasarkan kriteria rekam medis terbaru, agar rekam medik dapat berfungsi selaku alat bukti menurut undang-undang di dalam proses peradilan tidaklah mudah dengantanpa memenuhi patokan utama maupun pelengkap di atas, walau pun mengandung/berisi persetujuan antara Pasien atau keluarganya dengan dokter atau rumah sakit. Di Indonesia, isi rekam medis bisa dibagi menjadi dua, yaitu isi rekam medik untuk pasien rawat dan untuk pasien rawat inap (Pasal 15 dan 16 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989).

Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan mampu dibentuk selengkap-lengkapnya dan sedikitnya memuat : identitas, amnese, diagnosis, dan langkah-langkah/pengobatan. Sedangkan isi rekam medis untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya menampung:

1. identitas pasien
2. anamnese
3. riwayat penyakit
4. hasil pemeriksaan laboratorik;
5. diagnosis
6. kesepakatan langkah-langkah medik
7. tindakan/pengobatan
8. catatan perawat
9. catatan pengamatan klinis dan hasil pengobatan; dan
10. resume simpulan dan evaluasi pengobatan.

Tata cara penyelenggaraan rekam medis di Indonesia adalah sebagai berikut (lihat Pasal 2-9, 19, dan 20 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989):
  • Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan rawat jalan maupun rawat nginap wajib membuat rekam medis.
  • Rekam medis itu dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan kepada pasien.
  • Rekam medis mesti dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya sesudah pasien mendapatkan pelayanan.
  • Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas yang memperlihatkan pelayanan atau langkah-langkah.
  • Pembetulan kesalahan catatan dalam rekam medis dijalankan pada tulisan yang salah dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.
  • Penghapusan tulisan dalam rekam medis dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
  • Lama penyimpanan rekam medis sedikitnya untukjangka waktu 5 (lima) tahun terhtung dari tanggal terakhir pasien berobat. Sedangkan lama penyimpanan rekam medis yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat khusus mampu ditempatkan tersendiri.
  • Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada nomor tujuh dilampaui, rekam medis mampu dimusnahkan. Tata cara permusnahannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  • Rekam medis mesti disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
  • Pengawasan kepada penyelenggaraan rekam medis dikerjakan oleh Direktur Jenderal.
  • Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini mampu dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran mulut hingga pencabutan izin.

Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan, tetapi isi rekam medis ialah milik pasien. Oleh sebab itu, isi rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya. Pemaparan isi rekam medis cuma boleh dilaksanakan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien. Pemamparan isi rekam medis oleh pimpinan fasilitas kesehatan tanpa izin pasien dibolehkan apabila menurut peraturan perundang-usul. Apabila rekam medis tersebut rusak, hilang, dipalsukan, dipakai oleh orang /badan yang tidak berhak, maka yang bertanggung jawab yakni pimpinan sarana pelayanan kesehatan (baca Pasal 10-13 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989).

Apabila rekam medis rusak alasannya pemeliharaannya tidak baik atau tidak diisi sebagaimana mestinya sehingga isi rekam medis menjadi kabur atau tidak jelas, maka berdasarkan yurisprudensi di dalam aturan kedokteran bisa diberlakukan “pembalikan pembuktian” kepada dokter/rumah sakitnya. Pembebanan atas kewajiban pembuktin (“onu”, burden of proff”) bisa dibebankan kepada dokter /rumah sakit (baca J. Guwandi, 1991 : 76-77).

Hal terpenting dalam penyelenggaraan rekam medis adalah bahwa pengisisan rekam medis harus dikerjakan secara lengkap dan langsung, tepat waktu, dan tidak ditangguhkan —tunda. Bila pengisiannya ditunda-tunda maka kemungkinan besar dokter lupa pada pasien dan penyakitnya, lebih-lebih jikalau pasiennya sangat banyak. Mutu pelayanan rumah sakit antara lain akan tercermin pada berkas rekan medisnya. Selanjutnya, muncullah ucapan yang menyampaikan : “ Medical record are witnesses whose memories never die”.


DAFTAR PUSTAKA
  • Fred Ameln. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta : Grafikatama Jaya.
  • Gemala R. Hatta. 1986, “ Peranan Rekam Medik/Kesehatan (medical Record) dalam Hukum Kedokteran”. Makalah. Disampaikan dalam Konggres PERHUKI I,tanggal 8 -9 Agustus 1986 di Jakarta: PERHUKI.
  • Hayt, Emanuel and Hayt, Jonathan. 1964. Legal Aspect of Medical Record. Illinois: Physician’s Record Company.
  • Hermien Hadiati Koeswadji. 1984. Hukum da Masalah Medik. Surabaya: Airlangga University Press.
  • ______________1984.” Aspek Medikolegal dari Pelayanan Kesehatan dan Rekam Medik”. Makalah. Suarbaya: Fakultas Hukum UNAIR.
  • J. Guwandi.1991. Dokter dan Pasien, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  • Ninik Mariyanti. 1988. Malapraktek Kedokteran dari Segi Hukum Pidana dan Perdata, Jakarta : Bina Aksara.
  • Prasetyo Hadi Purwandoko. 1996.” Hubungan Dokter-Pasien dalam Upaya Penembuhan /Perawatan berdasarkan Hukum Kedokteran”. Yustisia Nomor 36 Tahun X, Juni-Agustus 1996. Surakarta : Fakultas Hukum UNS.
  • Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto. 1991.” Hukum dan Kesehatan ihwal Hukum Kedokteran”. BPK . Surakarta : UNS.
  • Oemar Seno Adji. 1991. Profesi Dokter, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter. Jakrta : Erlangga.
  • Soerjono Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan (Suatu Kumpulan Catatan). Jakarta : IN Hill Co.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon