Makalah Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan dengan Pembelajaran Matematika
PENDAHULUAN
Dalam setiap pembahasan ihwal pendidikan matematika, tidak akan terlepas dari pendidikan dalam arti luas. Pada kenyataannya, masalah pendidikan ialah salah satu bab dari persoalan-masalah pembangunan. Oleh sebab itu, gerak langkah pendidikan tidaklah mampu dilepaskan dari arus pertumbuhan yang ada dalam penduduk yang sedang membangun.
Agar Indonesia memiliki cukup warga negara yang berkualitas tinggi diharapkan sumber daya insan yang berkualiltas yang bisa menguasai dan berbagi ilmu wawasan dan teknologi, dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan seluruh bangsa serta dapat menghalangi imbas-dampak negatifnya.
Kenyataanya, banyak siswa yang unggul dalam prestasinya tetapi masih rendah dalam keimanan dan ketaqwaannya yang terwujud dalam moralnya. Banyak terjadi tawuran di antara pelajar yang hanya dipicu oleh persoalan yang bergotong-royong cuma sepele. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pendidikan yang cuma menyampaikan bahan pelajaran tanpa menanamkan nilai-nilai budbahasa dan akhlak pada pembelajaran.
PEMBAHASAN
A. Obyek matematika yakni absurd
Obyek langsung dari matematika ialah “fakta”, “konsep”, “operasi”, dan “prinsip” yang kesemuanya ialah absurd. Sedangkan obyek tidak pribadi di antaranya berupa kemampuan mengambarkan teorema, kesanggupan pemecahan persoalan, transfer belajar, balajar perihal berguru, kemampuan inkuiri, dan disiplin diri (Bell, 1981: 108). Objek matematika ialah abstrak dan hanya ada dalam pedoman insan, sehingga tidak mampu disentuh atau diraba, yang dapat kita perhatikan hanyalah simbol dari objek matematika.
Fakta dalam matematika yaitu suatu komitmen yang disuguhkan dalam bentuk kata-kata atau simbol. Kita telah sudah biasa dengan simbol “2” dan kata “dua”. Pada ketika kita menyampaikan “dua” dengan sendirinya tergambar symbol “2”, demikian sebaliknya, bila kita disodori simbol “2” dengan sendirinya kita memadankan dengan kata “dua”. Kaitan simbol “2” dengan kata “dua” ini ialah fakta. Konsep dalam matematika ialah ilham abstrak untuk menolong mengklasifikasikan objek-objek atau benda-benda dan untuk menentukan apakah objek-objek atau benda-benda yakni pola atau bukan contoh dari wangsit abstrak tersebut. Pengertian “dua” itu sendiri adalah konsep yang secara matematika diabstraksikan dari adanya ekivalensi antar himpunan-himpunan. Skill matematika adalah himpunan aturan dan perintah atau mekanisme tertentu yang dikenal dengan algoritma. Untuk menunjukkan desain tertentu digunakan batasan atau definisi. Prinsip dalam matematika yaitu objek matematika yang lebih kompleks yang menyatakan keterkaitan antara dua atau lebih objek matematika.
B. Simbol yang kosong dari arti
Obyek matematika yang abstrak dituangkan dalam simbol-simbol. Simbol-simbol inilah yang hasilnya membentuk bahasa matematika. Bahasa matematika secara sederhana dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi, fasilitas daerah berpikir, dan mengekspresikan inspirasi-wangsit secara terstruktur dan sistematis.
Menurut Soedjadi (1985: 15) simbol-simbol dalam matematika kebanyakan masih ”kosong dari arti” sehingga dapat diberikan arti terhadap simbol-simbol itu sendiri sesuai dengan lingkup dan semestanya. Keberadaan simbol ini memberi peluang yang besar kepada matematika untuk digunakan dalam banyak sekali ilmu dan kehidupan kasatmata.
C. Kesepakatan dan aliran deduktif aksiomatik
Dari kedua karakteristik yang telah diuraikan di atas mampu disimpulkan bahwa dalam matematika terdapat banyak akad. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari pun sering ditemui banyak kesepakatan-akad yang tertulis maupun akad yang tidak tertulis. Selanjutnya yang dimaksud dengan tata cara aksiomatik adalah pembenaran pernyataan P1 dengan menggunakan pernyataan P2 yang sebelumnya sudah diterima benar. Sedangkan pembenaran pernyataan P2 dengan memakai pernyataan P3 yang sebelumnya telah diterima benar pula. Demikian seterusnya sehingga hingga pada suatu pernyataan P0 yang tidak lagi perlu pembuktian. Pernyataan P0 inilah yang disebut aksioma. Oleh alasannya aksioma digunakan senantiasa memiliki sifat biasa dan kemudian dapat diturunkan sampai menemukan sifat-sifat khusus, maka struktur ini disebut pula berpola deduktif. Dan ini ialah satu-satunya teladan pikir yang diterima dalam matematika.
D. Konsisten
Setiap pernyataan atau definisi dalam matematika mesti memakai istilah atau konsep terdahulu secara konsisten. Konsisten dalam arti maupun dalam nilai kebenarannya. Objek matematika yang abstrak tersebut dihidangkan di sekolah sesuai dengan kemampuan akal sehat siswa. Hal inilah yang membuat objek matematika yang dipelajari diturunkan tingkat keabstrakannya biar gampang dipelajari dan dapat tertanam usang dalam aliran siswa.
E. Pendidikan Matematika
Tujuan pendidikan matematika dapat dilihat dalam tujuan kurikulum yang tertuang dalam setiap kurikulum masing-masing jenjang sekolah. Perumusan tujuan tersebut pastilah diusahakan untuk menopang tujuan institusional masing-masing jenis sekolah, dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam tap MPR. Selain itu tujuan kurikuler tersebut mengacu kepada teori Bloom tentang tujuan pendidikan adalah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 yakni Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kesanggupan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bermaksud untuk berkembangnya potensi peserta latih supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, bakir, piawai, kreatif, berdikari, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan Matematika mulai dari Sekolah Dasar sampai sekolah menengah atas adalah supaya penerima ajar memiliki kemampuan sebagai berikut;
- Memahami desain matematika, menjelaskan keterkaitan antar rancangan dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan sempurna dalam pemecahan persoalan.
- Menggunakan daypikir pada contoh dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam menciptakan generalisasi, menyusun bukti, atau menerangkan ide dan pernyataan matematika.
- Memecahkan persoalan yang mencakup kemampuan mengerti persoalan mendesain model matematika, menuntaskan modeldan menafsirkan penyelesaian yang diperoleh.
- mengomunikasikan ide dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas kondisi atau persoalan.
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yakni memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta perilaku ulet dan percaya diri dalam pemecahan persoalan.
Untuk kebutuhan proses mencar ilmu mengajar di dalam kelas, tujuan kurikuler tersebut masih perlu dijabarkan ke dalam tujuan institusional (SK, dan KD) Pada tahap ini, kesusahan akan dialami utamanya dalam perjuangan memadukan ranah afektif dan psikomotor sehingga sampaumur ini lebih diamati cuma pada ranah kognitif saja. Hal ini tentu akan menghipnotis proses mencar ilmu mengajar di kelas yang tentunya juga akan menghipnotis pendidikan matematika yang memuat nilai-nilai luhur.
Dengan menyelaraskan dan memadukan tujuan pembelajaran dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, maka akan semakin mengembangkan keimanan dan ketaqwaan siswa pada Tuhan Yang Maha Esa yang ialah salah satu aspek tujuan pendidikan yakni menyebarkan kemampuan dan membentuk budpekerti serta peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk merealisasikan tujuan tersebut salah satunya yaitu lewat pendidikan matematika, adalah dengan mengintegrasikan beberapa nilai-nilai kepribadian dalam pembelajaran matematika.
Pendidikan akan melatih dan mengasah logika manusia, sehingga dengan pendidikan maka kita akan semakin terbuka pengetahuan terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini. Nilai adab dari suatu materi pendidikan ialah iktikad dari suatu individu atau budaya yang subjektif dan mungkin berlainan-beda bagi setiap orang dan budaya. Nilai akhlak seseorang mampu meningkat dan berubah-ubah setiap dikala, sedangkan nilai moral dari sebuah budaya yang terbagi atau diperlakukan sama bagi semua anggota atau golongan berlainan dengan kalangan yang lainnya. Untuk menanamkan nilai-nilai dari susila pendidikan dapat dipraktekkan melalui pembelajaran matematika.
Ada beberapa nilai bimbing dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan karakteristik dari matematika yang diharapkan mampu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, di antaranya:
1. Kesepakatan
Setiap orang yang mempelajari matematika secara sadar atau tidak sadar telah menggunakan janji-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini terdapat dalam matematika yang rendah maupun yang tinggi, mampu berbentuksimbol, istilah, definisi, ataupun aksioma.
Contoh.
a. Penggunaan simbol bilangan 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya.
b. Pengertian tentang persegi
c. Pengertian perihal titik, garis, lengkungan, dan lain-lain
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang tanpa kita sadari ada banyak janji berbentuknorma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mesti dipatuhi oleh warga penduduk dalam lingkungan tertentu. Jika seseorang bertingkah tidak cocok dengan sebuah kesepakatan dalam lingkungan tertentu, pastilah akan dianggap melanggar aturan yang tentu akan menerima bimbang tertentu. Seseorang yang sudah dibiasakan berguru matematika yang penuh dengan akad yang harus ditaati, pastinya akan gampang mengetahui perlunya janji dalam korelasi penduduk dan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati komitmen tersebut. Nilai inilah yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran matematika.
2. Ketaatasasan/konsistensi
Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan ketaatasasan/konsistensi ialah tidak dibenarkannya adanya kontradiksi sesuai dengan karakteristik dari matematika sendiri. Contohnya, untuk setiap anggota himpunan bilangan bundar, berlaku bahwa jumlah dari 2 bilangan lingkaran yaitu bilangan bulat. Maka hasil dari 3 + 7 haruslah bilangan bundar. Dalam kehidupan sehari-hari sungguh diperlukan adanya sikap dan nilai konsistensi ini, sehingga tidak akan banyak terjadi benturan-benturan dalam berhubungan dengan anggota masyarakat.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah ada hukum atau undang-undang yang harus ditaati oleh segenap warga Indonesia. Jika setiap warga negara telah sudah biasa dengan berpikir matematika maka tidak akan banyak orang-orang yang melanggar aturan, sehingga tercipta negara yang aman dan hening. Oleh alasannya itu, setiap bahan dalam pembelajaran matematika mesti mampu menanamkan nilai konsistensi ini untuk membentuk tata nalar dan kepribadian siswa.
3. Deduksi
Secara sederhana, sesuai dengan karakteristik dari matematika, makna deduksi ialah proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum ke dalam kondisi khusus. Dalam pembahasan matematika, contoh pikir deduktif inilah yang dapat diterima. Pola pikir induktif, bahu-membahu juga mampu diterima sepanjang dibutuhkan untuk menyesuaikan bahan didik dengan kemajuan intelektual siswa.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, segala peraturan perundang-ajakan diatur secara hirarkhis mulai dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, UU, Perpu, PP, Keppres, Kepmen, dan seterusnya. Dalam hal ini, peraturan di bawahnya merupakan penjabaran dari peraturan di atasnya atau yang lebih tinggi. Kebenaran dari peraturan yang satu tentunya merujuk kepada kebenaran peraturan yang di atasnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga dibutuhkan contoh pikir deduktif
4. Semesta
Salah satu karakteristik dari matematika yaitu simbol-simbol yang dikosongkan dari maknanya. Misalnya, apakah arti x, y, z, itu? Hal ini dapat diartikan bermacam-macam tergantung si pemakai, apakah bilangan, vektor, pernyataan, atau yang lainnya. Hal ini, menawarkan adanya lingkup pembelajatan yang dapat juga disebut semesta pembicaraan. Dalam pembelajaran matematika disadari atau tidak terdapat acuan atau soal yang sangat memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidak diperhatikan, maka akan sungguh besar kemungkinan arti yang diberikan akan salah.
DAFTAR PUSTAKA
- Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning mathematics (in Secondary Schools). Wm. C. Brown Company. Dubuque. Iowa
- Soedjadi, R. 1995. Matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama selaku wahana pendidikan dan pembudayaan akal sehat. Surabaya
- __________. 2009. Al Qur’an. Departemen Agama RI
- __________. 2006. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kerikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pokja Akademik.
- __________. 2006. Kurikulum KTSP. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
- __________. 2003. UU no 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional. Deprtemen Pendidikan . Jakarta.
EmoticonEmoticon