Tokoh Islam Dunia
Oleh: Ibrahim Lubis
a. Pendahuluan
Ibnu Sina
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ibnu sina mempunyai metode, tetapi sebab sistem ibnu sina/ miliki itu menampakkan keasliannya dan menunjukkan jenis jiwa jenius dalam mendapatkan metode - metode kemudian argumentasi-argumentasi dibutuhkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni serta tradisi intelektual Hellenisme kemudian diwarisi ibnu sina/avecinna dan lebih jauh lagi dalam metode keagamaan Islam.
Ide wangsit cemerlang pemikiran ibnu sina memberikan bantuan cukup baik bagi semua golongan ilmuan, baik dari ilmuan Muslim maupun non Muslim. Kepopuleran ibnu sina sudah tidak disangsikan lagi, terkhusus dari inovasi ibnu sina di bidang kedokteran, hal tersebut dapat dilihat dari karyanya yang sungguh popular yakni Kitab Qanun fi al-Thib serta banyak menunjukkan konstribusi dalam bidang ilmu kedokteran.
Biografi Ibnu sina
Nama lengkap ibnu sina yakni Abu `Ali al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan ibnu `Ali Sina.[1] Di Eropa (dunia Barat) ibnu sina lebih dikenal dengan istilah balasan terjadinya metamorphose Yahudi- Spanyol-Latin. Dari bahasa Spanyol kata Ibnu untuk ibnu sina diucapkan Aben atau Even. Terjadinya pergeseran ini berawal dari usaha penerjemahan naskah-naskah Arab ke dalam bahasa Latin pada pertengahan masa kedua belas di Spanyol.[2] ibnu sina dilahirkan pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, sebuah kota kecil erat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bab dari Persia),[3] dan wafat pada jum`at pertama Ramadhan tahun 428 H/1037 M dalam usia 57 tahun, jasad ibnu sina dikebumikan di Hamadzan (Tehran).[4]
Ayah ibnu sina bernama Abdullah dari Balkh ialah seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, pada saat kelahiran putranya yaitu ibnu sina, ayah ibnu sina menjabat sebagai gubernur suatu tempat di salah satu pemukiman Nuh Ibnu Mansur, sekarang daerah Afghanistan (Persia). Ibu ibnu sina/ berjulukan Satarah berasal dari kawasan Afshana.[5]
Nama ibnu sina semakin populer dikala ibnu sina mampu menyembuhkan penyakit Raja Bukhara bernama Nuh ibn Manshur, ketika itu umur ibnu sina baru 17 tahun. Sebagai penghargaan, raja meminta ibnu sina menetap di Istana selama sang raja dalam proses penyembuhan. Namun ibnu sina menolaknya dengan halus, selaku imbalannya dia (ibnu sina) cuma meminta izin untuk menggunakan perpustakaan kerajaan terdapat didalamnya buku-buku, buku tersebut sulit ditemukan.
Hal itu dimanfaatkan ibnu sina untuk membaca, mencari banyak sekali acuan dasar untuk menambah ilmunya agar lebih luas berkembang.[6] Kemampuan ibnu sina dengan segera menyerap banyak sekali cabang ilmu wawasan membuatnya menguasai banyak sekali bahan intelektual dari perpustakaan kerajaan. Karena kejeniusannya itu, ibnu sina mendapatkan gelar ilmiah, diantaranya Syaikh Ra`is serta Galenos Arab. Gelar tersebut diraih oleh ibnu sina saat umurnya masih akil balig cukup akal.[7]
Setelah ayah ibnu sina meninggal saat ia/ibnu sina berusia 22 tahun, dia (ibnu sina) hijrah ke Jurjan, sebuah kota di akrab bahari kaspia, di sanalah beliau (ibnu sina) mulai menulis ensiklopedianya wacana ilmu kedokteran lalu populer dengan nama al-Qanun fi al-tibb (the Qanun). Kemudian ibnu sina pindah ke Ray, kota di sebelah Taheran, berikutnya /ibnu sina melakukan pekerjaan terhadap Ratu Sayyedah dan anaknya Majd al-Dawlah. Kemudian Sultan Syams al-Dawlah penguasa di Hamdan (di bahagian Barat dari Iran) mengangkat ibnu sina menjadi Menterinya. Kemudian ibnu sina Hijrah ke Isfahan, ibnu sina meninggal dunia karena sakit yang diderita ibnu sina ialah penyakit disentri pada pada tahun 428 Hijrah berbarengan dengan tahun 103 Masehi di Hamazan ( sekarang kawasan Iran).[8]
Pendidikan Ibnu Sina
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang beliau pelajari adalah membaca al-Qur’an, sehabis itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya, berkat keteguhan dan kecerdasannya, beliau berhasil menghapal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Dalam bidang Pendidikan lain, ia juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, akal, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.
Dengan kecerdasan yang ia miliki, beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, keseriusan yang cukup fantastis ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada ketika dia menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati telah berulang-ulang membacanya bahkan ia menghafalnya, tetap saja ia belum mampu mengetahui isinya. sehabis beliau membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina mampu mengetahui ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya terhadap Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal selaku mahir pengobatan, dan telah benar-benar diketahui pada dikala dia berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa dia telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk memperbesar ilmunya, ia juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membicarakan buku-buku yang ia anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, di sinilah ia melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan mampu dikuasainya dengan baik.
D. Guru-Guru Ibnu Sina
Di samping mencar ilmu secara otodidak, Ibnu Sina juga menyerap banyak sekali ilmu dari beberapa orang Guru, antara lain Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk ilmu bahasa, Ismail al-Zahid untuk ilmu fiqih, Abu Sahl al-Masihi serta Abu Manshur al-Hasan bin Nuh untuk ilmu kedokteran. Beliau/ibnu sina juga mencar ilmu Aritmatika dari `Ali Natili seorang sufi ismaili berkebangsaaan India.
E. Metode Ilmiah Ibnu Sina
Ibnu Sina ialah Filosof besar Islam yang berhasil membangun system filsafat lengkap dan jelas, sebuah system telah mendominasi tradisi filsafat Muslim beberapa kurun. Pengaruh ini terwujud bukan hanya sebab ibnu sina memiliki system, namun karena system yang dimilikinya menampakan keaslian juga menawarkan jiwa yang jenius dalam menentukan tata cara–tata cara serta diharapkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual ibnu sina atau untuk mewarisi dan dalam system keagamaan Islam.[13] Diantara sistem – sistem dari aliran ibnu sina paling populer adalah:
Bidang kedokteran ialah Penyakit T.B.C juga Chronis
Mengenai penyakit-penyakit berbahaya sangat mengusik insan zaman modern ini, sudah ditemukan dan telah dicarikan pengobatannya oleh Ibnu sina pada seribu tahun kemudian. Desmond Stewart menyebutkan inovasi-penemuan gres Ibnu Sina perihal menularnya penyakit T.B.C dan bisa membahayakan kesehatan insan ketika ini, begitu pula dengan penyakit Chrionis.
Di dalam bukunya “ Early Islam”, Stewart pertanda : “ Ibnu Sina is Now credited with such personal contributions as recognizing the contagious nature of tuberculosis and describing certain skin diseases and psychological disorders. Among the latter was love sickness, the effects of which were described as loss of weight and strength, fever and various chronic ailments. The cure was quite simple, once the diagnosis was made to have the sufferer united with the one he or she was pining for. Ibnu Sina also observed that certain diseases can be spread by water and soil, and advanced view for his time. Outside the realm of pure medicine, he invented a saclike precision device that helped to improve the accuracy of instruments used for measuring angles and short lengths. He also made many investigations in the realm of physics, helping to lay the foundations of experimental science that was to develop in the 16 th and 17 th centuries”.[14]
Makna: “ sekarang Ibnu Sina meninggalkan saham-saham langsung perihal pengesahan sifat menular dari penyakit T.B.C, disamping itu ibnu sina menulis ihwal cara mengobati penyakit-penyakit kulit dan penyakit gangguan jiwa. Diantara penyakit terakhir ini, ibnu sina telah menemukan sakit cinta (love sicknes), akibat hilangnya keseimbangan serta penjagaan diri, begitu pula dengan sakit demam panas juga penyakit-penyakit chronis. Pengobatannya sungguh sederhana, yakni sesudah dilakukan investigasi, maka si penderita dapat dipertemukan dengan orang yang dirinduinya, dari pria juga wanita
G. Pengaruh Ibnu Sina
Pengaruh anutan filsafat Ibnu Sina seperti karya anutan dan telaahnya di bidang kedokteran tidak cuma tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah ke Eropa. Kontribusi ibnu sina kepada ajaran dan ilmu pengetahuan amatlah besar, diakui kuat signifikan kepada para ilmuwan, pemikir dan filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, ibnu sina menemukan julukan “Father of Doctors” (Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad[17] menyebutkan bahwa dokter kawakan ibnu sina pernah dijuluki selaku Medicorum Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain pernah diberikan kepada ibnu sina, contohnya, yakni “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ia/ibnu sina dianggap sebagai zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan perlindungan yang lain dari seluruh dunia, seolah-olah mereka cuma membuat penemuan lebih kecil, dan sementara itu penyelidikan orisinal berkurang beberapa era sehabis era ibnu sina. Sarton juga menguraikan efek Ibnu Sina sungguh besar kepada ruang lingkup juga perkembangan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) ibnu sina merupakan acuan dasar utama ilmu medis di Eropa dalam abad waktu lebih panjang dari buku-buku yang lain .[18]
Sepertinya kontribusi terpenting dari ibnu sina dan diwariskan ibnu sina terhadap dunia kedokteran ialah dalam ilmu medisnya, ialah Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr[19] menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu ialah karya paling banyak dibaca juga besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan Eropa. Karya besar ini ialah satu dari buku yang paling kerap dicetak di Eropa pada masa Renaisans dalam terjemahan Latinnya oleh Gerard dari Cremona. Buku teks tolok ukur ini berisikan lima bab pokok: prinsip-prinsip umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit lokal bertendensi menjalar ke seluruh badan, seumpama demam, dan obat-obatan beragam. Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun ibnu sina sejak zaman dinasti Han di Cina telah menjadi buku patokan karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya ibnu sina sudah diterjemahkan dalam bahasa Latin dan Hebrew, karya ibnu sina dalam bidang bahasa tersebut merupakan bahasa-bahasa pengirim ilmu pengetahuan kala itu.[20]
Di bidang filsafat, a. Pendahuluan/spanibnu sina dianggap selaku imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. ibnu sina otodidak, genius orisinil bukan hanya dunia Islam menyanjungnya, ia/ibnu sina memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, bukan derma sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam -nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi efek di Barat, alasannya kitabnya tersembunyi entah dimana,kendatipun ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan disukai orang alasannya peperangan-peperangan yang meraja lela di sebelah Timur, hingga saatnya ibnu sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain menunjukan kembali falsafah Aristoteles diikuti dengan penerangan dan keterangan yang luas.[21]
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu-ilmu wawasan mirip ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada ditulisnya dalam bentuk syair, mampu didapatkan melalui buku-buku dikarangnya untuk ilmu akal dengan syair. Kebanyakan buku-bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang-orang Eropa diabad tengah, mulai memanfaatkan buku-buku itu selaku textbook, di aneka macam universitas. Oleh karena itu nama ibnu sina dalam era pertengahan di Eropa sungguh berpengaruh.[22] Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja sebab kepadatan ilmunya, akan namun alasannya bahasanya baik diiringi caranya menulis sungguh terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, sudah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa begitu besarnya pengaruh dari Ibnu Sina tentang pemikiran yang dia/ibnu sina tuangkan terhadap kita. Ide-ide cemerlang dari ibnu sina memberikan imbas signifikan dalam ilmu pengetahuan, untuk itulah mari kita memperbanyak syukur alasannya kita dapat mengetahui ilmu-ilmu dari Ibnu Sina lewat karya-karyanya.
H. Pelajaran dari aksara personal Ibnu Sina
Pelajaran penting mampu diambil dari cerita ibnu sina diatas dari mulai era kecil, kala dewasa sampai periode tuanya ialah bahwa hidup ini memang sarat perjuangan serta perjuangan dalam hal belajar agar ilmu itu mampu memiliki kegunaan untuk diri sendiri dan orang lain. Keseimbangan keyakinan juga takwa ibnu sina, dibuktikan dengan berguru alquran dari kecil menunjukan bahwa jiwanya dari kecil sudah diisi dengan ruh yang suci sehingga dalam perjalanan hidupnya selalu mengharap ridho dan tawakkal terhadap Allah untuk mencapai keinginan, disamping berupaya dengan mempelajari ilmu dengan gurunya dan belajar secara belajar sendiri.
Dengan membaca Al-Qur’an sedari dini insan mampu menggali ilmu wawasan didalamnya, alasannya adalah bahu-membahu Alquran yaitu ilmunya dan kehidupan di alam ini yakni prakteknya. Ibnu Sina dengan seksama menggabungkan itu semua yakni antara Alquran dan praktek di alam raya ini, sehingga muncullah inspirasi-pandangan baru atau fatwa belum ada di Barat pada dikala itu. Dengan hasil karya pada waktu itu bisa mengubah dunia dalam bidang kedokteran sungguh fantastis juga hebat, pantaslah ibnu sina menjadi ide banyak orang, baik muslim maupun non muslim lalu ingin belajar ihwal ilmu wawasan utamanya kedokteran, filsafat dan ilmu alam.
Sebagai orang tua dan senantiasa ingin anak keturunanya menjadi anak pintar dalam segala bidang, pastinya diusulkan mengikuti dongeng hidup Ibnu Sina di atas. Yaitu menyeimbangkan pelajaran antara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu pengetahuan selaku prakteknya. Sehingga jikalau dalam perjalanan menuju impian yang ingin dicapai, di tengah jalan mengalami hambatan atau watu-kerikil, maka anak tersebut tidak gampang frustasi. Tetapi bisa berhenti sejenak dari hiruk pikuk kesibukan duniawi, kemudian mendekatkan diri terhadap Sang Pencipta kehidupan, maka insyaAllah segala kesulitan, rintangan akan secepatnya tertuntaskan alasannya kita selalu mengenang kepada Sang Pencipta. Walaupun bahwasanya tidak pada saat menghadapi kesulitan saja meminta derma, namun setiap waktu menginggat kita mesti ingat kepada Allah SWT, sehingga segala pekerjaan untuk dijalankan selalu diberi Ridho oleh-Nya, biar diberi akomodasi meskipun segala kendala pasti ada, tapi jikalau dari permulaan sudah diniatkan untuk kepentingan baik dan untuk orang banyak, pasti senantiasa dibimbing oleh-Nya.
I.Karir Ibnu Sina sebagai Ilmuan
Mengawali karirnya pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya, adalah menolong tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. ibnu sina misalnya diminta menyusun kumpulan aliran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk ini ibnu sina menyusun buku al-Majmu’. Setelah itu ibnu sina menulis buku al-Hashil wa al-Mashul dan al-Birr wa al-Ism atas seruan Abu Bakar al-Barqy al-Hawarizmy[23].
Setelah usia ibnu sina atau memasuki dua puluh dua tahun, ayahnya meninggal dunia, lalu terjadi kemelut politik di badan pemerintahan Nuh bin Mansur. Kedua orang putera kerajaan, adalah Mansur, Abd Malik saling berebut kekuasaan, lalu dimenangkan oleh Abdul Malik. Selanjutnya dalam pemerintahan yang belum stabil ketika itu terjadi serbuam dikerjakan oleh kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh kawasan kerajaan Samani berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut[24].
Dalam keadaan situasi politik yang bagitu geger, Ibnu Sina menetapkan untuk meninggalkan daerah asalnya. ibnu sina pergi ke Karkang ibukota al-Khawarizm, di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat penghormatan juga perlakuan baik. Di kota ini pula Ibnu Sina banyak berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan seperti, Abu al-Khir al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani, Abu Rayhan al-Biruni serta Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu ibnu sina melanjutkan perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin berikutnya ke Jurjan. Setelah kota yang disinggahi ibnu sina terakhir ini juga kurang aman, ibnu sina memutuskan pindah ke Rayi, bekerja pada As-Sayyidah dan putranya Madjid al-Daulah, waktu itu terserang penyakit, dan membantu menyembuhkannya. Sejarah serta perjalanan hidupnya dari sisi keilmuannya dapat dibahagi kepada dua fasa. pertama yaitu fasa pembentukan (al-tahsil) dan fasa produktif (al-intaj al-ilmi).
Fase pertama yakni fase berguru ibnu sina mengawali dari usia lima tahun sehingga sepuluh tahun dalam mempelajari ilmu juga dasar Alquran serta ilmu-ilmu agama. Ibnu Sina mengalami masa yang lebih didominasi oleh kala belajarnya, ibnu sina lebih banyak melakukan peresapan; di mana aktivitas Ibnu Sina lebih banyak kepada reseptif dan retentif. Fase keduanya, adalah fase produktif, semasa ibnu sina berumur dua puluh satu tahun.Waktu ini ibnu sina mulai melaksanakan kegiatan bersifat produktif. Ibnu Sina melaksanakan kegiatan lebih produktif yaitu menghasilkan karya-karya secara produktif dan sintesis. ibnu sina mulai mengarang kitab-kitab wacana metafisika, logika, kedoktoran, psikologi, fisika.
F. Karya–karya utama Ibnu Sina
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga diketahui sebagai seorang ilmuwan yang sungguh produktif dalam menghasilkan aneka macam karya buku. Buku-buku karangannya hampir mencakup seluruh cabang ilmu wawasan, diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, nalar, politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
Kitab Qanun fi al-Thib, ialah karya ibnu sina dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima kala. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam juga diajarkan hingga kini di Timur.
Kitab As-Syifa, merupakan karya ibnu sina dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan perihal uraian filsafat dengan segala aspeknya
Kitab An-Najah, ialah kitab tentang ringkasan dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu nasihat, selain itu buku ini juga secara lengkap membahas wacana aliran Ibnu Sina perihal ilmu Jiwa.
Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, ialah karya Ibnu Sina dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab juga masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama kali dikerjakan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat sampai kini.
Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian ihwal logika dan pesan yang tersirat[15].
Selain kitab-kitab tersebut masih banyak karya ibnu sina berjumlah cukup besar, namun untuk mengenali berapa jumlah buku karya-karya ibnu sina/ tersebut secara niscaya sangatlah susah, mengingat perbedaan perihal sedikit banyaknya data yang dipakai. Namun untuk menjawab hal ini, setidaknya ada dua pertimbangan . Pertama, dari penyelidikan yang dilaksanakan oleh Father dari Domician di Kairo kepada karya-karya Ibnu Sina, dia mencatat sebanyak 276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah. Kedua, Phillip K.Hitti dengan memakai daftar dan dibuat al-Qifti menyampaikan bahwa karya-karya tulis Ibnu Sina sekitar 99 (sembilan puluh sembilan) buah[16].
Pengaruh anutan filsafat Ibnu Sina seperti karya ajaran juga telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam namun juga merambah ke Eropa. Kontribusi Ibnu Sina terhadap pedoman serta ilmu wawasan amatlah besar dan diakui kuat signifikan kepada para ilmuwan, pemikir, filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu Sina menemukan julukan “Father of Doctors” (Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad[17] menyebutkan bahwa dokter kawakan Ibnu Sina pernah dijuluki sebagai Medicorum Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain juga diberikan kepada Ibnu Sina, seperti, “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ibnu sina dianggap selaku zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan derma yang lain dari seluruh dunia, seperti mereka hanya menciptakan inovasi kecil, sementara itu pengusutan orisinal berkurang beberapa era sesudah abad Ibnu Sina. Sarton juga menguraikan pengaruh Ibnu Sina sangat besar terhadap ruang lingkup juga kemajuan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) Ibnu Sina merupakan acuan dasar utama ilmu medis di Eropa dalam era waktu yang lebih panjang dari buku-buku lainnya yang pernah ditulis.[18]
Sepertinya kontribusi paling penting Ibnu Sina diwariskan untuk dunia kedokteran yakni dalam ilmu medisnya, yakni Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr[19] menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu adalah karya paling banyak dibaca, hal ini besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan Eropa. Karya besar ini merupakan satu dari buku yang paling kerap dicetak di Eropa pada periode Renaisans dalam terjemahan Latin-nya oleh Gerard dari Cremona. Buku teks persyaratan ini terdiri dari lima bab pokok: prinsip-prinsip umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit setempat bertendensi menjalar ke seluruh tubuh, seumpama demam,juga obat-obatan beragam. Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun Ibnu Sina semenjak zaman dinasti Han di Cina sudah menjadi buku patokan karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya Ibnu Sina telah diterjemahkan dalam bahasa Latin juga Hebrew, yang merupakan bahasa-bahasa pengantar ilmu wawasan periode itu.[20]
Di bidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak juga genius asli, bukan cuma dunia Islam menyanjung (ibnu sina) selaku satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, juga bukan pinjaman, sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan nbsp; filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu Sina memperoleh julukan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tidak mampu memberi dampak di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, kendatipun ada, sangat sukar sekali didapatnya serta sangat susah dipahami lalu diminati orang alasannya adalah pertempuran - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, hingga saatnya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd juga pujangga Timur lain menerangkan kembali falsafah Aristoteles dibarengi dengan penerangan dan informasi yang luas.[21]
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ditulisnya dalam bentuk syair, mampu ditemukan lewat buku-buku karya ibnu sina untuk ilmu logika dengan syair. banyak buku-buku ibnu sina sudah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang–orang Eropa diabad tengah, mulai memanfaatkan buku - buku itu sebagai textbook, di banyak sekali universitas. Oleh alasannya itu nama Ibnu Sina dalam kala pertengahan di Eropa sangat besar lengan berkuasa.[22]
Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja sebab kepadatan ilmunya, akan namun sebab bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terperinci. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, sudah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa begitu besarnya efek dari sosok Ibnu Sina mengenai fatwa yang ia tuangkan kepada kita. Ide-wangsit cemerlang dari ibnu sina memperlihatkan efek signifikan dalam ilmu wawasan, untuk itulah mari kita memperbanyak syukur sebab kita dapat mengenali ilmu-ilmu dari karya-karya Ibnu Sina.
lihat footnote makalah ibnu sina di sini...wajib heeeeeee
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.comIbnu Sina
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ibnu sina mempunyai metode, tetapi sebab sistem ibnu sina/ miliki itu menampakkan keasliannya dan menunjukkan jenis jiwa jenius dalam mendapatkan metode - metode kemudian argumentasi-argumentasi dibutuhkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni serta tradisi intelektual Hellenisme kemudian diwarisi ibnu sina/avecinna dan lebih jauh lagi dalam metode keagamaan Islam.
Ide wangsit cemerlang pemikiran ibnu sina memberikan bantuan cukup baik bagi semua golongan ilmuan, baik dari ilmuan Muslim maupun non Muslim. Kepopuleran ibnu sina sudah tidak disangsikan lagi, terkhusus dari inovasi ibnu sina di bidang kedokteran, hal tersebut dapat dilihat dari karyanya yang sungguh popular yakni Kitab Qanun fi al-Thib serta banyak menunjukkan konstribusi dalam bidang ilmu kedokteran.
B. Biografi intelektual Ibnu Sina
Biografi Ibnu sina
Nama lengkap ibnu sina yakni Abu `Ali al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan ibnu `Ali Sina.[1] Di Eropa (dunia Barat) ibnu sina lebih dikenal dengan istilah balasan terjadinya metamorphose Yahudi- Spanyol-Latin. Dari bahasa Spanyol kata Ibnu untuk ibnu sina diucapkan Aben atau Even. Terjadinya pergeseran ini berawal dari usaha penerjemahan naskah-naskah Arab ke dalam bahasa Latin pada pertengahan masa kedua belas di Spanyol.[2] ibnu sina dilahirkan pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, sebuah kota kecil erat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bab dari Persia),[3] dan wafat pada jum`at pertama Ramadhan tahun 428 H/1037 M dalam usia 57 tahun, jasad ibnu sina dikebumikan di Hamadzan (Tehran).[4]
Ayah ibnu sina bernama Abdullah dari Balkh ialah seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, pada saat kelahiran putranya yaitu ibnu sina, ayah ibnu sina menjabat sebagai gubernur suatu tempat di salah satu pemukiman Nuh Ibnu Mansur, sekarang daerah Afghanistan (Persia). Ibu ibnu sina/ berjulukan Satarah berasal dari kawasan Afshana.[5]
Nama ibnu sina semakin populer dikala ibnu sina mampu menyembuhkan penyakit Raja Bukhara bernama Nuh ibn Manshur, ketika itu umur ibnu sina baru 17 tahun. Sebagai penghargaan, raja meminta ibnu sina menetap di Istana selama sang raja dalam proses penyembuhan. Namun ibnu sina menolaknya dengan halus, selaku imbalannya dia (ibnu sina) cuma meminta izin untuk menggunakan perpustakaan kerajaan terdapat didalamnya buku-buku, buku tersebut sulit ditemukan.
Hal itu dimanfaatkan ibnu sina untuk membaca, mencari banyak sekali acuan dasar untuk menambah ilmunya agar lebih luas berkembang.[6] Kemampuan ibnu sina dengan segera menyerap banyak sekali cabang ilmu wawasan membuatnya menguasai banyak sekali bahan intelektual dari perpustakaan kerajaan. Karena kejeniusannya itu, ibnu sina mendapatkan gelar ilmiah, diantaranya Syaikh Ra`is serta Galenos Arab. Gelar tersebut diraih oleh ibnu sina saat umurnya masih akil balig cukup akal.[7]
Setelah ayah ibnu sina meninggal saat ia/ibnu sina berusia 22 tahun, dia (ibnu sina) hijrah ke Jurjan, sebuah kota di akrab bahari kaspia, di sanalah beliau (ibnu sina) mulai menulis ensiklopedianya wacana ilmu kedokteran lalu populer dengan nama al-Qanun fi al-tibb (the Qanun). Kemudian ibnu sina pindah ke Ray, kota di sebelah Taheran, berikutnya /ibnu sina melakukan pekerjaan terhadap Ratu Sayyedah dan anaknya Majd al-Dawlah. Kemudian Sultan Syams al-Dawlah penguasa di Hamdan (di bahagian Barat dari Iran) mengangkat ibnu sina menjadi Menterinya. Kemudian ibnu sina Hijrah ke Isfahan, ibnu sina meninggal dunia karena sakit yang diderita ibnu sina ialah penyakit disentri pada pada tahun 428 Hijrah berbarengan dengan tahun 103 Masehi di Hamazan ( sekarang kawasan Iran).[8]
Pendidikan Ibnu Sina
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang beliau pelajari adalah membaca al-Qur’an, sehabis itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya, berkat keteguhan dan kecerdasannya, beliau berhasil menghapal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Dalam bidang Pendidikan lain, ia juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, akal, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.
Dengan kecerdasan yang ia miliki, beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, keseriusan yang cukup fantastis ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada ketika dia menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati telah berulang-ulang membacanya bahkan ia menghafalnya, tetap saja ia belum mampu mengetahui isinya. sehabis beliau membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina mampu mengetahui ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya terhadap Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal selaku mahir pengobatan, dan telah benar-benar diketahui pada dikala dia berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa dia telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk memperbesar ilmunya, ia juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membicarakan buku-buku yang ia anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, di sinilah ia melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan mampu dikuasainya dengan baik.
D. Guru-Guru Ibnu Sina
Di samping mencar ilmu secara otodidak, Ibnu Sina juga menyerap banyak sekali ilmu dari beberapa orang Guru, antara lain Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk ilmu bahasa, Ismail al-Zahid untuk ilmu fiqih, Abu Sahl al-Masihi serta Abu Manshur al-Hasan bin Nuh untuk ilmu kedokteran. Beliau/ibnu sina juga mencar ilmu Aritmatika dari `Ali Natili seorang sufi ismaili berkebangsaaan India.
E. Metode Ilmiah Ibnu Sina
Ibnu Sina ialah Filosof besar Islam yang berhasil membangun system filsafat lengkap dan jelas, sebuah system telah mendominasi tradisi filsafat Muslim beberapa kurun. Pengaruh ini terwujud bukan hanya sebab ibnu sina memiliki system, namun karena system yang dimilikinya menampakan keaslian juga menawarkan jiwa yang jenius dalam menentukan tata cara–tata cara serta diharapkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual ibnu sina atau untuk mewarisi dan dalam system keagamaan Islam.[13] Diantara sistem – sistem dari aliran ibnu sina paling populer adalah:
Bidang kedokteran ialah Penyakit T.B.C juga Chronis
Mengenai penyakit-penyakit berbahaya sangat mengusik insan zaman modern ini, sudah ditemukan dan telah dicarikan pengobatannya oleh Ibnu sina pada seribu tahun kemudian. Desmond Stewart menyebutkan inovasi-penemuan gres Ibnu Sina perihal menularnya penyakit T.B.C dan bisa membahayakan kesehatan insan ketika ini, begitu pula dengan penyakit Chrionis.
Di dalam bukunya “ Early Islam”, Stewart pertanda : “ Ibnu Sina is Now credited with such personal contributions as recognizing the contagious nature of tuberculosis and describing certain skin diseases and psychological disorders. Among the latter was love sickness, the effects of which were described as loss of weight and strength, fever and various chronic ailments. The cure was quite simple, once the diagnosis was made to have the sufferer united with the one he or she was pining for. Ibnu Sina also observed that certain diseases can be spread by water and soil, and advanced view for his time. Outside the realm of pure medicine, he invented a saclike precision device that helped to improve the accuracy of instruments used for measuring angles and short lengths. He also made many investigations in the realm of physics, helping to lay the foundations of experimental science that was to develop in the 16 th and 17 th centuries”.[14]
Makna: “ sekarang Ibnu Sina meninggalkan saham-saham langsung perihal pengesahan sifat menular dari penyakit T.B.C, disamping itu ibnu sina menulis ihwal cara mengobati penyakit-penyakit kulit dan penyakit gangguan jiwa. Diantara penyakit terakhir ini, ibnu sina telah menemukan sakit cinta (love sicknes), akibat hilangnya keseimbangan serta penjagaan diri, begitu pula dengan sakit demam panas juga penyakit-penyakit chronis. Pengobatannya sungguh sederhana, yakni sesudah dilakukan investigasi, maka si penderita dapat dipertemukan dengan orang yang dirinduinya, dari pria juga wanita
G. Pengaruh Ibnu Sina
Pengaruh anutan filsafat Ibnu Sina seperti karya anutan dan telaahnya di bidang kedokteran tidak cuma tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah ke Eropa. Kontribusi ibnu sina kepada ajaran dan ilmu pengetahuan amatlah besar, diakui kuat signifikan kepada para ilmuwan, pemikir dan filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, ibnu sina menemukan julukan “Father of Doctors” (Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad[17] menyebutkan bahwa dokter kawakan ibnu sina pernah dijuluki selaku Medicorum Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain pernah diberikan kepada ibnu sina, contohnya, yakni “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ia/ibnu sina dianggap sebagai zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan perlindungan yang lain dari seluruh dunia, seolah-olah mereka cuma membuat penemuan lebih kecil, dan sementara itu penyelidikan orisinal berkurang beberapa era sehabis era ibnu sina. Sarton juga menguraikan efek Ibnu Sina sungguh besar kepada ruang lingkup juga perkembangan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) ibnu sina merupakan acuan dasar utama ilmu medis di Eropa dalam abad waktu lebih panjang dari buku-buku yang lain .[18]
Sepertinya kontribusi terpenting dari ibnu sina dan diwariskan ibnu sina terhadap dunia kedokteran ialah dalam ilmu medisnya, ialah Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr[19] menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu ialah karya paling banyak dibaca juga besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan Eropa. Karya besar ini ialah satu dari buku yang paling kerap dicetak di Eropa pada masa Renaisans dalam terjemahan Latinnya oleh Gerard dari Cremona. Buku teks tolok ukur ini berisikan lima bab pokok: prinsip-prinsip umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit lokal bertendensi menjalar ke seluruh badan, seumpama demam, dan obat-obatan beragam. Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun ibnu sina sejak zaman dinasti Han di Cina telah menjadi buku patokan karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya ibnu sina sudah diterjemahkan dalam bahasa Latin dan Hebrew, karya ibnu sina dalam bidang bahasa tersebut merupakan bahasa-bahasa pengirim ilmu pengetahuan kala itu.[20]
Di bidang filsafat, a. Pendahuluan/spanibnu sina dianggap selaku imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. ibnu sina otodidak, genius orisinil bukan hanya dunia Islam menyanjungnya, ia/ibnu sina memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, bukan derma sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam -nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi efek di Barat, alasannya kitabnya tersembunyi entah dimana,kendatipun ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan disukai orang alasannya peperangan-peperangan yang meraja lela di sebelah Timur, hingga saatnya ibnu sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain menunjukan kembali falsafah Aristoteles diikuti dengan penerangan dan keterangan yang luas.[21]
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu-ilmu wawasan mirip ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada ditulisnya dalam bentuk syair, mampu didapatkan melalui buku-buku dikarangnya untuk ilmu akal dengan syair. Kebanyakan buku-bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang-orang Eropa diabad tengah, mulai memanfaatkan buku-buku itu selaku textbook, di aneka macam universitas. Oleh karena itu nama ibnu sina dalam era pertengahan di Eropa sungguh berpengaruh.[22] Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja sebab kepadatan ilmunya, akan namun alasannya bahasanya baik diiringi caranya menulis sungguh terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, sudah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa begitu besarnya pengaruh dari Ibnu Sina tentang pemikiran yang dia/ibnu sina tuangkan terhadap kita. Ide-ide cemerlang dari ibnu sina memberikan imbas signifikan dalam ilmu pengetahuan, untuk itulah mari kita memperbanyak syukur alasannya kita dapat mengetahui ilmu-ilmu dari Ibnu Sina lewat karya-karyanya.
H. Pelajaran dari aksara personal Ibnu Sina
Pelajaran penting mampu diambil dari cerita ibnu sina diatas dari mulai era kecil, kala dewasa sampai periode tuanya ialah bahwa hidup ini memang sarat perjuangan serta perjuangan dalam hal belajar agar ilmu itu mampu memiliki kegunaan untuk diri sendiri dan orang lain. Keseimbangan keyakinan juga takwa ibnu sina, dibuktikan dengan berguru alquran dari kecil menunjukan bahwa jiwanya dari kecil sudah diisi dengan ruh yang suci sehingga dalam perjalanan hidupnya selalu mengharap ridho dan tawakkal terhadap Allah untuk mencapai keinginan, disamping berupaya dengan mempelajari ilmu dengan gurunya dan belajar secara belajar sendiri.
Dengan membaca Al-Qur’an sedari dini insan mampu menggali ilmu wawasan didalamnya, alasannya adalah bahu-membahu Alquran yaitu ilmunya dan kehidupan di alam ini yakni prakteknya. Ibnu Sina dengan seksama menggabungkan itu semua yakni antara Alquran dan praktek di alam raya ini, sehingga muncullah inspirasi-pandangan baru atau fatwa belum ada di Barat pada dikala itu. Dengan hasil karya pada waktu itu bisa mengubah dunia dalam bidang kedokteran sungguh fantastis juga hebat, pantaslah ibnu sina menjadi ide banyak orang, baik muslim maupun non muslim lalu ingin belajar ihwal ilmu wawasan utamanya kedokteran, filsafat dan ilmu alam.
Sebagai orang tua dan senantiasa ingin anak keturunanya menjadi anak pintar dalam segala bidang, pastinya diusulkan mengikuti dongeng hidup Ibnu Sina di atas. Yaitu menyeimbangkan pelajaran antara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu pengetahuan selaku prakteknya. Sehingga jikalau dalam perjalanan menuju impian yang ingin dicapai, di tengah jalan mengalami hambatan atau watu-kerikil, maka anak tersebut tidak gampang frustasi. Tetapi bisa berhenti sejenak dari hiruk pikuk kesibukan duniawi, kemudian mendekatkan diri terhadap Sang Pencipta kehidupan, maka insyaAllah segala kesulitan, rintangan akan secepatnya tertuntaskan alasannya kita selalu mengenang kepada Sang Pencipta. Walaupun bahwasanya tidak pada saat menghadapi kesulitan saja meminta derma, namun setiap waktu menginggat kita mesti ingat kepada Allah SWT, sehingga segala pekerjaan untuk dijalankan selalu diberi Ridho oleh-Nya, biar diberi akomodasi meskipun segala kendala pasti ada, tapi jikalau dari permulaan sudah diniatkan untuk kepentingan baik dan untuk orang banyak, pasti senantiasa dibimbing oleh-Nya.
I.Karir Ibnu Sina sebagai Ilmuan
Mengawali karirnya pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya, adalah menolong tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. ibnu sina misalnya diminta menyusun kumpulan aliran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk ini ibnu sina menyusun buku al-Majmu’. Setelah itu ibnu sina menulis buku al-Hashil wa al-Mashul dan al-Birr wa al-Ism atas seruan Abu Bakar al-Barqy al-Hawarizmy[23].
Setelah usia ibnu sina atau memasuki dua puluh dua tahun, ayahnya meninggal dunia, lalu terjadi kemelut politik di badan pemerintahan Nuh bin Mansur. Kedua orang putera kerajaan, adalah Mansur, Abd Malik saling berebut kekuasaan, lalu dimenangkan oleh Abdul Malik. Selanjutnya dalam pemerintahan yang belum stabil ketika itu terjadi serbuam dikerjakan oleh kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh kawasan kerajaan Samani berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut[24].
Dalam keadaan situasi politik yang bagitu geger, Ibnu Sina menetapkan untuk meninggalkan daerah asalnya. ibnu sina pergi ke Karkang ibukota al-Khawarizm, di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat penghormatan juga perlakuan baik. Di kota ini pula Ibnu Sina banyak berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan seperti, Abu al-Khir al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani, Abu Rayhan al-Biruni serta Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu ibnu sina melanjutkan perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin berikutnya ke Jurjan. Setelah kota yang disinggahi ibnu sina terakhir ini juga kurang aman, ibnu sina memutuskan pindah ke Rayi, bekerja pada As-Sayyidah dan putranya Madjid al-Daulah, waktu itu terserang penyakit, dan membantu menyembuhkannya. Sejarah serta perjalanan hidupnya dari sisi keilmuannya dapat dibahagi kepada dua fasa. pertama yaitu fasa pembentukan (al-tahsil) dan fasa produktif (al-intaj al-ilmi).
Fase pertama yakni fase berguru ibnu sina mengawali dari usia lima tahun sehingga sepuluh tahun dalam mempelajari ilmu juga dasar Alquran serta ilmu-ilmu agama. Ibnu Sina mengalami masa yang lebih didominasi oleh kala belajarnya, ibnu sina lebih banyak melakukan peresapan; di mana aktivitas Ibnu Sina lebih banyak kepada reseptif dan retentif. Fase keduanya, adalah fase produktif, semasa ibnu sina berumur dua puluh satu tahun.Waktu ini ibnu sina mulai melaksanakan kegiatan bersifat produktif. Ibnu Sina melaksanakan kegiatan lebih produktif yaitu menghasilkan karya-karya secara produktif dan sintesis. ibnu sina mulai mengarang kitab-kitab wacana metafisika, logika, kedoktoran, psikologi, fisika.
F. Karya–karya utama Ibnu Sina
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga diketahui sebagai seorang ilmuwan yang sungguh produktif dalam menghasilkan aneka macam karya buku. Buku-buku karangannya hampir mencakup seluruh cabang ilmu wawasan, diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, nalar, politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
Kitab Qanun fi al-Thib, ialah karya ibnu sina dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima kala. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam juga diajarkan hingga kini di Timur.
Kitab As-Syifa, merupakan karya ibnu sina dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan perihal uraian filsafat dengan segala aspeknya
Kitab An-Najah, ialah kitab tentang ringkasan dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu nasihat, selain itu buku ini juga secara lengkap membahas wacana aliran Ibnu Sina perihal ilmu Jiwa.
Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, ialah karya Ibnu Sina dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab juga masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama kali dikerjakan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat sampai kini.
Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian ihwal logika dan pesan yang tersirat[15].
Selain kitab-kitab tersebut masih banyak karya ibnu sina berjumlah cukup besar, namun untuk mengenali berapa jumlah buku karya-karya ibnu sina/ tersebut secara niscaya sangatlah susah, mengingat perbedaan perihal sedikit banyaknya data yang dipakai. Namun untuk menjawab hal ini, setidaknya ada dua pertimbangan . Pertama, dari penyelidikan yang dilaksanakan oleh Father dari Domician di Kairo kepada karya-karya Ibnu Sina, dia mencatat sebanyak 276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah. Kedua, Phillip K.Hitti dengan memakai daftar dan dibuat al-Qifti menyampaikan bahwa karya-karya tulis Ibnu Sina sekitar 99 (sembilan puluh sembilan) buah[16].
Pengaruh anutan filsafat Ibnu Sina seperti karya ajaran juga telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam namun juga merambah ke Eropa. Kontribusi Ibnu Sina terhadap pedoman serta ilmu wawasan amatlah besar dan diakui kuat signifikan kepada para ilmuwan, pemikir, filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu Sina menemukan julukan “Father of Doctors” (Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad[17] menyebutkan bahwa dokter kawakan Ibnu Sina pernah dijuluki sebagai Medicorum Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain juga diberikan kepada Ibnu Sina, seperti, “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ibnu sina dianggap selaku zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan derma yang lain dari seluruh dunia, seperti mereka hanya menciptakan inovasi kecil, sementara itu pengusutan orisinal berkurang beberapa era sesudah abad Ibnu Sina. Sarton juga menguraikan pengaruh Ibnu Sina sangat besar terhadap ruang lingkup juga kemajuan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) Ibnu Sina merupakan acuan dasar utama ilmu medis di Eropa dalam era waktu yang lebih panjang dari buku-buku lainnya yang pernah ditulis.[18]
Sepertinya kontribusi paling penting Ibnu Sina diwariskan untuk dunia kedokteran yakni dalam ilmu medisnya, yakni Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr[19] menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu adalah karya paling banyak dibaca, hal ini besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan Eropa. Karya besar ini merupakan satu dari buku yang paling kerap dicetak di Eropa pada periode Renaisans dalam terjemahan Latin-nya oleh Gerard dari Cremona. Buku teks persyaratan ini terdiri dari lima bab pokok: prinsip-prinsip umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit setempat bertendensi menjalar ke seluruh tubuh, seumpama demam,juga obat-obatan beragam. Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun Ibnu Sina semenjak zaman dinasti Han di Cina sudah menjadi buku patokan karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya Ibnu Sina telah diterjemahkan dalam bahasa Latin juga Hebrew, yang merupakan bahasa-bahasa pengantar ilmu wawasan periode itu.[20]
Di bidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak juga genius asli, bukan cuma dunia Islam menyanjung (ibnu sina) selaku satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, juga bukan pinjaman, sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan nbsp; filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu Sina memperoleh julukan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tidak mampu memberi dampak di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, kendatipun ada, sangat sukar sekali didapatnya serta sangat susah dipahami lalu diminati orang alasannya adalah pertempuran - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, hingga saatnya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd juga pujangga Timur lain menerangkan kembali falsafah Aristoteles dibarengi dengan penerangan dan informasi yang luas.[21]
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ditulisnya dalam bentuk syair, mampu ditemukan lewat buku-buku karya ibnu sina untuk ilmu logika dengan syair. banyak buku-buku ibnu sina sudah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang–orang Eropa diabad tengah, mulai memanfaatkan buku - buku itu sebagai textbook, di banyak sekali universitas. Oleh alasannya itu nama Ibnu Sina dalam kala pertengahan di Eropa sangat besar lengan berkuasa.[22]
Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja sebab kepadatan ilmunya, akan namun sebab bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terperinci. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, sudah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa begitu besarnya efek dari sosok Ibnu Sina mengenai fatwa yang ia tuangkan kepada kita. Ide-wangsit cemerlang dari ibnu sina memperlihatkan efek signifikan dalam ilmu wawasan, untuk itulah mari kita memperbanyak syukur sebab kita dapat mengenali ilmu-ilmu dari karya-karya Ibnu Sina.
lihat footnote makalah ibnu sina di sini...wajib heeeeeee
DAFTA PUSTAKA
- Athif al- `Iraqy, Muhammad, al-Falsafat al-Islamiyyat, (Kairo: Dar al-Ma`bakir, 1978).
- Arsyad, Natsir, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah (Bandung: Mizan, 1989).
- Haque, M. Atiqul, Wajah Peradaban: Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam, Terj. Budi Rahmat et.al, (Bandung: Zaman, 1998).
- Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2002), Cet. VI.
- Hoesin, Oemar Amin, Filsafat Islam , (Jakarta : Bulan Bintang, 1975).
- Madjid , Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta:Paramadina, 1997).
- Munawir, Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari periode ke kurun , (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1985).
- Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1996).
- Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000).
- Nasr, Seyyed Hossein, Science and Civilization in Islam (Cambridge, 1968).
- o’Leary, De Lacy, Al-Fikr al-‘Arabi wa Makanuhu fi al-Tarikh, (Mesir : al- Muassasah al-‘Ammah,1401 H).
- Rahman, fazlur, ’s Psychology, (London : Oxford University Press, 1959)
- Riswanto, Arif Munandar, Buku Pintar Islam, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010)
- Sarton, George , A History of Science (New York: Harvard University Press,1952)
- Ushaibah, Ibn,Uyun al-Anba, Juz II, (Mesir : Al-Mathba’ah al-Wahabiyyah, 1299 H)
- Zaenal Abidin, Ahmad, Ibnu Siena (Avecenna) Sarjana dan Filosuf Dunia, (Bulan Bintang, 1949)
- Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof of Filsafatnya, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009).
EmoticonEmoticon