Jumat, 02 Oktober 2020

Makalah Pengertian Fitrah

Pendahuluan

Substansi fatwa Islam pada intinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pada tataran aktualisasinya, martabat dan kemuliaan manusia akan terwujud manakala manusia tersebut mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, karena memang beliau berasal dari Tuhan dan akan kembali terhadap Tuhan. Islam merupakan agama fitrah yang mengusung kemaslahatan bagi umat manusia.

Al Quran yang ialah sumber utama dalam Islam tak jarang berbicara mengenai fitrah, yang secara normative sarat dengan nilai-nilai transendental-ilahiyah dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian pada fitrah insan dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun ruhaniah selaku kesempatanyang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya lewat proses humanisering sehingga keberadaan insan semakin mempunyai arti. Di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebbut dikerjakan selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik tauhid rububiyah maupun tauhid uluhiyah.

Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah ialah kecenderungan alamiah bawaan semenjak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia semenjak awal kelahirannya sudah memiliki agama bawaan secara alamiah ialah agama tauhid. Islam selaku agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia namun juga dengan, bahkan menunjang perkembangan dan pertumbuhan fitrahnya. Hal ini menimbulkan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang tepat.

makalah mini ini akan membahas sekelumit diskursus ihwal fitrah dalam al Qur’an, baik menyangkut keterkaitannya dengan pendidikan Islam maupun signifikasinya. Semoga pembahasan singkat ini menyebabkan kita lebih berilmu dalam menapaki perjalanan hidup ini.

B. Pengertian Fitrah
Secara lughatan (etimologi) berasal dari kosa kata bahasa Arab ialah fa-tha-ra yang bermakna “peristiwa”, oleh sebab kata fitrah itu berasal dari kata kerja yang berarti menjadikan. Pada pemahaman lain interpretasi fitrah secara etimologis berasal dari kata fathara yang sebanding dengan kata khalaqa dan anyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansy’a digunakan dalam Al-Qur’an untuk memperlihatkan pemahaman mencipta, mengakibatkan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan acuan dasar yang perlu penyempurnaan. Dalam Kamus al Munjid diterangkan bahwa makna harfiah dari fitrah adalah al Ibtida’u wa al ikhtira’u, yaitu al shifat allati yattashifu biha kullu maujudin fi awwali zamani khalqihi. Makna lain adalah shifatu al insani al thabi’iyah. Lain daripada itu ada yang bermakna al dinu wa al sunnah.

Abu a’la al-Maududi mengatakan bahwa manusia dilahirkan di bumi ini oleh ibunya sebagai muslim (berserah diri) yang berbeda-beda ketaatannya terhadap Tuhan, namun di lain pihak insan bebas untuk menjadi muslim atau non muslim. Sehingga ada hubungannya dalam aspek terminologi fitrah selain mempunyai potensi manusia beragama tauhid, manusia secara fitrah juga bebas untuk mengikuti atau tidaknya beliau pada aturan-aturan lingkungan dalam mengaktualisasikan peluangtauhid (ketaatan pada Tuhan) itu, tergantung seberapa tinggi tingkat imbas lingkungan konkret serta negatif yang mempengaruh diri insan secara fitrah-nya.

Sehingga uraian Al-Maududi mengenai peletakan pengertian desain fitrah secara sederhana adalah memberikan terhadap kalangan pembaca bahwa walaupun insan sudah diberi kesanggupan berpotensi untuk berpikir, berkehendak bebas dan menentukan, tetapi pada hakikatnya ia dilahirkan sebagai muslim, dalam arti bahwa segala gerak dan lakunya cenderung berserah diri terhadap Khaliknya.

Mengenai fitrah kalangan fuqoha telah memutuskan hak fitrah insan, sebagaimana dirumuskan oleh mereka, yaitu mencakup lima ha: 1). Din (agama), 2) jiwa, 3). Akal, 4). Harga diri, dan 5). Cinta

Menurut Armai, jikalau interpretasi lebih luas rancangan fitrah dimaksud bisa berarti beragam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefenisikan oleh banyak pakar d iatas, di antara arti-artinya yang dimaksud adalah : 1) Fitrah memiliki arti “ thuhr’ (suci), 2) fitrah mempunyai arti “Islam”, 3) fitrah memiliki arti “Tauhid” (mengakui keesaan Allah), 4) fitrah mempunyai arti “Ikhlash” (murni), 5) fitrah mempunyai arti kecenderungan manusia untuk mendapatkan dan berbuat kebenaran, 6) fitrah bermakna “al-Gharizah” (insting), 7) fitrah berarti peluangdasar untuk mengabdi kepada Allah, 8) fitrah mempunyai arti ketetapan atas insan, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Kata ini juga dipakaikan kepada anak yang gres dilahirkan karena belum terkotori dengan sesuatu sehingga anak tersebut sering disebut dalam keadaan fitrah (suci). Pengaruh dari pemahaman inilah maka semua kata fitrah sering diidentikkan dengan kesucian sehingga 'id al-fitri sering pula diartikan dengan kembali kepada kesucian demikian juga zakat al-fitrah. Pengertian ini tidak selamanya benar kata fitrah itu sendiri digunakan juga kepada penciptaan langit dan bumi dengan pemahaman keseimbangan sebagaimana yang tertera dalam al-Qur'an

Kata-kata yang umumnya dipakai dalam al-Qur’an untuk menawarkan bahwa Allah menyempurnakan acuan dasar ciptaan-Nya untuk melengkapi penciptaan itu yaitu kata ja’ala yang artinya “menyebabkan”, yang diletakan dalam satu ayat sehabis kata khalaqah dan ansy’a. Perwujudan dan penyempurnaan berikutnya diserahkan pada insan.

ياايها الناس انا خلقناكم من ذكر وانثي وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا ان اكرمكم عند الله اتقاكم ان الله عليم خبير

Artinya: Hai Manusia, bantu-membantu kami sudah membuat (khalaqna) kamu dari seorang pria dan seorang wanita serta menyebabkan (ja’alna) kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kau saling kenal mengenal.

قل هو الذي انشأكم وجعل لكم السمع والابصار والافئدة قليلا ما تشكرون

Artinya: Katakanlah; Dialah yang membuat kau (ansya’akum) dan menimbulkan (ja’ala) bagimu indera pendengaran, penghihatan dan hati (fuad), akan tetapi amat sedikit kamu bersyukur.

فاقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين
القيمولكن اكثر الناس لا يعلمون

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus terhadap agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan (fathara) manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada pergeseran pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, namun kebanyakan insan tidak mengenali.

Mengenai kata fitrah berdasarkan perumpamaan (terminologi) mampu dikenali dalam uraian arti yang luas, sebagai dasar pengertian itu tertera pada surah al-Rum ayat 30, maka dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa pada asal kejadian yang pertama-pertama diciptakan oleh Allah ialah agama (Islam) selaku pedoman atau teladan, di mana menurut pola inilah manusia diciptakan dalam keadaan terbaik. Oleh karena aneka ragam faktor negatif yang mempengaruhinya, maka posisi manusia mampu “bergeser” dari kondisi fitrah-nya, untuk itulah selalu diperlukan isyarat , perayaan dan tutorial dari Allah yang disampaikan-Nya melalui utusannya (Rasul-Nya).

Pengertian sederhana secara terminologi menurut pandangan Arifin; fitrah mengandung peluangpada kemampuan berpikir manusia di mana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya, dalam mengerti agama Allah secara hening di dunia ini.

Quraish Shihab mengungkapkan dalam Tafsir al Misbah-nya, bahwa fitrah ialah “membuat sesuatu pertama kali/tanpa ada pola sebelumnya”. Dengan mengikut sertakan persepsi Quraish Shihab tersebut bermakna fitrah sebagai komponen, metode dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya, inilah yang disebut oleh beliau dengan arti asal insiden, atau bawaan semenjak lahir.

Ungkapan senada perihal pengertian fitrah juga dilontarkan oleh Arifin yakni secara keseluruhan dalam pandangan Islam menyampaikan bahwa kesanggupan dasar/pembawaan itu disebut dengan fitrah. Ada yang mengemukakan bahwa fitrah ialah kenyakinan perihal ke-Esaan Allah swt, yang sudah ditanamkan Allah dalam diri setiap manusia. Maka manusia sejak lahirnya telah memiliki agama bawaan secara alamiah, yakni agama tauhid. Istilah fitrah mampu dipandang dalam dua segi. Dari sisi bahasa, maka makna fitrah yakni suatu kecenderungan bawaan alamiah insan. Dan dari segi agama kata fitrah memiliki arti kepercayaan agama, adalah bahwa manusia semenjak lahirnya telah memiliki fitrah beragama tauhid, yaitu mengesakan Tuhan.

Imam Nawawi mendefinisikan fitrah selaku kondisi yang belum niscaya (unconfirmed state) yang terjadi sampai seorang individu menyatakan secara sadar keimanannya. Sementara berdasarkan Abu Haitam fitrah memiliki arti bahwa insan yang dilahirkan dengan memiliki kebaikan atau ketidakbaikan (prosperous or unprosperous) yang berhubungan dengan jiwa.

Bila tidak berlebihan dalam memahami terminologi Abu Haitam dapat dipahami, pada awalnya setiap makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dibekal dengan fitrah (keseimbangan) yang bilamana keseimbangan ini mampu dijaga dengan baik maka yang bersangkutan akan selalu berada dalam kebaikan. Sebaliknya kalau keseimbangan ini sudah tidak mampu dipertahankan maka menyebabkan seseorang akan terjerumus kepada ketidakbaikan. Fitrah ialah kata yang senantiasa dipakai untuk memberikan kesucian sekalipun dalam bentuk abstrak keberadaannya selalu dikaitkan dengan masalah watak. Keabstrakan ini meskipun selalu dipakai dalam aspek-aspek tertentu namun pengertiannya nyaris sama yaitu keseimbangan.

C. Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan Islam dalam al Qur’an
Manusia dalam persepsi Islam yaitu khalifah Allah di muka bumi. Sebagai duta Tuhan, beliau memiliki karakteristik yang multidimensi, yakni pertama, diberi hak untuk mengatur alam ini sesuai kapasitasnya. Dalam mengemban peran ini, manusia dibekali wahyu dan kemampuan mempersepsi, kedua, ia menempati posisi terhormat di antara makhluk Tuhan lainnya. Anugerah ini diperoleh melalui kedudukan, mutu dan kekuatan yang diberikan Tuhan kepadanya, ketiga, dia mempunyai tugas khusus yang mesti dimainkan di planet ini, adalah menyebarkan dunia sesuai dasar dan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Tuhan.

Potensi nalar secara fitrah mendorong insan memahami simbol-simbol, hal-hal yang absurd, memeriksa, memperbandingkan maupun membuat kesimpulan dan kesudahannya memilih maupun memisahkan yang benar dan salah. Di samping itu menurut Jalaluddin, akal mampu mendorong insan berkreasi dan berinovasi dalam membuat kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, kondusif dan nyaman.

Sebelum terlalu jauh kita mengulas ihwal korelasi rancangan fitrah dan relevansinya dengan pendidikan Islam ada baiknya kita telusuri terlebih dahulu tujuan dari pendidikan Islam secara umum. Secara general tendensi dari pendidikan Islam itu sendiri yakni mengenali hakikat kemanusiaan berdasarkan Islam, adalah nilai-nilai ideal yang diyakini serta dapat mengangkat harkat dan martabat manusia. Sementara Achmadi menaruh keterangan tujuan pendidikan Islam dalam “tiga karakteristik” ialah tujuan tertinggi/akhir, tujuan lazim, tujuan khusus. Tujuan tertinggi yakni bersifat mutlak, tidak mengalami pergeseran alasannya sesuai dengan rancangan Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi/akhir ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya selaku ciptaan Allah. Salah satu prilaku itu identitas Islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iktikad dan taqwa terhadap Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang mesti ditaati. Tujuan selanjutnya adalah tujuan umum yang berbeda substansinya dengan tujuan pertama yang cenderung mengarah terhadap nilai filosofis. Tujuan ini lebih bersifat empirik dan realistic. Ahmad tafsir mengemukakan tujuan umum bersifat tetap, berlaku di sepanjang daerah, waktu, dan kondisi.

Tujuan umum berfungsi selaku arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur alasannya adalah menyangkut pergantian sikap, sikap dan kepribadian subjek didik, sehingga bisa menghadirkan dirinya selaku suatu eksklusif yang utuh. Itulah yang disebut realisasi diri (self realization). Sementara tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan tertinggi/simpulan dan tujuan biasa pendidikan Islam. Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan pergantian dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan keperluan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/simpulan dan biasa itu Pengkhususan tujuan pendidikan Islam tersebut menurut Achmadi didasarkan pada: kultur dan impian sebuah bengsa dimana pendidikan itu diselenggarakan, minat, talenta, dan kemampuan subjek didil; dan tuntunan suasana, kondisi pada kala waktu tertentu.

Konsep fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan Islam mengacu pada tujuan bersama dalam menghadirkan pergantian tingkah laris, sikap dan kepribadian setelah seseorang mengalami proses pendidikan. Menjadi dilema ialah bagaimana sifat dan tanda-tanda (indikator) orang yang beriman dan bertaqwa.

Maka konsep fitrah kepada pendidikan Islam dimaksudkan di sini, bahwa seluruh faktor dalam menunjang seseorang menjadi menusia secara manusiawi adanya penyesuaian akan aktualisasi fitrah-nya yang diperlukan, yaitu pertama, desain fitrah mempercayai bahwa secara alamiah insan itu nyata (fitrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual). Kedua, mengakui bahwa salah satu komponen paling penting manusia adalah qalbu. Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Di samping jasad, akal, manusia mempunyai qalbu. Dengan qalbu tersebut manusia mampu mengenali sesuatu (di luar nalar) berkecenderungan terhadap yang benar dan bukan yang salah (termasuk memiliki akal, ketekunan), dan memiliki kekuatan menghipnotis benda dan kejadian.

Menghubungkan keterangan ini secara ilmiah dengan adanya teori pendidikan Islam maka secara disiplin ilmu ialah konsep pendidikan yang mengandung banyak sekali teori yang dapat dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang bersumber dari al Qur’an maupun hadis baik dari segi sistem, proses, dan produk yang diperlukan mampu membudayakan umat manusia semoga bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. inilah yang disebut secara implikasi desain fitrah kecenderungan akseptor latih pada yang benar dalam memiliki secara pendekatan ilmiah kekuatan menghipnotis benda dan insiden.

Sedang pendidikan kalau diberikan pemahaman dari al-Qur’an maka golongan pemikir pendidikan Islam menaruh pada tiga karakteristik di antaranya rabb, ta’lim, , ta’dib dimaksud dalam al-Qur’an. Dari ketiga kata tersebut, Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqy dalam bukunya al-Mu’jam al Mufahras li Alfadz al-Qur’an al-Karim telah mengumumkan bahwa di dalam al-Qur’an kata Tarbiyah dengan banyak sekali kata yang serumpun dengan diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut berakar pada kata rabb. Kata ini sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata dari al-Raghib al-Ashfahany, pada awalnya memiliki arti al-Tarbiyah ialah insy’ al-syaihalan fa halun ila hadd al-tamam yang artinya mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi tahap hingga pada batas yang sempurna.

D. Signifikansi Fitrah Dalam Pendidikan Islam
Konsep fitrah pada dasarnya mempercayai bahwa arah pergerakan hidup insan (akseptor bimbing) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu taqwa dan fujur. Peserta latih pada dasarnya diciptakan dalam kondisi mempunyai potensi faktual dan dia dapat bergerak ke arah taqwa. Bila manusia berjalan lurus antara fitrah dan Allah, maka ia akan menjadi taqwa (sehat, selamat). Bila tidak selaras antara fitrah dan Allah, maka dia akan berjalan ke opsi yang sesat (fujur). Secara fitrah insan diciptakan dengan penuh cinta, mempunyai cinta, tetapi ia mampu berkembang ke arah aksi. Akan namun implikasi dimaksud dalam observasi ini menerima bentuk konsep fitrah sesuai realita yang ada, bahwa nilai-nilai aktualisasi fungsi desain fitrah sejalan dengan tujuan pendidikan, baik secara epistemologi pendidikan, mewujudkan akseptor didik yang mempunyai kesempatankepribadian muslim yang berorientasi pada aktualisasi rancangan fitrah manusia.

Jakfar Siddik mengungkapkan bahwa yang menjadi inti kemanusiaan itu adalah fitrah (agama) itu sendiri. Fitrah-lah yang menciptakan manusia (peserta latih) memiliki keluhuran jiwa secara alamiah berhasrat suci dan berpihak pada kebaikan dan kebenaran Allah swt. Menurut penulis membuat sebuah tatanan proses pertumbuhan penerima asuh kepada lingkungan pendidikan selaku lahan membuatkan peluangkesucian peserta latih (rancangan fitrah) dapat tercukupi maka keperluan kepribadian akseptor latih akan lebih tepat.

Potensi kelompok akseptor latih sebagai anak manusia pengemban amanat Allah swt dan juga sebagai khalifah di muka bumi ini, dia dilahirkan adanya nilai bertauhid Menurut Nurcholis Madjid ialah suatu kejadian dengan adanya kontrakmahkluk (manusia) dengan Tuhan Allah swt, maka dapat dibilang bahwa manusia (peserta ajar) tersebut terikat dengan perjanjian itu (pemaknaan bersifat religius). Demikian juga halnya dengan agama pun bergotong-royong memang yaitu perjanjian, yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan mitsaq atau ‘ahdun, kontrakdengan Allah swt. Seluruh hidup ialah realisasi atau pelaksanaan untuk menyanggupi perjanjian insan dengan Allah. Intinya yakni ibadah, artinya memperhambakan diri terhadap Allah. Karena Allah swt sendiri sudah diakui sebagai Rabb. Maka implikasinya, akhir dari beribadah terhadap Allah itu adalah, bahwa manusia yakni kelompok akseptor latih yang haus akan keperluan pengembanagan kepribadian nilai fitrah-nya diharuskan menempuh jalan hidup yang benar.

Menurut al-Attas, yang dikutip oleh Baharuddin, fitrah ialah ketundukan insan sebelum kehadirannya di bumi yang dijelaskan dalam surah al-A’raf/ 7: 172 memperlihatkan utangnya kepada Allah, begitu juga kerugiannya yang total, sehinga ia mungkin bisa membayarnya dan kembali terhadap Allah dengan menyerahkan diri untuk mengabdi terhadap-Nya. Kewajiban ini dirasakan oleh umat manusia sebagai sebuah kecenderungan wajar dan alamiah, fitrah yang oleh al-Attas disepadankan dengan al-din, merujuk terhadap surat al-Rum/30: 30-32 fitrah adalah sifat dasar ketundukan pada insan dan al-din yakni bentuk ketundukan bagi manusia. Ketundukan sadar dan hasratbebas memantapkan harmonisasi dan kosmos, sementara penolakan tunduk menimbulkan ketimpangan dan kekacauan.

Hakikinya, desain fitrah kalau diaktualisasikannya dalam pendidikan, tidak sekedar "tranfern of knowlegde" atau pun "tranfers of training". namun jauh dari itu merupakan sebuah sistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan; suatu sistem yang terkait langsung dengan Tuhan, dan inilah yang merupakan kesempatantauhid bahagian desain fitrah insan. Tegasnya kebermaknaan konsep fitrah dalam hubungannya dengan daerah pendidikan yakni melahirkan suatu aktivitas yang mengarah dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai dengan atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Konsep fitrah yang merupakan potensi dasar manusia dapat teraktualisasikan jika kondisi lingkungan serta proses pendidikan mampu membentuk nilai-nilai kepribadian tersebut. Secara global potensi-peluangtersebut mengarahkan bentuk induvidualis dan sosialis yang beragama, atau dengan kata lain kesempatanfitrah termanifestasikan pada diri seseorang yakni nilai-nilai obyektifitas trasendensi moral humanisme, terlebih lagi pada masalah pengembangan keperibadian untuk menuju kepribadian muslim yang kaffah di mana hal itu ialah bagian dari proses internalisasi nilai-nilai fitrah kepada pendidikan yang berasaskan Islam.

Individu dalam pandangan desain fitrah ialah Islam memandang bahwa manusia mempunyai daya untuk meningkat dan siap pula untuk dikembangkan. Akan namun tidak berati individu tersebut dapat diperlakukan sebagai insan pasif, melainkan memiliki kemampuan dan keaktifan yang bisa menciptakan dilihat dan evaluasi, menerima, menolak atau menentukan alternatif-laternatif yang lebih sesuai dengan pilihannya sebagai perwujudan dari adanya hasratdan kemauan bebasnya.

Jadi signifikansi pendidikan Islam dalam kerangka desain fitrah mampu dideskripsikan selaku sebuah sistem yang membawa insan ke arah kebahagian dunia dan alam baka baik lewat ilmu maupun lewat ibadah, alasannya pada hakikatnya tujuan tamat dari pendidikan Islam itu sendiri adalah pencapaian kebahagian hidup di dunia dan kesejahteraan di alam baka. Maka selayaknya yang harus menjadi konsentrasi utama dalam rangka menanggapi hal ini ialah memperhatikan nilai-nilai Islam ihwal insan; hakekat dan sifatnya, misi dan tujuan hidup di dunia dan akhirat nanti, hak dan keharusan sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Sehingga secara fitrah, sesudah seseorang mengenali perihal hakikat kehidupan, maka ia tidak saja dapat menawarkan ilham terhadap insan lain, akan namun juga mampu mentransfer nilai-nilai luhur yang dia kembangkan sampai menjadi insan-insan baru, yaitu manusia yang cinta hidup damai, aman dan sejahtera alasannya fitrah mansuai yang sesungguhnya ialah hidup dalam jalinan cinta sesama

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon