Kamis, 29 Oktober 2020

Makalah Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Dan Pondok Pesantren

A. Keberadaan Manajemen Lembaga dan Manajemen Pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren
Madrasah memiliki sejarah panjang sebagai lembaga pendidikan di dunia Islam terutama Indonesia[1]. Dengan adanya peraturan pemerintah kepada system pendidikan nasional, maka lembaga pendidikan Islam dituntut untuk menjalankan fungsinya semoga mampu melaksanakan dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. System pendidikan nasional diproyeksikan untuk membuatkan kemampuan serta memajukan mutu kehidupan dan martabat insan Indonesia. Khususnya dalam membuatkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa, maka pendidikan Islam dan pendidikan keagamaan memiliki bantuan penting dalam system pendidikan nasional.

Sejak Indonesia merdeka, sudah terjadi proses pertumbuhan madrasah kepada 3 (tiga) fase, fase pertama, madrasah pada masa peretama ini ialah dibatasi dengan pemahaman yang tertulis pada peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1946 da peraturan Menteri Nomor 7 (tujuh) tahun 1950 yaitu madrasah mengandung makna : (a) kawasan pendidikan yang dikelola selaku sekolah dan menciptakan pendidikan dan ilmu wawasan agama Islam menajdi pokok pengajaran (b) pondok pesantren yang mebrikan pendidikan setingkat dengan madrasah[2].

Berkaitan dengan kesamaan status, pada saat ini kebijakan baru pemerintah menetapkan eksistensi madrasah dipandang selaku sekolah umum yang bercirikan agama Islam dengan tanggungjawab mencakup; (1) sebagai forum pencerdasan kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya penduduk muslim Indonesia (2) selaku forum pelestarian budaya keislaman bagi masyarakat Indonesia (3) forum aktivis bagi peningkatan mutu masyarakat Indonesia, khususnya penduduk muslim Indonesia.

Kehadiran Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga pendidian Islam setidaknya memiliki empat latar belakang, ialah (1) sebagai manivestasi dan realisasi pembaharauan system pendidikan Islam (2) perjuangan penyempurnaan terhadap system pesantren kearah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh potensi yang sama dengan sekolah lazim, misalnya dilema potensi kerja dan mendapatkan izajah; (3) adanya sikap mental pada sementara kalangan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat selaku system pendidikan mereka dan; (4) senagai upaya memjembatani antara sisitem pendidikan tradisional yang dikerjakan oleh pesantren dan system pendidikan moderent dari hasil akulturasi.[3]

Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga pendidikan lazim perlu dikembangkan peran dan fungsinya supaya pembinaan penerima latih dapat berjalan maksimal, pasti dengan manajemen dan kepemimpinan madrasah yang bagus. Dimana untuk memanajemen lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah mencakup perberdayaan personil madrasah, perbaikan kurikulum, training pribadi, kemampuan dan disiplin siswa, serta mengembangkan sarana dan prasarana yang diupayakan serta serta optimalisasi melalui upaya membangun hubungan baik dengan masyarakat akan terwujud manakala pemimpin madrasah berorientasi pada kenaikan kualitas.

Begitu dengan eksistensi Pesantren ialah lembaga pendidikan Islam tertua. Pesantren di fungsikan selaku suatu forum yang dipergunakan untuk penyebaran agama dan kawasan mempelajari pendidikan agama Islam. Pesantren juga bergerak di bidang usaha pembinaan tenaga-tenaga bagi pengembangan agama. Kemampuan pondok pesantren bukan hanya training langsung muslim, melainkan dalam perjuangan mengadakan pergeseran sosial dan kesanggupan. Pengaruh pondok pesantren tidak saja terlihat pada kehidupan ssantri dan alumni, melainkan juga mencakup kehidupan masyarakat sekitarnya. Pesantren juga menjadi bab integral system pendidikan, berarti ialah pendidikan keagamaan Islam yang juga diatur dalam system pendidikan nasional.

Lembaga pendidikan Pondok Pesantren adalah salah satu dari sekian sistem pendidikan yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai metode pendididkan paling bau tanah di Indonesia yang sudah diakui kualitasnya dilihat dari segi kemampuannya dalam mencetak kader-kader bangsa yang handal danmumpuni, baik dalam bidang agama sebagaimana umumnyaataupun dalam pertunjukan kepemimpinan nasional[4]. Menilik asal mula keberadaan Pesantren di Indonesia, sebagian kalangan ahli mengasumsikan bahwa pesantren ialah acuan pendidikan Islam yang di adopsi dari acuan pendidikan zaman sebelum kedatangan Islam yang di kenal dengan istilah cantrik, dimana acuan pendidikan ini sudah diislamkan oleh para dai' Islam di permulaan kedatangannya.

Menurut persepsi penulis asumsi tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Hal tersebut kalau kita telusuri lewat komparasi kedua metode tersebut (metode pendidikan Islam dan metode pendidikan zaman pra Islam) dimana bahan pengajaran dalam cantrik lebih mengedepankan pada training fisik yang dalam perumpamaan kunanya lazimdisebut ilmu kanuragan. Sedangkan bahan yang diajarkan dalam pesantren kebanyakan lebih bersifat ilmu wawasan keagamaan. realita tersebut memberi citra yang terperinci bahwa ada titik perbedaan yang jauh antara acuan pendidikan cantrik dan teladan pendididkan pesantren.[5]

B. Manajemen Lembaga dan Pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah dan Pesantren
Di Indonesia perumpamaan kuttab lebih diketahui dengan pesantren ialah forum suatu forum pendidikan Islam. Tujuan terbentuknya pondok pesantren ialah selaku fasilitas pelatihan anak ajar. Sebagaimana dalam pesantren memakai manajemen dan system yang berlainan dengan sekolah lazim lainnya, yang antaranya ialah :
memakai system tradisional dan memiliki keleluasaan penuh dibandingkan dengan sekolah modernt.[6]
kehidupan yang lebih demokrasi lewat acara ekstrakurikuler.
penanaman mental yang kuat seperti, kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, yakin diri, dan keberanian hidup

Sedangkan pendidikan di madrasah Tsanawiyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang betul-betul menyanggupi bagian-unsur institusi yang lebih sempurna disbanding dengan pendidikan di pesantren. Dimana bagian-elemen tersebut yaitu:
  • utility (kegunaan dan fungsi) bisa menunjukkan kontribusi kepada penduduk
  • Aktor (pelaku) : berperan dalam melaksanakan fungsi forum
  • Organisasi : menghubungkan antara para pelaku (actor)
  • Share in Society (tersebar dalam masyarakat) : memberikan dan menanamkan nilai, wangsit dan sikap lebih banyak didominasi
  • Sanction (Sanksi): institusi berhak menawarkan eksekusi dan imbalan jika berbuat sesuatu yang melanggar dan melakukan acara
  • Ceremony (upacara, ritus, dan symbol): upacara yang dilaksanakan untuk pengikat status, mirip wisuda
  • Resistance to Change (menentang Perubahan): institusi ber-orientasi kepada status qou yang akan menimbulkan masalah gres.[7]
C. Peluang dan Tantangan Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren
Terdapat beberapa hal yang tengah dihadapi Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren dalam melakukan pengembangannya. Pertama, image Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren selaku suatu forum pendidikan kelas dua, tradisional, dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang melahirkan terorisme, telah mensugesti teladan pikir penduduk untuk meninggalkan dunia madrasah dan pesantren. Terlepas siapa yang memulai, hal tersebut ialah suatu tantangan yang harus dijawab sesegera mungkin oleh dunia madrasah dan pesantren akil balig cukup akal ini.

Kedua, sarana dan prasarana pendukung yang tampakmasih kurang memadai. Bukan saja dari sisi infrastruktur bangunan yang mesti segera di benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan (asrama) selaku tempat menetapnya siswa dan para santri . Selain itu, keperluan penataan dan pengadaan infrastruktur Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren telah berimplikasi kepada munculnya asumsi contohnya dalam bidang kesehatan.[8] Ketiga, sumber daya insan. Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan tidak mampu diragukan lagi, namun dalam rangka meningkatkan keberadaan dan peranan madrasah Tsanawiyah dan pesantren dalam bidang kehidupan sosial masyarakat, dibutuhkan perhatian yang serius. Penyediaan dan kenaikan sumber daya insan dalam bidang manajemen kelembagaan, serta bidang-bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial penduduk , senyatanya menjadi pertimbangan pesantren. Keempat, aksesibilitas dan networking. Peningkatan susukan dan networking ialah salah satu keperluan untuk pengembangan madrasah Tsanawiyah dan pesantren. Penguasaan susukan dan networking dunia pesantren masih tampaklemah, terutama sekali pesantren-pesantren yang berada di tempat pelosok dan kecil[9].

Kelima, manajemen kelembagaan. Manajemen ialah bagian penting dalam pengelolaan pesantren. Pada saat ini masih tampakbahwa madarasah Tsanawiyah dan pondok pesantren dikontrol semi-tradisional terlebih dalam penguasaan isu dan teknologi yang masih belum maksimal. Keenam, kemandirian ekonomi kelembagaan. Kebutuhan keuangan selalu menjadi kendala dalam melaksanakan aktivitas pesantren, baik yang berkaitan dengan keperluan pengembangan madarasah Tsanawiyah dan pondok pesantren maupun dalam proses kegiatan keseharian. Proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung jawab internal pesantren, juga mesti didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan kawasan. Meningkatkan dan berbagi peran serta pesantren dalam proses pembangunan ialah langkah strategis dalam membangun penduduk , kawasan, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam keadaan yang tengah mengalami krisis (degradasi) tabiat, pesantren selaku lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai susila harus menjadi pencetus sekaligus inspirator pembangkit susila bangsa, sehingga pembangunan tidak terlihat hampa melainkan lebih bernilai dan memiliki arti.

Di bawah ini akan diterangkan beberapa bentuk-bentuk tranformasi sosial-budaya yang dapat membahayakan lembaga pendidikan pada Madrasah dan Pesantren, ialah :

Evolusi sosial. Perkembangan gradual, adalah pertumbuhan wajar sebab adanya kerjasama yang serasi antara insan dan lingkungan hidupnya. Perubahan ini dibedakan atas (a) evolusi kosmis, pergantian alami yang berkembang berkembang, mundur kemudian pudar; (b) evolusi organis, perubahan untuk mempertahankan diri dari kebutuhannya dalam lingkungan yang meningkat dan (c) evolusi mental yakni sesuatu pergeseran yang menyangkut pergantian pandangan dan sikap hidup Gerakan sosial. Suatu keinginan akan pergantian yang diorganisasikan alasannya adalah dorongan penduduk ingin hidup dalam kehidupan yang lebih baik dan lebih cocok dengan keinginannya. Revolusi sosial, sebuah pergeseran paksaan umumnya didahului oleh kekecewaan yang menumpuk tampa tampa pemecahan dan analisis, sehingga jurang antara cita-cita dan pemenuhan kebutuhan menjadi makin lebar dan tidak terjembatani.[10]

Daftar Pustaka
  • Abdurrahman Mas'Us., Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi. Peng.Mark R. Woodward & Lik Arifin Noor(yogyakarta:LKiS, 2004
  • Syafaruddin,Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.(Jakarta:Ciputat Press,2005
  • Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam :Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia(Jakarta:Kencana, 2004
  • Abdul Mujib.& Jusuf Mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:kencana,2006
  • Harjanto, Perencanaan Pengajaran(Jakarta:Rineka Cipta,2005
  • Sagala .Syaiful,manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan:Membuka rungan kreativitas, penemuan dan perdayaan potensi sekolah dalam system otonomi sekolah.Bandung:ALPABETA, 2006
  • Piet A. Siahaan& Frans Mataheru, Prinsif & Tekhnik Supervisi Pendidikan(Surabaya:Usaha Nasional,1981
  • Muhammad Tholhah hasan,Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman,(Jakarta:Bangun Prakarya, 1986
  • www. Google.com. Contributed by nusyria Friday, 11 May 2007
  • _____ Google.com. Tuesday, December 6th, 2005
Lihat FootNote Makalah Pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Pondok pesantren

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon