BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
Untuk menganggap pasar modal syariah, berdasarkan penulis yaitu sangat penting bagi kita menelaah institusi (tubuh usaha) yang bernama perseroan terbatas (PT) sebab perseroan terbataslah yang mempublikasikan saham dan sebagai emiten mencatatkannya di bursa efek untuk diperdagangkan, juga saham merupakan instrumen yang paling utama diperdagangkan dalam pasar modal.
Meskipun dalam rancangan pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi tolok ukur syariah dan terbebas dari komponen riba, serta transaksi saham dijalankan dengan menghindarkan banyak sekali praktik spekulasi, hal itu tetap tidak membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional secara menyeluruh.
Bagaimana acara bisnis dilaksanakan dan bagaimana bentuk perseroan adalah dua dilema yang berlainan. Penulis sepakat bahwa sebuah badan perjuangan harus bergerak pada sektor-sektor dan prosedur transaksi yang dibolehkan syariat Islam. Hanya saja penulis tidak sepakat dengan bentuk badan usaha berbentukperseroan terbatas, terlebih problem ini tidak disentuh dalam perkembangan perihal pasar modal syariah karena memang instrumen utama yang diperdagangkan di pasar modal syariah ialah saham sedangkan penerbitan saham itu sendiri merupakan metode manajemen suatu perseroan terbatas untuk mendapatkan pendanaan atas kegiatan bisnisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
A. Syarat Perseroan (Syirkah) dalam Islam
Perseroan (syirkah) dari sisi bahasa mempunyai makna penggabungan dua bab atau lebih sehingga tidak mampu dibedakan lagi satu bagian dengan bab lainnya. Sedangkan berdasarkan syara’, an-Nabhani mengungkapkan bahwa perseroan adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melaksanakan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.
Transaksi perseroan tersebut mewajibkan adanya ijab dan qabul sebagaimana yang dilakukan dalam transaksi lainnya di mana salah satu di antara mereka mengajak yang lain untuk menyelenggarakan kerjasama dalam sebuah duduk perkara, sehingga komitmen tersebut belum cukup hanya dengan komitmen untuk melaksanakan perseroan saja atau menawarkan modal untuk perseroan saja, tetapi harus mengandung makna berafiliasi dalam suatu permasalahan.
Adapun perihal syarat sah dan tidaknya transaksi perseroan sangat tergantung pada sesuatu yang ditransaksikan, adalah mesti sesuatu hal yang mampu dikelola. Sesuatu yang bisa diatur ini haruslah sesuatu yang mampu diwakilkan sehingga mengikat semua pihak yang melakukan perseroan. Dalam Islam perseroan yang dibolehkan mampu diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu perseroan inan, abdan, mudharabah, wujuh, dan mufawadhah.[1]
B.Tanggung Jawab Tterbatas dalam Perseroan Terbatas
Sementara itu kebatilan perseroan terbatas dalam ekonomi konvensional terletak pada tanggung jawab terbatas. Jika perusahaan rugi atau gulung tikar para kreditur dan pemilik hak lainnya tidak mampu menuntut para persero perusahaan sedikitpun, berapapun kewajiban perusahaan kepada mereka. Mereka hanya mampu menuntut atas haknya sebatas aset perusahaan yang tersisa. Dengan demikian sistem perseroan ini merupakan suatu derma sistematis bagi para pemilik modal dan pengurus perusahaan.[2]
Sistem perseroan dengan tanggung jawab terbatas berlawanan dengan aturan syara’ yang menuntut ditunaikannya seluruh kewajiban mereka kepada pihak lain di dunia ini, sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah: “Siapa saja yang mengambil harta orang dan berniat untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta orang dan berencana merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu.”
Juga dalam hadits yang lain dibilang “Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan terhadap para pemiliknya pada hari kiamat nanti, sampai seekor domba betina tak bertanduk akan menerima peluang membalas sebab pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah).
“Perbuatan orang kaya menangguhkan -nunda pembayaran utangnya ialah sebuah kezhaliman.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah).
“…sebaik-baik orang di antara kalian, yakni yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).” (HR. Imam Bukhari).
C. Perseroan Terbatas Tidak Memenuhi Syarat Perseroan dalam Islam
Kebatilan perseroan terbatas lainnya yakni bahwa pihak-pihak yang berpartisipasi dalam perseroan terbatas meleburkan dirinya dengan jalan pembagian komposisi kepemilikan saham oleh para pendiri pada dikala perseroan terbatas tersebut pertama kali didirikan, kemudian pihak yang datang belakangan dengan jalan membeli saham yang dijual manajemen perseroan terbatas pada dikala IPO atau di pasar perdana, dan pihak yang berbelanja saham dari pihak lain di pasar sekunder.
Dengan demikian di dalam perseroan terbatas tidak terdapat dua pihak atau lebih yang melakukan akad serta ijab dan qabul tetapi yang ada berbentukpembelian saham oleh semua orang sebagai kehendak pribadinya yang bersifat sepihak. Artinya untuk menjadi rekanan/patner bagi seseorang dalam sebuah perseroan terbatas maka cukup baginya dengan membeli saham perseroan terbatas tersebut.[3]
Jelaslah kebatilan dalam perseroan terbatas tersebut karena tidak menyanggupi adanya janji serta ijab dan qabul yang disyaratkan dalam Islam. Mereka yang ikut serta dalam perseroan terbatas hanyalah rekanan dalam modal (syarikul mal) saja.[4]
D. Perdagangan Saham Bertentangan dengan Syara’
Karena perseroan terbatas ialah suatu bentuk perseroan yang batil, maka saham yang diterbitkan perseroan terbatas dengan tujuan memperbesar modal dan diperdagangkan dalam pasar modal menjadi batil pula. Adapun pembahasan pembelian saham di pasar modal syariah mesti dijalankan dengan tujuan berinvestasi bukan berspekulasi – artinya seseorang atau sebuah tubuh perjuangan yang berbelanja saham berniat melaksanakan investasi jangka panjang – di mana fokus laba yang ingin dia peroleh hanya dari pembagian deviden dan keikutsertaannya dalam perseroan terbatas dengan hak bunyi yang dimilikinya, maka itupun tidak menghilangkan kebatilan dalam pasar modal syariah.
Karena apa yang beliau kerjakan dengan berbelanja saham tersebut sehingga menurut aturan yang berlaku di negara yang bersangkutan dia mempunyai hak milik kepada suatu perseroan terbatas atau selaku bagian dari orang yang turut andil dalam perseroan terbatas, namun tidak memenuhi syarat sah seseorang yang bergabung dalam sebuah perseroan menurut aturan syara’. Apalagi dalam prakteknya jual beli saham di pasar modal syari’ah sekalipun sungguh susah untuk menghindarkan dari acara spekulasi, tujuannya sesuatu hal yang merepotkan untuk diraih jikalau semua transaksi dalam pasar modal syariah didasarkan pada investasi jangka panjang. Karena jual beli reguler yang secara umum dikuasai dalam pasar modal syariah bukan di pasar perdana namun di pasar sekunder. Di pasar sekunder inilah sangat terbuka bagi setiap pihak untuk ambil untung dengan melaksanakan transaksi jangka pendek dan di sinilah lazimnya terjadi spekulasi.
Seandainya seluruh perdagangan saham baik di pasar primer maupun di pasar sekunder dilakukan atas dasar investasi maka kecepatan transaksi dan nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan akan sungguh jauh berlainan dengan apa yang terjadi di pasar modal konvensional selama ini. Dengan asumsi ini maka dalam kacamata ekonomi kini pasar modal yang mirip itu tidak akan menarik perhatian banyak orang. Karena perdagangan saham terjadi dengan sangat lambat. Para penanam modal yang ingin masuk dalam sebuah perseroan harus menanti sebuah perseroan terbatas yang diminatinya menjual sahamnya di pasar perdana. Kemudian di pasar sekunder para penanam modal harus menunggu dengan lama pihak pemegang saham suatu perseroan terbatas melepaskan sahamnya di lantai bursa.
Permasalahan muncul lagi dari emiten yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal syariah. Meskipun pengelola pasar modal syariah telah membersihkan emiten mana saja yang berhak masuk dalam pasar modal syariah lewat seleksi ketat. Akan tetapi ada satu yang bolong dari proses seleksi tersebut, yaitu pembatasan sebuah emiten dihentikan terlibat transaksi dan utang piutang ribawi dalam batas-batas maksimal tertentu. Biasanya batas-batas aset yang mengandung riba yakni 30% dari total aset emiten. Muncul pertanyaan apakah terjamin aset suatu emiten yang mengandung unsur riba tidak lebih dari 30%.
Di sini permasalahannya bukan pada berapa persentasi komponen ribawi, sebab sedikit atau banyak yang namanya riba tetap haram. Dengan demikian saham yang diterbitkan dan diperdagangakan dari suatu emiten yang terlibat unsur ribawi menjadi haram. Sebab terjadi percampuran antara modal yang halal dengan modal yang haram, sehingga tidak bisa dipilah-pilah lagi mana modal murni dengan bunganya.[5] Saat ini di Indonesia dan di bagian dunia yang lain, sangat susah untuk memperoleh sebuah perseroan terbatas yang terbebas dari bagian-unsur ribawi.
BAB III
PENUTUP
Makalah Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
Dari paparan dan evaluasi di atas, mampu ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada patokan saham emiten yang harus menyanggupi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan indeks saham Islam ini dapat dijalankan oleh pasar modal syariah dan pasar modal konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
- Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji. 2001, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: PT Rineka Cipta.
- An-Nabhani, Taqyuddin. 2000, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti.
- Hizbut Tahrir. 1998, Sebab-alasannya adalah Kegoncangan Pasar Modal Menurut Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
- Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William P.. 1997, Makroekonomi Edisi Keempatbelas, Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Singh, Kavaljit. 1998, Memahami Globalisasi Keuangan: Panduan untuk Memperkuat Rakyat, Jakarta: YAKOMA-PGI.
____________________
[1]Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, (an-Nidlam al-Iqtishadi Fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. v, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hal. 153.
[2] Hizbut Tahrir, Sebab-Sebab Kegoncangan Pasar Modal, hal. 50
[3] Ibid, hal. 53-54
[4] Ibid, hal. 55-56
[5] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Altrenatif
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon