Penciptaan manusia dan alam semesta termasuk salah satu informasi sentral dalam bahasan pedoman keagamaan. Orientasi Penciptaan alam semesta tergolong kajian penting dalam bidang sains kealaman yang bersifat empiris eksperimental. Setidaknya ada tiga pertanyaan “besar” dalam mengkaji “Manusia dan Alam Semesta”
Pertanyaan tentang manusia:
1. Persepsi Tentang Manusia
Konsep manusia dalam Islam termaktub dalam alqur’an dan hadits. Manusia diciptakan Allah dari intisari tanah yang dijadikan nuthfah yang tersimpan dalam kawasan yang kokoh. Nufhfah dijadikan darah beku, darah beku jadi, mudghah dijadikan tulang, tulang dibalut dengan daging, sehingga menjadi makhluk lain. Dalam hadits Bukhari-Muslim mengartikulasikan bahwa ruh dihembuskan Allah SWT dalam janin sehabis mengalami pertumbuhan 40 hari nuthfah, 40 hari darah beku dan 40 hari mudghah.
2. Siapakah Manusia ?
Ada beberapa term untuk mengungkapkan kodrat manusia : al-Insan, an-naas, unas, al-ins. Kata Insan berasal dari akar kata uns artinya jinak, serasi dan nampak). Insan yang yang berasal dari kata nasiya, artinya lupa. Insan yang berasal dari kata nasa artinya berguncang.
Deskripsi Al-Alquran Tentang Manusia
a. Manusia ialah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari unsur materi dan immateri. Unsur bahan insan seperti air, tanah, debu, tanah liat, sari pati tanah, sari pati air yang hina, tanah hitam mirip tembikar. Dari banyak sekali perspektif ayat tersebut mampu dipahami bahwa komponen bahan yang menjadi asal insiden insan ialah dua komponen yakni tanah dan air.
b. Manusia yakni makhluk Allah yang berisikan dimensi bahan dan ruhani.
c. Manusia memiliki fitrah, yaitu adanya kecenderungan menuju jalan keimanan (tauhid).
d. Manusia dibekali dengan aneka macam kelebihan.
e. Manusia mempunyai kelemahan-kekurangan.
Eksistensi Manusia
Murtadha Mutahhari memformulasikan keberadaan insan selaku makhluk serba dimensi, diantaranya:
Tujuan fungsional antara manusia dan alam semesta yakni untuk membuat sinergi bagi kemaslahatan insan itu sendiri. Untuk itu, alam semesta diciptakan Allah bukan dengan coba-coba dan tanpa tujuan. Karena manusia ialah satu sub metode dengan alam semesta selaku satu tujuan dan orientasi. Oleh alasannya itu, satu-satunya tujuan penciptaan insan yakni untuk beribadah. Ibadah berasal dari bahasa Arab, al-‘ibadah (yang menundukkan atau merendahkan diri). Hakikat ‘ibadah, terkandung 2 makna : al-‘ubudiyyah Lillah di dalam jiwa. semua acara hidup manusia hanya berorientasi kepada Allah.
B. Hakikat Alam Semesta
Alam semesta ( universe, kosmos, al-kaun) ialah realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai sekarang gres sebagian kecil saja yang mampu diketahui dan diungkap oleh insan. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta. Imam Syafi’i pernah berkata: [ kullama zaadanii ‘ilman, zaadanii fahman bijahli] “ setiap kali bertambah ilmuku, tambah tahu aku akan kebodohanku”.
Faktor lain yang mendorong insan untuk selalu meneliti alam semesta sebab ada rasa ingin tahu (curiosity) sehingga diwujudkan dalam bentuk mengajukan pertanyaan dan berfikir.
1. Istilah Alam dalam Al-Quran
a. Istilah alam
Istilah alam yang kita pakai yaitu “alam semesta, jagat raya, universe (inggris), dalam bahasa arab disebut ‘alam. Istilah alam dalam al-qur’an datang dalam bentuk jamak [ ‘alamiina], disebut sebanyak 73 kali yang termaktub dalam 30 surat. Pemahaman kata ‘alamin, bentuk jamak al-quran tersebut mengandung banyak sekali interpretasi anutan bagi insan. Bagi kaum teolog, mendefenisikan alam selaku “segala sesuatu selain Allah”. Bagi filosof Islam, alam didefenisikan selaku “ kumpulan maddat(materi) dan shurat (bentuk) yang ada di bumi dan di langit. Sedangkan perspektif al-qur’an alam ialah “ kumpulan yang sejenis dari makhluk Tuhan yang arif atau memiliki sifat-sifat yang mendekati makhluk berilmu.
Pemikiran Muhammad Abduh wacana alam selaku berikut:
“Al-Alamin yakni jamak dari ‘alam yaitu jamak muzakkar yang berilmu. Yaitu setipa makhluk Tuhan yang berakal atau mendekati sifat-sifat pintar; mirip alam insan, binatang dan tumbuhan”.
Sepertinya, tolok ukur al-‘alamin yang dipaparkan Abduh tersebut mampu diterima , karena memang pendidikan dan pemeliharaan Tuhan mampu di logika pada ‘alam yang hidup, makan dan meningkat .
b. Tujuan memahami alam
Dalam al-qur’an terdapat klarifikasi perihal alam semesta dan berbagai fenomenanya secara eksplisit tidak kurang dari 750 ayat. Secara lazim ayat-ayat ini memerintahkan manusia untuk mengamati, mempelajari dan meneliti alam semesta. Dalam artian, al-quran bukanlah ensiklopedi kealaman. Salah satu maksudnya secara eksplisit ialah bagaimana insan menyadari bahwa di balik “tirai” alam ini ada zat yang maha besar ialah Allah SWT.
Bagi Muhammad Abduh, sebagaimana dituturkan dalam bukunya Risalah al-Tauhid, berikut ini:
“Cobalah amati berkembang-tanaman dan hewan yang lengkap kekuatan dan kesanggupannya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Amati pula alam yang tidak memiliki panca indera mirip berkembang-tumbuhan yang bisa menghirup kuliner yang sesuai baginya. Coba perhatikan bagaimana mungkin biji labu air yang ditanam di samping biji semangka pada kebun yang serupa, di sirami dengan air yang serupa. Akan tetapi bisa berbeda rasa adalah pahit dan anggun”.
c. Cara-cara mengetahui alam
Dalam al-quran dijelaskan cara-cara memahami alam. Salah satu cara mengetahui alam raya ini dapat dilaksanakan melalui indera pandangan, pendengaran, perasa, pencium dan peraba. Artinya, semua alat utama ini mampu menolong manusia untuk melaksanakan observasi dan eksperimen. Panca indera belumlah cukup atau satu-satunya jalan mengetahui alam, tetapi diperlukan lagi ialah penalaran atau nalar. Di samping alat indera dan akal insan, ada lagi cara lain yaitu melalui wahyu dan ilham.
Agaknya, diagnosa A.rahman Djay mampu dibenarkan saat beliau mengatakan bahwa : “Penyebab kemunduran umat Islam, sebab orang Islam tidak menempatkan takaran ilmu sesuai bidangnya, seperti fenomena alam tidak ditempatkan pada bidang kajian sains dan tekhnologi.”
2. Manusia dan alam : Suatu Tinjauan Historis
Kajian yang berhubungan dengan asal undangan insan dalam kaitannya dengan alam semesta merupakan hidangan “kopi pahit”. Pertanyaannya, kapan manusia pertama kali hadir di paras bumi ini? Makhluk apakah yang menjadi nenek moyangnya manusia dan bagaimana proses penurunan dan perubahannya?
Kelompok Darwinisme : mengambil kesimpulan serampangan dan mengaburkan fakta. Makhluk Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus yang berusia 12 juta tahun dianggap sebagai manusia tertua. Sebenarnya kedua sampel makhluk tersebut lebih tepat disebut kera daripada manusia. Walaupun demikian, manusia yang dikenal sebagai insan terbaru mirip kini ini dengan ciri anatomis utamanya sudah ada sekitar 35.000 hingga 40.000 tahun yang lalu yang diketahui dengan homo sapiens.
3. Manusia dan alam : Suatu Tinjauan fungsional
Dalam metode kosmos insan dan alam semesta ialah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam metode kesadaran maka alam semesta menjadi suatu objek yang sungguh penting dalam kehidupan insan. Tinjauan ilmiah perihal alam mendekatkan manusia terhadap tata laku penciptanya, dalam artian mampu mempertajam persepsi batin manusia untuk mendapatkan suatu penglihatan yang lebih dalam. Pengetahuan mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan memberinya pandangan total tak terhingga.
Perkembangan wawasan insan dalam merespons banyak sekali kesulitan yang terkait dengan penyesuian diri dengan alam pada kesannya membuahkan kreasi-kreasi yang mengungguliu sifat-sifat alam. Eksploitasi kepada alam menghancurkan keseimbangan hubungan yang sudah berlangsung milyaran tahun. Krisis global lingkungan mengganggi hubungan antara manusia dan alam saat ini.
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.comPertanyaan tentang manusia:
- Apa manusia itu ?
- Bagaimana insan itu?
- Kenapa insan itu bertindak demikian ?
- Apa alam semesta itu ?
- Bagaimana alam semesta itu ?
- Kenapa alam semesta itu demikian ?
1. Persepsi Tentang Manusia
Konsep manusia dalam Islam termaktub dalam alqur’an dan hadits. Manusia diciptakan Allah dari intisari tanah yang dijadikan nuthfah yang tersimpan dalam kawasan yang kokoh. Nufhfah dijadikan darah beku, darah beku jadi, mudghah dijadikan tulang, tulang dibalut dengan daging, sehingga menjadi makhluk lain. Dalam hadits Bukhari-Muslim mengartikulasikan bahwa ruh dihembuskan Allah SWT dalam janin sehabis mengalami pertumbuhan 40 hari nuthfah, 40 hari darah beku dan 40 hari mudghah.
2. Siapakah Manusia ?
Ada beberapa term untuk mengungkapkan kodrat manusia : al-Insan, an-naas, unas, al-ins. Kata Insan berasal dari akar kata uns artinya jinak, serasi dan nampak). Insan yang yang berasal dari kata nasiya, artinya lupa. Insan yang berasal dari kata nasa artinya berguncang.
Deskripsi Al-Alquran Tentang Manusia
a. Manusia ialah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari unsur materi dan immateri. Unsur bahan insan seperti air, tanah, debu, tanah liat, sari pati tanah, sari pati air yang hina, tanah hitam mirip tembikar. Dari banyak sekali perspektif ayat tersebut mampu dipahami bahwa komponen bahan yang menjadi asal insiden insan ialah dua komponen yakni tanah dan air.
b. Manusia yakni makhluk Allah yang berisikan dimensi bahan dan ruhani.
c. Manusia memiliki fitrah, yaitu adanya kecenderungan menuju jalan keimanan (tauhid).
d. Manusia dibekali dengan aneka macam kelebihan.
e. Manusia mempunyai kelemahan-kekurangan.
Eksistensi Manusia
Murtadha Mutahhari memformulasikan keberadaan insan selaku makhluk serba dimensi, diantaranya:
- Dimensi pertama: secara fisik manusia hampir sama dengan binatang.
- Dimensi kedua : insan mempunyai ilmu dan wawasan.
- Dimensi ketiga: insan bersinergi atas kebajikan etis.
- Dimensi keempat: manusia mempunyai kecenderungan keindahan.
- Dimensi kelima: manusia mempunyai kecenderungan dalam hal pemujaan dan pengkudusan.
- Dimensi keenam: insan yakni makhluk serba mampu.
- Dimensi ketujuh: manusia memiliki wawasan diri.
- Dimensi kedelapan: manusia mempunyai pengembangan talenta.
Tujuan fungsional antara manusia dan alam semesta yakni untuk membuat sinergi bagi kemaslahatan insan itu sendiri. Untuk itu, alam semesta diciptakan Allah bukan dengan coba-coba dan tanpa tujuan. Karena manusia ialah satu sub metode dengan alam semesta selaku satu tujuan dan orientasi. Oleh alasannya itu, satu-satunya tujuan penciptaan insan yakni untuk beribadah. Ibadah berasal dari bahasa Arab, al-‘ibadah (yang menundukkan atau merendahkan diri). Hakikat ‘ibadah, terkandung 2 makna : al-‘ubudiyyah Lillah di dalam jiwa. semua acara hidup manusia hanya berorientasi kepada Allah.
B. Hakikat Alam Semesta
Alam semesta ( universe, kosmos, al-kaun) ialah realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai sekarang gres sebagian kecil saja yang mampu diketahui dan diungkap oleh insan. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta. Imam Syafi’i pernah berkata: [ kullama zaadanii ‘ilman, zaadanii fahman bijahli] “ setiap kali bertambah ilmuku, tambah tahu aku akan kebodohanku”.
Faktor lain yang mendorong insan untuk selalu meneliti alam semesta sebab ada rasa ingin tahu (curiosity) sehingga diwujudkan dalam bentuk mengajukan pertanyaan dan berfikir.
1. Istilah Alam dalam Al-Quran
a. Istilah alam
Istilah alam yang kita pakai yaitu “alam semesta, jagat raya, universe (inggris), dalam bahasa arab disebut ‘alam. Istilah alam dalam al-qur’an datang dalam bentuk jamak [ ‘alamiina], disebut sebanyak 73 kali yang termaktub dalam 30 surat. Pemahaman kata ‘alamin, bentuk jamak al-quran tersebut mengandung banyak sekali interpretasi anutan bagi insan. Bagi kaum teolog, mendefenisikan alam selaku “segala sesuatu selain Allah”. Bagi filosof Islam, alam didefenisikan selaku “ kumpulan maddat(materi) dan shurat (bentuk) yang ada di bumi dan di langit. Sedangkan perspektif al-qur’an alam ialah “ kumpulan yang sejenis dari makhluk Tuhan yang arif atau memiliki sifat-sifat yang mendekati makhluk berilmu.
Pemikiran Muhammad Abduh wacana alam selaku berikut:
“Al-Alamin yakni jamak dari ‘alam yaitu jamak muzakkar yang berilmu. Yaitu setipa makhluk Tuhan yang berakal atau mendekati sifat-sifat pintar; mirip alam insan, binatang dan tumbuhan”.
Sepertinya, tolok ukur al-‘alamin yang dipaparkan Abduh tersebut mampu diterima , karena memang pendidikan dan pemeliharaan Tuhan mampu di logika pada ‘alam yang hidup, makan dan meningkat .
b. Tujuan memahami alam
Dalam al-qur’an terdapat klarifikasi perihal alam semesta dan berbagai fenomenanya secara eksplisit tidak kurang dari 750 ayat. Secara lazim ayat-ayat ini memerintahkan manusia untuk mengamati, mempelajari dan meneliti alam semesta. Dalam artian, al-quran bukanlah ensiklopedi kealaman. Salah satu maksudnya secara eksplisit ialah bagaimana insan menyadari bahwa di balik “tirai” alam ini ada zat yang maha besar ialah Allah SWT.
Bagi Muhammad Abduh, sebagaimana dituturkan dalam bukunya Risalah al-Tauhid, berikut ini:
“Cobalah amati berkembang-tanaman dan hewan yang lengkap kekuatan dan kesanggupannya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Amati pula alam yang tidak memiliki panca indera mirip berkembang-tumbuhan yang bisa menghirup kuliner yang sesuai baginya. Coba perhatikan bagaimana mungkin biji labu air yang ditanam di samping biji semangka pada kebun yang serupa, di sirami dengan air yang serupa. Akan tetapi bisa berbeda rasa adalah pahit dan anggun”.
c. Cara-cara mengetahui alam
Dalam al-quran dijelaskan cara-cara memahami alam. Salah satu cara mengetahui alam raya ini dapat dilaksanakan melalui indera pandangan, pendengaran, perasa, pencium dan peraba. Artinya, semua alat utama ini mampu menolong manusia untuk melaksanakan observasi dan eksperimen. Panca indera belumlah cukup atau satu-satunya jalan mengetahui alam, tetapi diperlukan lagi ialah penalaran atau nalar. Di samping alat indera dan akal insan, ada lagi cara lain yaitu melalui wahyu dan ilham.
Agaknya, diagnosa A.rahman Djay mampu dibenarkan saat beliau mengatakan bahwa : “Penyebab kemunduran umat Islam, sebab orang Islam tidak menempatkan takaran ilmu sesuai bidangnya, seperti fenomena alam tidak ditempatkan pada bidang kajian sains dan tekhnologi.”
2. Manusia dan alam : Suatu Tinjauan Historis
Kajian yang berhubungan dengan asal undangan insan dalam kaitannya dengan alam semesta merupakan hidangan “kopi pahit”. Pertanyaannya, kapan manusia pertama kali hadir di paras bumi ini? Makhluk apakah yang menjadi nenek moyangnya manusia dan bagaimana proses penurunan dan perubahannya?
Kelompok Darwinisme : mengambil kesimpulan serampangan dan mengaburkan fakta. Makhluk Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus yang berusia 12 juta tahun dianggap sebagai manusia tertua. Sebenarnya kedua sampel makhluk tersebut lebih tepat disebut kera daripada manusia. Walaupun demikian, manusia yang dikenal sebagai insan terbaru mirip kini ini dengan ciri anatomis utamanya sudah ada sekitar 35.000 hingga 40.000 tahun yang lalu yang diketahui dengan homo sapiens.
3. Manusia dan alam : Suatu Tinjauan fungsional
Dalam metode kosmos insan dan alam semesta ialah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam metode kesadaran maka alam semesta menjadi suatu objek yang sungguh penting dalam kehidupan insan. Tinjauan ilmiah perihal alam mendekatkan manusia terhadap tata laku penciptanya, dalam artian mampu mempertajam persepsi batin manusia untuk mendapatkan suatu penglihatan yang lebih dalam. Pengetahuan mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan memberinya pandangan total tak terhingga.
Perkembangan wawasan insan dalam merespons banyak sekali kesulitan yang terkait dengan penyesuian diri dengan alam pada kesannya membuahkan kreasi-kreasi yang mengungguliu sifat-sifat alam. Eksploitasi kepada alam menghancurkan keseimbangan hubungan yang sudah berlangsung milyaran tahun. Krisis global lingkungan mengganggi hubungan antara manusia dan alam saat ini.
EmoticonEmoticon