Senin, 14 September 2020

Makalah Budbahasa Adab Dan Budpekerti

Timbulnya kesadaran budbahasa dan pendirian manusia kepada-Nya yakni pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau susila, atau tabiat yaitu teladan tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan akhlak adalah tanggapan yang tepat terhadap kesadaran budpekerti, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan yaitu menentang kesadaran itu. Kesadaran budbahasa ialah kesadaran insan wacana dirinya sendiri, dimana insan menyaksikan atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dijalankan, meskipun dia mampu melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. 

Pembahasan

Dalam berbagai literature tentang ilmu adat islami, ditemui uraian ihwal etika yang secara garis besar mampu dibagi dua bagia, ialah; adab yang bagus (etika al-karimah), dan adab yang buruk (adab madzmumah). Berbuat adil, jujur, tabah, pemaaf, dermawan dan amanah contohnya termasuk dalam adab yang bagus. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam budbahasa yang jelek. Secara teoritis macam-macam budpekerti tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, adalah pesan yang tersirat (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (mempertahankan diri dari perbuatan dosa dan maksiat).

Hukum-hukum etika adalah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (tabiat); pertanda sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan tambahan atau perisai diri seseorang mirip jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang mesti dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (adab) dan Ilmu Tasawuf.[2]

a. Akhlak

Ada dua pendekatan yang mampu digunakan untuk mendefinisikan adat, adalah pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, adat berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang bermakna al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, susila, etika dasar), al-akhlak (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang bagus) dan al-din (agama).

Namun akar kata budbahasa dari akhlaqa selaku mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, alasannya adalah isim masdar dari kata akhlaqa bukan budpekerti, namun ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka muncul usulan yang menyampaikan bahwa secara linguistic, budpekerti merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang telah demikian adanya.

Untuk menerangkan pengertian budpekerti dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada aneka macam pendapat para ahli di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya diketahui sebagai pakar bidang adab terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa budpekerti yakni sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan ajaran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang berikutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari banyak sekali paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, menyampaikan akhlak yakni sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam tindakan dengan gambling dan gampang, tanpa memerlukan ajaran dan pertimbangan.

Definisi-definisi adat tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam tindakan budbahasa, yaitu; pertama, tindakan etika yakni perbuatan yang telah tertanam berpengaruh dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan adab yaitu perbuatan yang dijalankan dengan mudah dan tanpa fatwa. Ini tidak memiliki arti bahwa ketika melaksanakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam kondisi tidak sadar, hilang kenangan, tidur atau asing. Ketiga, bahwa tindakan budbahasa yaitu tindakan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan etika adalah perbuatan yang dijalankan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan etika adalah perbuatan yang dilakukan dengan bantu-membantu, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat tindakan akhlak (khususnya budpekerti yang bagus) yaitu perbuatan yang dijalankan alasannya adalah lapang dada semata-mata alasannya Allah, bukan karena ingin disanjung orang atau alasannya adalah ingin mendapatkan suatu pujian.[3]

b. Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal permintaan kata), akhlak berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti sopan santun kesusilaan atau akhlak. Dalam kamus biasa bahasa Indonesia, budbahasa diartikan ilmu wawasan ihwal azaz-azaz budbahasa (susila). Dari pengertian kebahsaan ini tampakbahwa adat berafiliasi dengan upaya memilih tingkah laku insan.

Adapun arti etika dari sisi perumpamaan, sudah dikemukakan para mahir dengan perumpamaan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan akhlak yakni ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menandakan apa yang seharusnya dilakukan oleh insan, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh insan di dalam tindakan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat etika, yakni studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, mesti, benar, salah, dan sebagainya.

Dari definisi adat tersebut diatas, dapat secepatnya dikenali bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, budbahasa berupaya membicarakan perbuatan yang dikerjakan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, budbahasa bersumber pada logika fikiran atau filsafat. Sebagai hasil ajaran, maka adab tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berganti, mempunyai kelemahan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, adab juga memanfaatkan banyak sekali ilmu yang memebahas sikap insan seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, budpekerti berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu tindakan yang dikerjakan oleh manusia, ialah apakah tindakan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian akhlak lebih berperan selaku konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dikerjakan oleh insan. Etika lebih mengacu terhadap pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, budbahasa bersifat relative ialah mampu berganti-ubah sesuai dengan permintaan zaman.

Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka adat lebih merupakan ilmu pengetahuan yang bekerjasama dengan upaya menentukan tindakan yang dilaksanakan insan untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai fatwa yang dikemukakan para filosof barat mengenai tindakan baik atau jelek dapat dikelompokkan terhadap anutan akhlak, sebab berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian budpekerti sifatnya humanistis dan antroposentris ialah bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada insan. Dengan kata lain adat ialah hukum atau contoh tingkah laris yang dihasulkan oleh akal manusia.

c. Moral

Adapun arti moral dari sisi bahasa berasal dari bahasa latin, mores adalah jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus biasa bahasa Indonesia dikatan bahwa sopan santun yaitu pennetuan baik jelek kepada perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya susila dalam arti perumpamaan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, usulan atau perbuatan yang secara pantas dapat dikatakan benar, salah, baik atau jelek. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, mampu diketahui bahwa akhlak yaitu ungkapan yang digunakan untuk memperlihatkan batas-batas terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau jelek, benar atau salah. Jika pemahaman adat dan moral tersebut dihubungkan satu dengan yang lain, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan akhlak memiki objek yang serupa, yakni sama-sama membahas tentang tindakan manusia berikutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara budpekerti dan tabiat mempunyai perbedaan. Pertama, jika dalam pembicaraan budpekerti, untuk menentukan nilai tindakan insan baik atau buruk memakai tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan watak tolak ukurnya yang dipakai adalah norma-norma yang berkembang dan berkembang dan berjalan di penduduk . Dengan demikian adab lebih bersifat pedoman filosofis dan berada dalam desain-konsep, sedangkan adab berada dalam dataran realitas dan timbul dalam tingkah laris yang berkembang di masyarakat.

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan yang lain yang berlaku di penduduk . Etika dan watak sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk tindakan yang sedang dinilai, sedangkan budbahasa dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral erta pula keterkaitannya dengan hati nurani yang dalam bahasa ajaib disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran susila meliputi tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau kewajiban untuk melakukan langkah-langkah yang bermoral. Kedua, kesadaran adab dapat juga berwujud rasional dan objektif, yakni sebuah perbuatan yang secara umumk mampu diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya mampu disetujui berlaku pada setiap waktu dan daerah bagi setiap orang yang berada dalam suasana yang sejenis. Ketiga, kesadaran susila dapat pula timbul dalam bentuk keleluasaan.

Berdasarkan pada uraian diatas, mampu hingga pada sebuah kesimpulan, bahwa budbahasa lebih mengacu kepada sebuah nilai atau system hidup yang dijalankan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh penduduk selaku yang mau memperlihatkan keinginan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berhubungan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku lazim dan keleluasaan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan gampang dapat melaksanakan sebuah tindakan tanpa mesti ada dorongan atau paksaan dari luar.

d. Karakteristik dalam pedoman Islam

Secara sederhana akhlak Islami mampu diartikan selaku etika yang menurut fatwa Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi selaku sifat. Dengan demikian adab Islami adalah perbuatan yang dikerjakan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan bergotong-royong yang didasarkan pada fatwa Islam. Dilihat dari sisi sifatnya yang universal, maka adat Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan etika islami yang universal ini diperlukan pemberian aliran logika insan dan kesempatan social yang terkandung dalam pemikiran budpekerti dan akhlak.

Dengan kata lain budbahasa Islami adalah budbahasa yang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk budpekerti, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai klasifikasi atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa budpekerti dalam anutan agama tidak mampu disamakan dengan akhlak atau budbahasa, meskipun adat dan adab itu diperlukan dalam rangka menjabarkan etika yang berdasarkan agama (etika Islami). Hal yang demikian disebabkan alasannya adalah adab terbatas pada sopan santun antara sesame insan saja, serta cuma berkaitan dengan tingkah laris lahiriah. Jadi saat akhlak dipakai untuk menjabarkan etika Islami, itu tidak memiliki arti etika Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau watak.

Ruang lingkup budbahasa Islami yaitu sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berhubungan dengan teladan relasi. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup aneka macam faktor, dimulai dari etika kepada Allah, sampai kepada sesame makhluk (insan, hewan, tumbuh-flora, dan benda-benda yang tak bernyawa).

Penutup

Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa adab, moral, akhlak dan akhlak sama, yakni menentukan hokum atau nilai dari sebuah tindakan yang dijalankan insan untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama mengharapkan terciptanya keadaan penduduk yang baik, terorganisir, kondusif, hening, dan tentram sehingga makmur batiniah dan lahiriyah.

Perbedaaan antara budbahasa, tabiat, dan akhlak dengan budbahasa ialah terletak pada sumber yang dijadikan standar untuk memilih baik dan jelek. Jika dalam budpekerti evaluasi baik jelek berdasarkan usulan akal pikiran, dan pada watak dan sopan santun berdasarkan kebiasaan yang berlaku biasa di penduduk , maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk memilih baik jelek itu ialah al-qur'an dan al-hadis.

Perbedaan lain antara budpekerti, moral dan tabiat terlihat pula pada sifat dan daerah pembahasannya. Jika budpekerti lebih banyak bersifat teoritis, maka pada tabiat dan adab lebih banyak bersifat simpel. Etika menatap tingkah laris insan secara lazim, sedangkan tabiat dan etika bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-jelek, sedangkan budbahasa dan etika menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.

Namun demikian budbahasa, moral, budpekerti dan budbahasa tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas memberikan dengan jelas bahwa budpekerti, sopan santun dan budpekerti berasala dari produk rasio dan budaya penduduk yang secara selektif diakui selaku yang berfaedah dan baik bagi kelancaran hidup manusia. Sementara adat berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan isyarat Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jikalau budbahasa, sopan santun dan budpekerti berasal dari manusia sedangkan budpekerti berasal dari Tuhan.

Daftar Pustaka
  • Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.
  • Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta.
  • Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa. Bandung.
  • Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia. Jakarta.
  • Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam. Yogyakarta.
  • Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica. Pt Giri Mukti Pasaka. Jakarta.
  • Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Kalam Mulia. Jakarta.
  • Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.
  • Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
  • Rifa'i, Mohammad. 1987. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim. Wicaksana. Semarang.
  • Salam, Zarkasji Abdul. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Ushul Fiqh. Lembaga Studi Filsafat Islam. Yogyakarta. 

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon