Minggu, 30 Agustus 2020

Makalah Gambaran Lazim Ilmu Bahasa (Linguistik)

Makalah Gambaran Umum Ilmu Bahasa (Linguistik)
Oleh: Deny A. Kwary

BABI
PENDAHULUAN

Dalam banyak sekali kamus biasa , linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:

The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”

Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan hingga post-doctoral acara telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University. Di Indonesia, paling tidak ada dua universitas yang membuka acara S1 sampai S3 untuk ilmu bahasa, yakni Universitas Indonesia dan Universitas Nasrani Atma Jaya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa

Ilmu bahasa yang dipelajari dikala ini bermula dari penelitian tentang bahasa semenjak zaman Yunani (era 6 SM). Secara garis besar studi wacana bahasa mampu dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern.

1 Tata Bahasa Tradisional

Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah metode tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam gejala yang mencakup segala sisi kehidupan insan, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi tentang hakikat bahasa – apakah bahasa seperti realitas atau tidak – mereka belum setuju. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus kuat hingga saat ini yakni Plato dan Aristoteles.

Plato beropini bahwa bahasa adalah physei atau seperti realitas; sedangkan Aristoteles memiliki pertimbangan sebaliknya adalah bahwa bahasa adalah thesei atau tidak seperti realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer dibarengi oleh kaum naturalis; persepsi Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer disertai oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut usulan adanya keteraturan bahasa yakni kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang beropini adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi persepsi kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut fatwa Stoic. Kaum Stoic lebih kesengsem pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, ialah nomina, verba, konjungsi dan artikel.

Pada permulaan kurun 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para mahir dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, meskipun mereka bergotong-royong tergolong kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun contoh infleksi bahasa Yunani. Apa yang remaja ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.

Salah spesialis bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir kurun 2 SM) ialah orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menyertakan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani berdasarkan masalah, jender, jumlah, era, diatesis (voice) dan modus.

Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para jago tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melaksanakan sedikit modifikasi, alasannya adalah kedua bahasa itu seperti. Tata bahasa Latin dibentuk atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa yang lain, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga menciptakan buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang kuat sampai ke era pertengahan.

Selama kurun 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada era itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada periode Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk mengerti kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun oleh Donatus.

Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa bahu-membahu telah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (kala 7 M), tata bahasa Eslandia (masa 12), dan sebagainya. Pada kala itu bahasa menjadi fasilitas dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap selaku seni mengatakan dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa yaitu memberi petunjuk wacana pemakaian "bahasa yang baik" , ialah bahasa kaum cendekia. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini yakni untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "menghancurkan" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.

Tradisi tata bahasa Yunani-Latin besar lengan berkuasa ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada era 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, lalu ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para andal tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria.

Selain di Eropa dan Asia Barat, observasi bahasa di Asia Selatan yang perlu dimengerti ialah di India dengan andal gramatikanya yang bemama Panini (era 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun andal ini memiliki keunggulan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain alasannya adalah adanya kewajiban untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda.

Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti ialah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada periode itu alasannya adalah dipakai sebagai fasilitas dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai meningkat ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga terhadap bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.


B. Linguistik Modern

a. Linguistik Abad 19

Pada abad 19 bahasa Latin telah tidak dipakai lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian yaitu bahasa-bahasa yang dianggap memiliki hubungan relasi atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian mampu diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang serupa atau berasal dari bahasa proto yang serupa sehingga secara genetis terdapat relasi hubungan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.

Untuk mengenali korelasi genetis di antara bahasa-bahasa dijalankan tata cara komparatif. Antara tahun 1820-1870 para andal linguistik sukses membangun kekerabatan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman menurut struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para andal bahasa dari golongan Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil memperoleh cara untuk mengetahui kekerabatan korelasi antarbahasa menurut tata cara komparatif.

Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan hingga cukup umur ini antara lain:

1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
  • Ciri linguistik abad 19 selaku berikut:

  1. Penelitian bahasa dilaksanakan kepada bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
  2. Bidang utama penelitian yaitu linguistik historis komparatif. Yang diteliti yaitu relasi hubungan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam sistem komparatif itu diteliti pergeseran suara kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk terhadap bahasa yang dianggap selaku keturunannya. Misalnya pergantian suara apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
  3. Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan komponen yang lain, contohnya penelitian ihwal kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.

2 Linguistik Abad 20

Pada masa 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga terhadap bahasa-bahasa yang ada di dunia mirip di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:
  • Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
  • Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada final kala 20 observasi yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
  • Tata bahasa merupakan bab ilmu dengan pembidangan yang makin rumit. Secara garis besar mampu dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
  • Penelitian teoretis sungguh meningkat .
  • Otonomi ilmiah kian menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga meningkat .
  • Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis

Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mensugesti fatwa para jago linguistik kurun 20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap selaku tata cara yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, suara saling berhubungan dan bergantung dalam membentuk metode tersebut.

Beberapa pokok ajaran Saussure:
  • Bahasa mulut lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan cuma ialah fasilitas yang mewakili ujaran.
  • Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para mahir linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya mengatakan.
  • Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis mirip pada linguistik masa 19. Walaupun bahasa meningkat dan berganti, observasi dijalankan pada masa waktu tertentu.
  • Bahasa merupakan sebuah metode tanda yang bersisi dua, berisikan signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, lainnya juga berganti.
  • Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek observasi.
  • Bahasa merupakan sebuah tata cara relasi dan memiliki struktur.
  • Dibedakan antara bahasa selaku metode yang terdapat dalam akal akal pemakai bahasa dari suatu golongan sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
  • Dibedakan antara korelasi asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis yaitu hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis yaitu korelasi antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului.

Gerakan strukturalisme dari Eropa ini besar lengan berkuasa hingga ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada masa 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para andal Eropa dengan nama deskriptivisme. Para hebat linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang meletakkan perhatian pada persoalan bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), merekomendasikan biar biar para andal linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang jago linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku tentang bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).

Tokoh linguistik lain yang juga mahir antropologi ialah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini menerima pendidikan di Jerman, namun menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berbentukbuku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bareng sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang dipakai untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.

Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga spesialis antropologi dinilai menciptakan karya-karya yang sungguh cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang layak dicatat ialah mengenai pembagian terstruktur mengenai bahasa-bahasa Indian.

Pemikiran Sapir besar lengan berkuasa pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai simpulan hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang diresmikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya ihwal fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-jawaban. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa lewat teknik drill.

Dalam bukunya Language, Bloomfield memiliki pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem selaku satuan psikologis, namun Bloomfield beropini fonem ialah satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.

Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama abad waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum mempunyai huruf. Kaum Bloomfieldian sudah berjasa menaruh dasar-dasar bagi observasi linguistik di kurun setelah itu.

Bloomfield beropini fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mampu berdiri diatas kaki sendiri dan tidak bekerjasama. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan yaitu tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem bagian yakni tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh suatu unsur. Elemen ini bareng komponen lain membentuk sebuah satuan yang disebut tagmem.

Murid Sapir yang lain, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan tentang dengan cara yang sama dengan yang dilakukan kepada analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).

Ahli linguistik yang cukup produktif dalam menciptakan buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam pertumbuhan berikutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya lewat Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist acara.


C. Paradigma

Kata paradigma diperkenalkan oleh Thomas Khun pada sekitar kurun 15. Paradigma ialah prestasi ilmiah yang diakui pada sebuah era selaku model untuk memecahkan persoalan ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma dapat dibilang sebagai norma ilmiah. Contoh paradigma yang mulai tumbuh sejak zaman Yunani namun pengaruhnya tetap terasa hingga zaman modern ini yaitu paradigma Plato dan paradigma Aristoteles. Paradigma Plato berintikan pendapat Plato bahwa bahasa adalah physei atau mirip dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma Aristoteles berintikan bahwa bahasa yakni thesei atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau non-ikonis. Kedua paradigma ini saling berlawanan, namun dipakai oleh peneliti dalam memecahkan persoalan bahasa, misalnya ihwal hakikat tanda bahasa.

Pada kurun tertentu paradigma Plato banyak digunakan andal bahasa untuk memecahkan persoalan linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada abad tertentu lainnya paradigma Aristoteles digunakan menanggulangi persoalan linguistik. Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.

Pertentangan antara kedua paradigma ini terus berjalan sampai periode 20. Di bidang linguistik dan semiotika diketahui tokoh Ferdinand de Saussure sebagai penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce sebagai penganut paradigma Plato. Mulai dari permulaan abad 19 sampai tahun 1960-an paradigma Aristoteles yang disertai Saussure yang berpendapat bahwa bahasa yakni tata cara tanda yang arbitrer dipakai dalam memecahkan masalah-persoalan linguistik. Tercatat beberapa nama mahir linguistik mirip Bloomfield dan Chomsky yang dalam pemikirannya menawarkan pengaruh Saussure dan paradigma Aristoteles. Menjelang pertengahan tahun 60-an dominasi paradigma Aristoteles mulai digoyahkan oleh paradigma Plato lewat postingan R. Jakobson "Quest for the Essence of Language" (1967) yang diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli linguistik mirip T. Givon, J. Haiman, dan W. Croft tercatat selaku penganut paradigma Plato.


D. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa

Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bagian berikut ini.

1 Fonetik

Fonetik mengacu pada artikulasi suara bahasa. Para hebat fonetik telah berhasil memilih cara artikulasi dari banyak sekali bunyi bahasa dan membuat huruf fonetik internasional sehingga mempermudah seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan suara yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang positif antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan mampu mengucapkan kedua suara tersebut dengan tepat.

Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, terutama pemimpin negara. Dengan kesanggupan membaca karakter fonetik secara sempurna, seseorang mampu memperlihatkan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia menyelenggarakan kunjungan ke Cina, beliau cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan karakter fonetik, sehingga dia dapat memperlihatkan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang sempurna. Salah seorang pemimpin yang sudah mempergunakan abjad fonetik internasional yaitu Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun ia berkunjung, dia selalu memperlihatkan khotbah dengan menggunakan bahasa lokal. Apakah hal tersebut mempunyai arti bahwa beliau mengetahui semua bahasa di dunia? Belum tentu, tetapi cukup mencar ilmu fonetik saja untuk mampu mengucapkan suara ratusan bahasa dengan tepat.

2 Fonologi

Fonologi mengacu pada tata cara bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami susah diucapkan oleh penutur orisinil bahasa Inggris alasannya adalah tidak sesuai dengan metode fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin mampu dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang metode fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana yaitu pengucapan gugus ‘ng’ pada permulaan kata, hanya berterima dalam metode fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam metode fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari wawasan akan sistem fonologi ini ialah dalam bantuan nama untuk sebuah produk, terutama yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jikalau diadaptasi dengan metode fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

3 Morfologi

Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis komponen-komponen pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu mengerti zat apa yang dapat bercampur dengan sebuah zat tertentu untuk menciptakan obat flu yang efektif; sama halnya spesialis linguistik bahasa Inggris perlu mengetahui imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan sebuah kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu cuma mampu diterangkan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung memakai kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya dikenali oleh jago farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja pribadi memakai obat flu tersebut, tanpa mesti mengenali proses pembuatannya.

4 Sintaksis

Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah kiprahnya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis mampu memberikan apakah sebuah kalimat atau frasa dalam sebuah peraturan perundang-usul bersifat ambigu (memiliki arti ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, pastinya perlu ada adaptasi tertentu sehingga peraturan perundang-seruan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

5 Semantik

Kajian semantik membicarakan mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik bisa menawarkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ mempunyai arti sesuatu yang datar sehingga tidak sesuai untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga mampu menandakan suku kata apa yang cenderung mempunyai makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan selaku nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengenali antibiotik apa saja yang cocok untuk seorang pasien dan mana yang tidak cocok.


6 Pengajaran Bahasa

Ahli bahasa ialah guru dan/atau instruktur bagi para guru bahasa. Ahli bahasa mampu menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar cuma langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa mesti mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak mesti mengetahui bahwa yang dimaksud Basic yaitu B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya dimasak pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada era permulaan tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.

Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang terdiri dari dua kalangan kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang dibutuhkan oleh pelajar untuk mampu mengatakan dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang mempunyai jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, sukses menuntaskan sebuah proyek kosakata akademik yang dikerjakan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan maksudnya yang lain yang bersifat akademik.

Proses penelitian hingga menjadi bahan pelajaran atau buku bahasa Inggris yang berfaedah hanya dikenali oleh mahir bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan mendapatkan keuntungannya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian sampai menjadi obat yang berfaedah hanya dikenali oleh dokter, sedangkan pasien dapat eksklusif menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

7 Leksikografi

Leksikografi ialah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana mempunyai kamus, namun mereka belum pasti tahu bahwa penulisan kamus yang baik mesti melalui berbagai proses.

Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus yaitu Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, hebat bahasa dari Inggris, menciptakan Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali menciptakan kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.



DAFTAR PUSTAKA
  • Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
  • Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
  • Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
  • Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon