Makalah Budidaya Buah Alpukat
(Sejarah Alpukat, Jenis Alpukat, Manfaat Alpukat, Syarat Pertumbuhan Alpukat dan Panduan Budidaya lengkap buah Alpukat )
1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman alpukat merupakan flora buah berbentukpohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain.
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada kala ke-18. Secara resmi antara tahun 1920- 1930 Indonesia sudah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk mendapatkan varietas-varietas unggul guna memajukan kesehatan dan gizi masyarakat, utamanya di kawasan dataran tinggi.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah selaku berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tumbuhan alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan
ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini memiliki daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah mampu dipanen lebih kurang 6 bulan.
Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar menyanggupi rongga buah. Daging buah memiliki
kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan kepada suhu acuh taacuh.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian
sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan kepada suhu hambar (toleransi
hingga -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran
yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
gampang rusak dan bernafsu (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sehabis
berbunga. Bijinya relatif berskala kecil dan melekat dekat dalam rongga,
dengan kulit biji yang melekat. Daging buah memiliki kandungan minyak yang
sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka kepada suhu rendah, dengan toleransi hingga minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang ketimbang kedua ras yang lain. Buahnya berskala besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sehabis berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji bergairah. Kandungan minyak dari daging buahnya terendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil menempel pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah memutuskan 2 varietas alpukat unggul, yakni alpukat ijo panjang dan ijo lingkaran. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bundar panjang dengan tepi rata, alpukat ijo bulat lingkaran panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bulat terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo lingkaran
lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang yummy, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
lezat, gurih, agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bulat 7,5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
bundar 9 cm.
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang yaitu alpukat merah panjang, merah lingkaran, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya selaku kuliner buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dijalankan penduduk Eropa yakni dipakai sebagai materi pangan yang diolah dalam berbagai kuliner. Manfaat lain dari daging buah alpukat yakni untuk bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda selaku obat tradisional (obat watu ginjal, rematik).
4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar yaitu Amerika (Florida,
California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang selalu meningkat. Di Indonesia, tumbuhan alpukat masih ialah flora pekarangan, belum dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim
1) Angin diharapkan oleh tumbuhan alpukat, utamanya untuk proses penyerbukan.
Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat
mematahkan ranting dan percabangan tumbuhan alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan yaitu 750-1000 mm/tahun. Ras
Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah
beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk kawasan dengan curah
hujan kurang dari keperluan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih
mampu tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan cahaya matahari untuk kemajuan alpukat berkisar 40-80 %.
Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca acuh taacuh dan iklim
kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu optimal untuk perkembangan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.
Mengingat tumbuhan alpukat mampu tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau
lebih. Besarnya suhu kardinal flora alpukat tergantung ras masing-masing,
antara lain ras Meksiko mempunyai daya toleransi hingga -7 derajat C, Guatemala
sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
2. Media Tanam
1) Tanaman alpukat supaya berkembang optimal memerlukan tanah gembur, tidak gampang
tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak
mengandung materi organik.
2) Jenis tanah yang bagus untuk pertumbuhan alpukat yaitu jenis tanah lempung
berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan
(aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang baik untuk kemajuan alpukat berkisar antara pH
sedikit asam hingga netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tumbuhan akan
menderita keracunan sebab bagian Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup
banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe,
Mg, dan Zn akan berkurang.
3. Ketinggian Tempat
Pada biasanya tanaman alpukat mampu tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yakni 5-1500 m dpl. Namun tumbuhan ini akan tumbuh subur dengan hasil yang membuat puas pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tumbuhan alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang bagus antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai dikala ini bibit alpukat cuma mampu diperoleh secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten ialah tumbuhan yang sudah
berumur 6-7 bulan/dapat juga yang telah berumur 1 tahun, tumbuhan berasal
dari biji yang berasal dari buah yang sudah renta dan masak, tinggi 30 cm/kurang,
dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai
cabang sambungannya dipakai ujung dahan yang masih muda dan
berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai
dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,
lalu disisipkan ke dalam bagian di samping pohon pokok yang
diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat yakni pita karet, plastik,
rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilaksanakan
serendah mungkin agar tidak dapat kuncup pada flora pokok.
Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin,
dan lembab. Setiap hari tumbuhan disiram, dan untuk mencegah serangan
penyakit semestinya tumbuhan disemprot fungisida. Pada ekspresi dominan kering hama tungau putih sering menyerang, untuk itu semestinya dicegah dengan semprotan kelthane.
Bibit lazimnya telah mampu dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dijalankan pada ketika awal animo hujan
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dikerjakan pada pohon pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak terang. Waktu yang paling baik untuk melekat ialah pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat suatu mata dengan sedikit kayu dari cabang mata (enthout), kayu dilepaskan secara perlahan-lahan tanpa menghancurkan mata. Kulit yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang sudah disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan berhasil.
Selanjutnya 10-15 hari sesudah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga kemajuan mata mampu lebih singkat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon pokok yang dilengkungkan diiris sempurna di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini mampu dipindahkan ke kebun sehabis berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik yaitu pada ketika permulaan ekspresi dominan hujan.
Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan yaitu mempertahankan
kelembaban udara supaya tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat
penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga jangan dijalankan pada trend hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari eksklusif. Bibit yang berbentuksambungan perlu disiram secara berkala dan dipupuk 2 ahad sekali. Pemupukan bisa serempak dengan penyiraman, adalah dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan kalau perlu saja.
2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat mesti dikerjakan dengan baik; mesti bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-watu yang mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, kemudian dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilaksanakan dikala isu terkini kering sehingga penanaman nantinya mampu dikerjakan pada permulaan atau saat demam isu hujan.
3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat seharusnya dilaksanakan secara variasi antara varietas-
varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tumbuhan alpukat tidak
dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang mempunyai
tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yakni
tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo
bulat, merah panjang, merah lingkaran, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla,
taft, dan hass. Sedangkan yang termasuk tipe B yaitu collinson, itszamma,
winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang cuma
terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam sebuah
lahan mesti dikombinasi antara varietas yang mempunyai tipe bunga A dan tipe
bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm.
Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
b) Tanah bab atas dan bawah dipisahkan.
c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi mirip semula. Tanah bab
atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk sangkar sebelum dimasukkan ke
dalam lubang.
d) Lubang tanam yang sudah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan
mengenang letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang tepat ialah pada awal demam isu hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diamati yaitu tanah yang ada dalam lubang tanam mesti lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menyingkir dari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan. Langkah-langkah penanaman yakni sebagai berikut:
a) Lubang tanam yang sudah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah
bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya biar
gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi
leher batang, kemudian ditimbun dan diikatkan ke ajir.
d) Setiap bibit semestinya diberi naungan untuk menyingkir dari sinar matahari secara
eksklusif, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibentuk
miring dengan bab yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi
sampai berkembang tunas-tunas gres atau lebih kurang 2-3 ahad.
4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekeliling flora karena di daerah itu banyak terdapat zat hara. Selain merupakan tentangan dalam menemukan makanan, gulma juga ialah kawasan bersarangnya hama dan penyakit. Oleh alasannya itu, semoga flora dapat berkembang dengan baik maka gulma-gulma tersebut mesti disiangi (dicabut) secara berkala .
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan kian padat dan udara di dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tumbuhan tidak dapat leluasa menyerap komponen hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekeliling tumbuhan perlu digemburkan dengan hati-hati semoga akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang gres ditanam membutuhkan banyak air, sehingga penyiraman perlu dijalankan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram ialah pagi/sore hari, dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan cuma dijalankan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dikerjakan secara hati-hati semoga luka bekas pemangkasan terhindar dari jerawat penyakit dan luka bekas pemangkasan semestinya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan flora alpukat diperlukan program pemupukan yang bagus dan terorganisir. Mengingat sistem perakaran flora alpukat, utamanya akarakar rambutnya, cuma sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk mesti diberikan agak sering dengan dosis kecil.
Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur flora. Bila program
pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tumbuhan berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman umur bikinan (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk semestinya diberikan 4 kali dalam setahun.
Mengingat flora alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka seharusnya pupuk ditaruh sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut dibuat tepat di bawah tepi tajuk tumbuhan, melingkari flora.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang badan 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi flora tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan. Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung materi aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan takaran 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu mampu meraih ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun. Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau bau tanah hingga hitam atau kunig coklat. Hama ini
mengeluarkan embun madu yang lazimnya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga
daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan flora
terusik. Pada serangan yang hebat flora akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,
contohnya Orthene 75 SP dengan takaran 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk badan elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye,
tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, memiliki tonjolan di tepi tubuh
dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bab pantatnya. Gejala:
Pertumbuhan tumbuhan terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terjangkit akan tampakpucat, tertutup massa
berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan
insektisida yang mengandung materi aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau
karbaril. Misalnya anthion 30 EC takaran 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari
fokus fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah renta/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki dan bab verbal putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintikbintik kuning yang kemudian akan menjelma merah bau tanah seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang jago mampu menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan takaran 0,6-1 liter/ha.
2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran badan 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada
berwarna coklat renta bercak kuning/putih dan bab perut coklat muda dengan
pita coklat bau tanah. Stadium larva berwarna putih pada ketika masih muda dan
kekuningan sehabis dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik
hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan bacokan hama sekaligus
kawasan untuk menaruh telur. Bagian dalam buah berlubang dan bau sebab
disantap larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein
malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida
dapat dikerjakan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif
triazofos takaran 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik yakni memusnahkan semua buah yang terjangkit atau membalik tanah supaya larva terkena sinar matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh mirip kelelawar namun ukurannya lebih kecil menyerang buah-
buahan pada malam hari. Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang cuma yang telah renta, dan bab yang dikonsumsi
yakni daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-nakutinya memakai kincir angin yang diberi peluit sehingga dapat mengakibatkan suara.
3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang debu cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menggemari tumbuhan kopi ini berwarna coklat bau tanah dan berskala 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala: Terdapat lubang yang mirip terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga kuliner tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis bantuan 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC takaran 1-2 cc/liter.
4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga. Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tumbuhan, kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga, buah/cabang flora yang terjangkit akan gugur. Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak permulaan (sudah renta tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif maneb mirip pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./diketahui juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menggemari kawasan lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat bau tanah di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berganti menjadi bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, usang-kelamaan akan menjadi lubang yang mampu dimasuki organisme lain. Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan takaran 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung
materi organik, menggemari tanah lembap dengan drainase buruk. Gejala: Bila flora yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terusik, tunas mudanya jarang berkembang. Akibat yang paling fatal yakni maut pohon. Bila batang tanaman yang terjangkit maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan hingga ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang lalu diganti dengan tumbuhan yang gres.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang lalu menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah renta namun belum masak yakni:
a) warna kulit bau tanah tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menyebabkan bunyi yang nyaring;
c) jika buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri.
Sebaiknya perlu diperhatikan waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, alasannya
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari dikala bunga mekar. Untuk
memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai acuan. Bila buah-buah pola
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut sudah renta dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilaksanakan secara manual, ialah dipetik menggunakan tangan. Apabila keadaan fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen mampu dibantu dengan memakai alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah mesti dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk menghalangi memar, luka/jerawat pada bab dekat tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami trend berbunga pada permulaan trend hujan, dan demam isu
berbuah lebatnya lazimnya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang kondisi alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, demam isu panen dapat terjadi setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang berkembang dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang mampu diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pembersihan tergantung pada kotoran yang melekat.
9.2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan memilih buah yang bagus dan menyanggupi syarat, buah yang dibutuhkan yaitu yang memiliki ciri selaku berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah mesti mulus tanpa bercak.
2. Cukup renta tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya digunakan patokan dalam 1 kg terdiri dari 3 buah
atau berbobot optimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak yaitu yang berupa lonceng.
Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen mancanegara adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk menyanggupi kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlampau dipertimbangkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru mampu disantap bila telah masak. Untuk meraih tingkat bungkus
ini dibutuhkan waktu sekitar 7 hari setelah petik (jikalau buah dipetik pada dikala telah
cukup ketuaannya). Bila batas waktu tenggang tersebut akan dipercepat, maka buah harus
diperam apalagi dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dikerjakan pemeraman
alasannya batas waktu tenggang ini diubahsuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di
kawasan tujuan.
Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada lazimnya cuma dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, lalu ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung ditaruh di tempat yang kering dan higienis.
Karena alpukat memiliki umur simpan hanya hingga sekitar 7 hari (semenjak petik sampai siap disantap), maka kalau ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dijalankan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan mampu diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan yakni wadah/daerah yang dipakai untuk mengemas sebuah komoditas.
Kemasan untuk pasar lokal berlawanan dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran
di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu
dimuat dengan menggunakan truk. Sedangkan bungkus untuk ekspor berbeda
lagi, ialah lazimnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
lalu diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari penggalan
karton.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat kualitas, cara pengujian kualitas, cara pengambilan pola dan cara packing.
11.2.Diskripsi
Alpukat adaalah buah flora apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan cukup bau tanah, utuh, segar dan bersih.
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran menurut berat, ialah:
a) Alpokat besar : 451-550 gram/buah
b) Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
c) Alpokat kecil : 250-350 gram/buah
Sedangkan syarat mutu ialah selaku berikut:
a) Kesamaan sifat varietas: kualitas I seragam; mutu II seragam; cara pengujian
organoleptik
b) Tingkat ketuaan: mutu I bau tanah tapi tidak terlampau matang; kualitas II bau tanah namun tidak terlalu
matang; cara pengijian organoleptik
c) Bentuk: kualitas I normal; kualitas II kurang normal; cara pengujian organoleptik
d) Kekerasan: mutu I keras; kualitas II keras; cara pengujian Organoleptik
e) Ukuran: kualitas I seragam; kualitas II kurang seragam; cara pengujian SP-Sekolah Menengah Pertama-309-
1981
f) Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; kualitas II 10%; cara pengujian SP-SMP-
310-1981
g) Busuk (bobot/bobot): kualitas I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-Sekolah Menengah Pertama-311-
1981
h) Kotoran: kualitas I bebas; kualitas II bebas; cara pengujian organoleptik
11.5.Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bab atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, lalu dibagi 4 dan dua bab diambil secara diagonal. Cara ini dijalankan berulang kali sampai acuan mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a) Jumlah bungkus dalam partai: 1 hingga 100, minimum jumlah teladan yang
diambil 5.
b) Jumlah bungkus dalam partai: 101 hingga 300, minimum jumlah pola yang
diambil 7.
c) Jumlah bungkus dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah teladan yang
diambil 9.
d) Jumlah bungkus dalam partai: 501 hingga 1000, minimum jumlah acuan yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus menyanggupi syarat yaitu orang yang
berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan memiliki ikatan dengan sebuah badan
hukum.
11.6.Pengemasan
Buah alpukat dihidangkan dalam bentuk utuh dan segar, dibungkus dalam keranjang bambu/materi lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan anyaman bambu/materi lain, kemudian diikat dengan tali bambu/materi lain. Isi bungkus tidak melebihi permukaan bungkus dengan berat higienis maksimum 20 kg. Di bab luar bungkus diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang, golongan ukuran, jenis kualitas, kawasan asal, nama/arahan perusahaan/eksportir, berat higienis, hasil Indonesia dan daerah/negara tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis
tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic
Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.
96 hal.
4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya".
Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac
Millan Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek
moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G.
Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The
Mac Millan Company, 617 hal.
9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E.
(ed.), Year Book. 235 hal.
10) Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192
hal.
11) Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu
mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
12) Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar wawasan dasar hortikultura".
I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13) Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14) Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,
crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York:
D. Appleton and company, 112 hal.
15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16) Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of
agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.comTanaman alpukat merupakan flora buah berbentukpohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain.
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada kala ke-18. Secara resmi antara tahun 1920- 1930 Indonesia sudah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk mendapatkan varietas-varietas unggul guna memajukan kesehatan dan gizi masyarakat, utamanya di kawasan dataran tinggi.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah selaku berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tumbuhan alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan
ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini memiliki daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah mampu dipanen lebih kurang 6 bulan.
Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar menyanggupi rongga buah. Daging buah memiliki
kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan kepada suhu acuh taacuh.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian
sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan kepada suhu hambar (toleransi
hingga -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran
yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
gampang rusak dan bernafsu (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sehabis
berbunga. Bijinya relatif berskala kecil dan melekat dekat dalam rongga,
dengan kulit biji yang melekat. Daging buah memiliki kandungan minyak yang
sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka kepada suhu rendah, dengan toleransi hingga minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang ketimbang kedua ras yang lain. Buahnya berskala besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sehabis berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji bergairah. Kandungan minyak dari daging buahnya terendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil menempel pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah memutuskan 2 varietas alpukat unggul, yakni alpukat ijo panjang dan ijo lingkaran. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bundar panjang dengan tepi rata, alpukat ijo bulat lingkaran panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bulat terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo lingkaran
lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang yummy, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
lezat, gurih, agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bulat 7,5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
bundar 9 cm.
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang yaitu alpukat merah panjang, merah lingkaran, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya selaku kuliner buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dijalankan penduduk Eropa yakni dipakai sebagai materi pangan yang diolah dalam berbagai kuliner. Manfaat lain dari daging buah alpukat yakni untuk bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda selaku obat tradisional (obat watu ginjal, rematik).
4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar yaitu Amerika (Florida,
California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang selalu meningkat. Di Indonesia, tumbuhan alpukat masih ialah flora pekarangan, belum dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim
1) Angin diharapkan oleh tumbuhan alpukat, utamanya untuk proses penyerbukan.
Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat
mematahkan ranting dan percabangan tumbuhan alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan yaitu 750-1000 mm/tahun. Ras
Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah
beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk kawasan dengan curah
hujan kurang dari keperluan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih
mampu tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan cahaya matahari untuk kemajuan alpukat berkisar 40-80 %.
Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca acuh taacuh dan iklim
kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu optimal untuk perkembangan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.
Mengingat tumbuhan alpukat mampu tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau
lebih. Besarnya suhu kardinal flora alpukat tergantung ras masing-masing,
antara lain ras Meksiko mempunyai daya toleransi hingga -7 derajat C, Guatemala
sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
2. Media Tanam
1) Tanaman alpukat supaya berkembang optimal memerlukan tanah gembur, tidak gampang
tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak
mengandung materi organik.
2) Jenis tanah yang bagus untuk pertumbuhan alpukat yaitu jenis tanah lempung
berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan
(aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang baik untuk kemajuan alpukat berkisar antara pH
sedikit asam hingga netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tumbuhan akan
menderita keracunan sebab bagian Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup
banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe,
Mg, dan Zn akan berkurang.
3. Ketinggian Tempat
Pada biasanya tanaman alpukat mampu tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yakni 5-1500 m dpl. Namun tumbuhan ini akan tumbuh subur dengan hasil yang membuat puas pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tumbuhan alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang bagus antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai dikala ini bibit alpukat cuma mampu diperoleh secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten ialah tumbuhan yang sudah
berumur 6-7 bulan/dapat juga yang telah berumur 1 tahun, tumbuhan berasal
dari biji yang berasal dari buah yang sudah renta dan masak, tinggi 30 cm/kurang,
dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai
cabang sambungannya dipakai ujung dahan yang masih muda dan
berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai
dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,
lalu disisipkan ke dalam bagian di samping pohon pokok yang
diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat yakni pita karet, plastik,
rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilaksanakan
serendah mungkin agar tidak dapat kuncup pada flora pokok.
Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin,
dan lembab. Setiap hari tumbuhan disiram, dan untuk mencegah serangan
penyakit semestinya tumbuhan disemprot fungisida. Pada ekspresi dominan kering hama tungau putih sering menyerang, untuk itu semestinya dicegah dengan semprotan kelthane.
Bibit lazimnya telah mampu dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dijalankan pada ketika awal animo hujan
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dikerjakan pada pohon pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak terang. Waktu yang paling baik untuk melekat ialah pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat suatu mata dengan sedikit kayu dari cabang mata (enthout), kayu dilepaskan secara perlahan-lahan tanpa menghancurkan mata. Kulit yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang sudah disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan berhasil.
Selanjutnya 10-15 hari sesudah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga kemajuan mata mampu lebih singkat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon pokok yang dilengkungkan diiris sempurna di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini mampu dipindahkan ke kebun sehabis berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik yaitu pada ketika permulaan ekspresi dominan hujan.
Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan yaitu mempertahankan
kelembaban udara supaya tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat
penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga jangan dijalankan pada trend hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari eksklusif. Bibit yang berbentuksambungan perlu disiram secara berkala dan dipupuk 2 ahad sekali. Pemupukan bisa serempak dengan penyiraman, adalah dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan kalau perlu saja.
2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat mesti dikerjakan dengan baik; mesti bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-watu yang mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, kemudian dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilaksanakan dikala isu terkini kering sehingga penanaman nantinya mampu dikerjakan pada permulaan atau saat demam isu hujan.
3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat seharusnya dilaksanakan secara variasi antara varietas-
varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tumbuhan alpukat tidak
dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang mempunyai
tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yakni
tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo
bulat, merah panjang, merah lingkaran, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla,
taft, dan hass. Sedangkan yang termasuk tipe B yaitu collinson, itszamma,
winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang cuma
terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam sebuah
lahan mesti dikombinasi antara varietas yang mempunyai tipe bunga A dan tipe
bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm.
Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
b) Tanah bab atas dan bawah dipisahkan.
c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi mirip semula. Tanah bab
atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk sangkar sebelum dimasukkan ke
dalam lubang.
d) Lubang tanam yang sudah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan
mengenang letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang tepat ialah pada awal demam isu hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diamati yaitu tanah yang ada dalam lubang tanam mesti lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menyingkir dari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan. Langkah-langkah penanaman yakni sebagai berikut:
a) Lubang tanam yang sudah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah
bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya biar
gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi
leher batang, kemudian ditimbun dan diikatkan ke ajir.
d) Setiap bibit semestinya diberi naungan untuk menyingkir dari sinar matahari secara
eksklusif, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibentuk
miring dengan bab yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi
sampai berkembang tunas-tunas gres atau lebih kurang 2-3 ahad.
4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekeliling flora karena di daerah itu banyak terdapat zat hara. Selain merupakan tentangan dalam menemukan makanan, gulma juga ialah kawasan bersarangnya hama dan penyakit. Oleh alasannya itu, semoga flora dapat berkembang dengan baik maka gulma-gulma tersebut mesti disiangi (dicabut) secara berkala .
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan kian padat dan udara di dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tumbuhan tidak dapat leluasa menyerap komponen hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekeliling tumbuhan perlu digemburkan dengan hati-hati semoga akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang gres ditanam membutuhkan banyak air, sehingga penyiraman perlu dijalankan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram ialah pagi/sore hari, dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan cuma dijalankan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dikerjakan secara hati-hati semoga luka bekas pemangkasan terhindar dari jerawat penyakit dan luka bekas pemangkasan semestinya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan flora alpukat diperlukan program pemupukan yang bagus dan terorganisir. Mengingat sistem perakaran flora alpukat, utamanya akarakar rambutnya, cuma sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk mesti diberikan agak sering dengan dosis kecil.
Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur flora. Bila program
pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tumbuhan berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman umur bikinan (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk semestinya diberikan 4 kali dalam setahun.
Mengingat flora alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka seharusnya pupuk ditaruh sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut dibuat tepat di bawah tepi tajuk tumbuhan, melingkari flora.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang badan 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi flora tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan. Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung materi aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan takaran 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu mampu meraih ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun. Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau bau tanah hingga hitam atau kunig coklat. Hama ini
mengeluarkan embun madu yang lazimnya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga
daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan flora
terusik. Pada serangan yang hebat flora akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,
contohnya Orthene 75 SP dengan takaran 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk badan elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye,
tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, memiliki tonjolan di tepi tubuh
dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bab pantatnya. Gejala:
Pertumbuhan tumbuhan terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terjangkit akan tampakpucat, tertutup massa
berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan
insektisida yang mengandung materi aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau
karbaril. Misalnya anthion 30 EC takaran 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari
fokus fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah renta/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki dan bab verbal putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintikbintik kuning yang kemudian akan menjelma merah bau tanah seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang jago mampu menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan takaran 0,6-1 liter/ha.
2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran badan 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada
berwarna coklat renta bercak kuning/putih dan bab perut coklat muda dengan
pita coklat bau tanah. Stadium larva berwarna putih pada ketika masih muda dan
kekuningan sehabis dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik
hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan bacokan hama sekaligus
kawasan untuk menaruh telur. Bagian dalam buah berlubang dan bau sebab
disantap larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein
malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida
dapat dikerjakan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif
triazofos takaran 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik yakni memusnahkan semua buah yang terjangkit atau membalik tanah supaya larva terkena sinar matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh mirip kelelawar namun ukurannya lebih kecil menyerang buah-
buahan pada malam hari. Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang cuma yang telah renta, dan bab yang dikonsumsi
yakni daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-nakutinya memakai kincir angin yang diberi peluit sehingga dapat mengakibatkan suara.
3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang debu cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menggemari tumbuhan kopi ini berwarna coklat bau tanah dan berskala 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala: Terdapat lubang yang mirip terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga kuliner tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis bantuan 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC takaran 1-2 cc/liter.
4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga. Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tumbuhan, kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga, buah/cabang flora yang terjangkit akan gugur. Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak permulaan (sudah renta tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif maneb mirip pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./diketahui juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menggemari kawasan lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat bau tanah di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berganti menjadi bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, usang-kelamaan akan menjadi lubang yang mampu dimasuki organisme lain. Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan takaran 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung
materi organik, menggemari tanah lembap dengan drainase buruk. Gejala: Bila flora yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terusik, tunas mudanya jarang berkembang. Akibat yang paling fatal yakni maut pohon. Bila batang tanaman yang terjangkit maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan hingga ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang lalu diganti dengan tumbuhan yang gres.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang lalu menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah renta namun belum masak yakni:
a) warna kulit bau tanah tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menyebabkan bunyi yang nyaring;
c) jika buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri.
Sebaiknya perlu diperhatikan waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, alasannya
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari dikala bunga mekar. Untuk
memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai acuan. Bila buah-buah pola
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut sudah renta dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilaksanakan secara manual, ialah dipetik menggunakan tangan. Apabila keadaan fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen mampu dibantu dengan memakai alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah mesti dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk menghalangi memar, luka/jerawat pada bab dekat tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami trend berbunga pada permulaan trend hujan, dan demam isu
berbuah lebatnya lazimnya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang kondisi alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, demam isu panen dapat terjadi setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang berkembang dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang mampu diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pembersihan tergantung pada kotoran yang melekat.
9.2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan memilih buah yang bagus dan menyanggupi syarat, buah yang dibutuhkan yaitu yang memiliki ciri selaku berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah mesti mulus tanpa bercak.
2. Cukup renta tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya digunakan patokan dalam 1 kg terdiri dari 3 buah
atau berbobot optimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak yaitu yang berupa lonceng.
Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen mancanegara adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk menyanggupi kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlampau dipertimbangkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru mampu disantap bila telah masak. Untuk meraih tingkat bungkus
ini dibutuhkan waktu sekitar 7 hari setelah petik (jikalau buah dipetik pada dikala telah
cukup ketuaannya). Bila batas waktu tenggang tersebut akan dipercepat, maka buah harus
diperam apalagi dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dikerjakan pemeraman
alasannya batas waktu tenggang ini diubahsuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di
kawasan tujuan.
Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada lazimnya cuma dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, lalu ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung ditaruh di tempat yang kering dan higienis.
Karena alpukat memiliki umur simpan hanya hingga sekitar 7 hari (semenjak petik sampai siap disantap), maka kalau ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dijalankan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan mampu diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan yakni wadah/daerah yang dipakai untuk mengemas sebuah komoditas.
Kemasan untuk pasar lokal berlawanan dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran
di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu
dimuat dengan menggunakan truk. Sedangkan bungkus untuk ekspor berbeda
lagi, ialah lazimnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
lalu diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari penggalan
karton.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat kualitas, cara pengujian kualitas, cara pengambilan pola dan cara packing.
11.2.Diskripsi
Alpukat adaalah buah flora apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan cukup bau tanah, utuh, segar dan bersih.
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran menurut berat, ialah:
a) Alpokat besar : 451-550 gram/buah
b) Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
c) Alpokat kecil : 250-350 gram/buah
Sedangkan syarat mutu ialah selaku berikut:
a) Kesamaan sifat varietas: kualitas I seragam; mutu II seragam; cara pengujian
organoleptik
b) Tingkat ketuaan: mutu I bau tanah tapi tidak terlampau matang; kualitas II bau tanah namun tidak terlalu
matang; cara pengijian organoleptik
c) Bentuk: kualitas I normal; kualitas II kurang normal; cara pengujian organoleptik
d) Kekerasan: mutu I keras; kualitas II keras; cara pengujian Organoleptik
e) Ukuran: kualitas I seragam; kualitas II kurang seragam; cara pengujian SP-Sekolah Menengah Pertama-309-
1981
f) Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; kualitas II 10%; cara pengujian SP-SMP-
310-1981
g) Busuk (bobot/bobot): kualitas I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-Sekolah Menengah Pertama-311-
1981
h) Kotoran: kualitas I bebas; kualitas II bebas; cara pengujian organoleptik
11.5.Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bab atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, lalu dibagi 4 dan dua bab diambil secara diagonal. Cara ini dijalankan berulang kali sampai acuan mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a) Jumlah bungkus dalam partai: 1 hingga 100, minimum jumlah teladan yang
diambil 5.
b) Jumlah bungkus dalam partai: 101 hingga 300, minimum jumlah pola yang
diambil 7.
c) Jumlah bungkus dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah teladan yang
diambil 9.
d) Jumlah bungkus dalam partai: 501 hingga 1000, minimum jumlah acuan yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus menyanggupi syarat yaitu orang yang
berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan memiliki ikatan dengan sebuah badan
hukum.
11.6.Pengemasan
Buah alpukat dihidangkan dalam bentuk utuh dan segar, dibungkus dalam keranjang bambu/materi lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan anyaman bambu/materi lain, kemudian diikat dengan tali bambu/materi lain. Isi bungkus tidak melebihi permukaan bungkus dengan berat higienis maksimum 20 kg. Di bab luar bungkus diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang, golongan ukuran, jenis kualitas, kawasan asal, nama/arahan perusahaan/eksportir, berat higienis, hasil Indonesia dan daerah/negara tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis
tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic
Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.
96 hal.
4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya".
Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac
Millan Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek
moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G.
Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The
Mac Millan Company, 617 hal.
9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E.
(ed.), Year Book. 235 hal.
10) Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192
hal.
11) Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu
mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
12) Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar wawasan dasar hortikultura".
I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13) Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14) Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,
crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York:
D. Appleton and company, 112 hal.
15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16) Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of
agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875
EmoticonEmoticon