BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pandangan Tentang Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam
A. Latar Belakang
Sejak awal Pendidikan Islam telah berdiri tegak di atas dua sumber pokok yang amat penting yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di dalam kitab suci ini terkandung ayat-ayat mufasshalaat (terinci) dan ayat-ayat mubayyinaat (yang menunjukkan bukti-bukti kebenaran) yang mendorong terhadap orang untuk belajar.
Para hebat pendidikan Islam sangat mengamati duduk perkara pembentukan kepribadian anak dimana menurut persepsi kita ditekankan pada kepribadian Islam yang bercirikan pada corak kepribadian yang beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan Hari Akhir.
Pendidikan Islam tidak cuma terbatas pada pembentukan kepribadian saja, akan tetapi juga berupaya untuk merealisasikan tujuan yang lain, yaitu menumbuhkan infinit-bakat anak dan merencanakan mereka bagi kehidupan sosialnya. Makara, pendidik atau guru mesti memanfaatkan cara-cara yang mampu menjauhkan anak melaksanakan tindakan tidak baik termasuk memberikan ganjaran dan eksekusi. Dari uraian di atas maka penulis ingin membuat makalah yang berjudul “Pandangan Terhadap Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam”
A. Cara Mendidik Anak Menurut Islam
Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu)." (HR. Aththusi).
Orang-orang tua dan guru-guru mereka yang melakukan pendidikan anak menatap bawah umur mereka sebagai orang sampaumur yang berupa kecil, yang mana persepsi demikian berlawanan dengan prinsip-prinsip pendidikan terbaru. Kecuali dalam hal menumbuhkan proses kedewasaan dalam pendidikan adab. Para orang bau tanah menambah beban anaknya menurut hukum syara’ menurut Hadits Nabi: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada waktu usia tujuh tahun dan pukullah mereka untuk bershalat pada usia sepuluh tahun”.
Berdasarkan Hadits tersebut jelaslah bagi kita bahwa menurut kebiasaan agama jika dengan perintah, nasehat dan tutorial tidak sukses dalam pembinaan sembahyang pada diri anak, maka diizinkan untuk memakai kekerasan, meskipun tidak cocok dengan usulan tokoh pendidikan terbaru, namun secara simpel hal itu mampu dipraktekkan, alasannya adalah pengajaran bersembahyang yakni merupakan dasar pertama dalam pendidikan Islam.
Sabda Nabi Muhammad SAW: “Tidak ada kebaikan dibandingkan dengan umatku orang yang tidak cendekia dan tidak pula mencar ilmu”.
Ajaran agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut akan menenangkan pendengaran yang mendengarkannya dan melunakkan hati serta akan menerobos ke dalam dada. Hati belum dewasa kita menjadi tenteram saat para guru yang saleh yang memiliki keteladanan yang baik menyampaikan pelajaran agama tersebut di atas.
B. Pandangan wacana Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam
Hendaknya para pendidik atau guru memanfaatkan cara-cara yang dapat menjauhkan anak melakukan tindakan tidak baik yang dilaksanakan dalam bentuk persuatif dan kekeluargaan. Bila guru ingin menghalangi anak berbuat buruk lebih baik menggunakan cara-cara yang membiarkan mereka seakan-akan tidak diamati (sistem ta’rudh), bukan cara pribadi menegurnya dengan keras atau garang (metode tasrich). Bahkan mereka diperlakukan dengan kasih sayang, sebab dengan demikian, anak tidak akan selalu berperilaku jelek. Dalam sebuah Hadits menyebutkan: “Cintailah belum dewasa dan kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu terhadap mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka pahami hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
Menurut Al-Gazzaly “Karena dengan menegur secara kasar/keras akan menyingkapkan rasa takut dan menimbulkan keberanian menyerang orang lain, dan mendorong timbulnya harapan untuk melakukan pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah pengertian (metoda ta’ridh) atau cara persuatif, menciptakan anak cenderung ke arah mencintai kebaikan, dan berfikir inovatif dalam mengetahui sebuah peristiwa oleh karena itu dengan cara ini anak akan dapat mengambil faedah dari hobi berpikir kritis kepada suatu makna dalam setiap kejadian bahkan senantiasa mereka menyayangi ilmu beserta alasannya adalah-alasannya timbulnya ilmu itu”.
Menurut Ibnu Sina “Suatu keharusan pertama yakni mendidik anak dengan budpekerti, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji sejak mulai disapih, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya”.
Jika terpaksa mesti mendidik dengan hukuman, semestinya diberi perayaan dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan wajah masam atau dengan cara agar dia kembali kepada tindakan baik, atau adakala disanjung, didorong keberaniannya untuk berbuat baik. Perbuatan demikian merupakan sikap yang mendahului langkah-langkah khusus.
Tetapi jika telah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang mengakibatkan rasa sakit, alasannya pukulan yang lumayan banyak menyebabkan anak merasa ringan, dan menatap eksekusi itu sebagai sebuah yang remeh. Menghukum dengan pukulan dikerjakan setelah diberi perayaan keras (ultimatum) dan mengakibatkan sebagai alat penolong untuk mengakibatkan dampak yang nyata dalam jiwa anak.
Berpegang pada prinsip-prinsip dan berupaya merealisasikan prinsip tersebut ialah watak seorang guru/orang renta yang diidolakan (contoh), alasannya adalah ucapan-ucapan yang tepat dengan perilakunya. Jika berpaling dari prinsip, dan tidak cocok antara ucapan dengan perbuatan maka menjadi sasaran penghinaan atau menjadi sumber kerendahan yang menimbulkan beliau tidak mampu memimpin merek dan menjadi lemahlah daya tutorial dan pandangannya. Dalam relasi ini ia Al-Gazzaly mengatakan: “Perumpamaan seorang guru kepada muridnya yakni seperti gesekan di atas tanah yang kering (tembikar) dan bayangkan dari sebuah tongkat; bagaimana mungkin tembikar menerima gesekan kalau tidak ada yang menggoreskan dan kapankah sebuah bayangan menjadi lurus bila tongkat itu bengkok”
Guru atau orang renta hendaknya menjadi acuan teladan yang bagus bagi anak/muridnya. Kita perhatikan realita abad sekarang bahwa tata cara pendidikan tidak akan mengalami kerusakan di sekolah-sekolah kita, kecuali kalau para guru tidak melakukan apa yang mereka katakan, sehingga murid-muridnya tidak mendapatkan seorang guru pun diantara mereka tokoh acuan dan ikutan baik yang diteladani sebagai idola mereka. Dalam kaitan ini firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 44 yang tegas menyatakan sebagai berikut:
Artinya:
“Apakah kau memerintahkan insan dengan tindakan baik sedang kau lupa terhadap dirimu sendiri” (Al-Baqarah : 44)
Disamping itu suatu syair menyatakan:
Artinya:
“Janganlah engkau melarang orang lain berbuat adab buruk sedangkan kau sendiri melakukannya”
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab terdahulu penulis berkesimpulan bahwa dalam mendidik anak agama Islam mengajurkan dengan perintah, usulan dan panduan apabila tidak sukses, maka diizinkan untuk memakai ganjaran/eksekusi dengan kekerasan tapi sebaiknya diberi peringatan dan bahaya lebih dahulu.
B. Saran
Adapun saran dari penulis ialah hendaknya seorang pendidik atau orang bau tanah hendaknya mampu menjadi suri tauladan bagi murid atau anak didiknya, berbicara dengan diiringi tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Para hebat pendidikan Islam sangat mengamati duduk perkara pembentukan kepribadian anak dimana menurut persepsi kita ditekankan pada kepribadian Islam yang bercirikan pada corak kepribadian yang beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan Hari Akhir.
Pendidikan Islam tidak cuma terbatas pada pembentukan kepribadian saja, akan tetapi juga berupaya untuk merealisasikan tujuan yang lain, yaitu menumbuhkan infinit-bakat anak dan merencanakan mereka bagi kehidupan sosialnya. Makara, pendidik atau guru mesti memanfaatkan cara-cara yang mampu menjauhkan anak melaksanakan tindakan tidak baik termasuk memberikan ganjaran dan eksekusi. Dari uraian di atas maka penulis ingin membuat makalah yang berjudul “Pandangan Terhadap Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam”
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pandangan Tentang Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam
A. Cara Mendidik Anak Menurut Islam
Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu)." (HR. Aththusi).
Orang-orang tua dan guru-guru mereka yang melakukan pendidikan anak menatap bawah umur mereka sebagai orang sampaumur yang berupa kecil, yang mana persepsi demikian berlawanan dengan prinsip-prinsip pendidikan terbaru. Kecuali dalam hal menumbuhkan proses kedewasaan dalam pendidikan adab. Para orang bau tanah menambah beban anaknya menurut hukum syara’ menurut Hadits Nabi: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada waktu usia tujuh tahun dan pukullah mereka untuk bershalat pada usia sepuluh tahun”.
Berdasarkan Hadits tersebut jelaslah bagi kita bahwa menurut kebiasaan agama jika dengan perintah, nasehat dan tutorial tidak sukses dalam pembinaan sembahyang pada diri anak, maka diizinkan untuk memakai kekerasan, meskipun tidak cocok dengan usulan tokoh pendidikan terbaru, namun secara simpel hal itu mampu dipraktekkan, alasannya adalah pengajaran bersembahyang yakni merupakan dasar pertama dalam pendidikan Islam.
Sabda Nabi Muhammad SAW: “Tidak ada kebaikan dibandingkan dengan umatku orang yang tidak cendekia dan tidak pula mencar ilmu”.
Ajaran agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut akan menenangkan pendengaran yang mendengarkannya dan melunakkan hati serta akan menerobos ke dalam dada. Hati belum dewasa kita menjadi tenteram saat para guru yang saleh yang memiliki keteladanan yang baik menyampaikan pelajaran agama tersebut di atas.
B. Pandangan wacana Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam
Hendaknya para pendidik atau guru memanfaatkan cara-cara yang dapat menjauhkan anak melakukan tindakan tidak baik yang dilaksanakan dalam bentuk persuatif dan kekeluargaan. Bila guru ingin menghalangi anak berbuat buruk lebih baik menggunakan cara-cara yang membiarkan mereka seakan-akan tidak diamati (sistem ta’rudh), bukan cara pribadi menegurnya dengan keras atau garang (metode tasrich). Bahkan mereka diperlakukan dengan kasih sayang, sebab dengan demikian, anak tidak akan selalu berperilaku jelek. Dalam sebuah Hadits menyebutkan: “Cintailah belum dewasa dan kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu terhadap mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka pahami hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
Menurut Al-Gazzaly “Karena dengan menegur secara kasar/keras akan menyingkapkan rasa takut dan menimbulkan keberanian menyerang orang lain, dan mendorong timbulnya harapan untuk melakukan pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah pengertian (metoda ta’ridh) atau cara persuatif, menciptakan anak cenderung ke arah mencintai kebaikan, dan berfikir inovatif dalam mengetahui sebuah peristiwa oleh karena itu dengan cara ini anak akan dapat mengambil faedah dari hobi berpikir kritis kepada suatu makna dalam setiap kejadian bahkan senantiasa mereka menyayangi ilmu beserta alasannya adalah-alasannya timbulnya ilmu itu”.
Menurut Ibnu Sina “Suatu keharusan pertama yakni mendidik anak dengan budpekerti, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji sejak mulai disapih, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya”.
Jika terpaksa mesti mendidik dengan hukuman, semestinya diberi perayaan dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan wajah masam atau dengan cara agar dia kembali kepada tindakan baik, atau adakala disanjung, didorong keberaniannya untuk berbuat baik. Perbuatan demikian merupakan sikap yang mendahului langkah-langkah khusus.
Tetapi jika telah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang mengakibatkan rasa sakit, alasannya pukulan yang lumayan banyak menyebabkan anak merasa ringan, dan menatap eksekusi itu sebagai sebuah yang remeh. Menghukum dengan pukulan dikerjakan setelah diberi perayaan keras (ultimatum) dan mengakibatkan sebagai alat penolong untuk mengakibatkan dampak yang nyata dalam jiwa anak.
Berpegang pada prinsip-prinsip dan berupaya merealisasikan prinsip tersebut ialah watak seorang guru/orang renta yang diidolakan (contoh), alasannya adalah ucapan-ucapan yang tepat dengan perilakunya. Jika berpaling dari prinsip, dan tidak cocok antara ucapan dengan perbuatan maka menjadi sasaran penghinaan atau menjadi sumber kerendahan yang menimbulkan beliau tidak mampu memimpin merek dan menjadi lemahlah daya tutorial dan pandangannya. Dalam relasi ini ia Al-Gazzaly mengatakan: “Perumpamaan seorang guru kepada muridnya yakni seperti gesekan di atas tanah yang kering (tembikar) dan bayangkan dari sebuah tongkat; bagaimana mungkin tembikar menerima gesekan kalau tidak ada yang menggoreskan dan kapankah sebuah bayangan menjadi lurus bila tongkat itu bengkok”
Guru atau orang renta hendaknya menjadi acuan teladan yang bagus bagi anak/muridnya. Kita perhatikan realita abad sekarang bahwa tata cara pendidikan tidak akan mengalami kerusakan di sekolah-sekolah kita, kecuali kalau para guru tidak melakukan apa yang mereka katakan, sehingga murid-muridnya tidak mendapatkan seorang guru pun diantara mereka tokoh acuan dan ikutan baik yang diteladani sebagai idola mereka. Dalam kaitan ini firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 44 yang tegas menyatakan sebagai berikut:
Artinya:
“Apakah kau memerintahkan insan dengan tindakan baik sedang kau lupa terhadap dirimu sendiri” (Al-Baqarah : 44)
Disamping itu suatu syair menyatakan:
Artinya:
“Janganlah engkau melarang orang lain berbuat adab buruk sedangkan kau sendiri melakukannya”
BAB III
PENUTUP
Makalah Pandangan Tentang Ganjaran dan Hukuman Menurut Islam
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab terdahulu penulis berkesimpulan bahwa dalam mendidik anak agama Islam mengajurkan dengan perintah, usulan dan panduan apabila tidak sukses, maka diizinkan untuk memakai ganjaran/eksekusi dengan kekerasan tapi sebaiknya diberi peringatan dan bahaya lebih dahulu.
B. Saran
Adapun saran dari penulis ialah hendaknya seorang pendidik atau orang bau tanah hendaknya mampu menjadi suri tauladan bagi murid atau anak didiknya, berbicara dengan diiringi tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Jumbulati Ali dan At-Tuwaanisi Abdul Futuh, 1993, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta, Rineka Cipta
- Syah Darwyn, 2007, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Gaung Persada Press
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon